Chapter 44: Kembalinya Rey

643 46 17
                                    

Sebuah garis senyum terus terlukis diwajah Ara. Tangannya erat menggenggam tangan sang kekasih halalnya. Kakinya beriringan melangkah menyusuri taman. Sepertinya mereka tengah melupakan anak mereka, yang tentu kini bersama dengan Felly. Biarlah Felly mengasuh Aghata sementara.

Seolah Ara benar-benar ingin menghabiskan waktu penuh dengan Rey. Menyembuhkan rindukan yang selama ini terus merengek. Tapi, bagaimana lagi bila Rey kekeuh ingin bertemu dengan anaknya. Jadilah, Ara harus mengalah.

"Mas. Capek lah nyari-nyari gini." rengek Ara sembari memegangi lututnya. Mutar-mutar keliling taman mencari sang buah hati dengan Felly, membuat Ara lelah akibat tidak juga ketemu.

"Capek?" Ara menoleh pada Rey, dirinya kembali berdiri tegap lagi. Rey menaik-turunkan alisnya bertanya. Ara mengangguk, Ara pikir Rey pasti akan melakukan hal romantis, seperti menggendongnya.

"Oh." jawab Rey santai dengan mengalihkan pandangannya. Ara benar-benar sebal, impiannya tidak terwujud. Sungguh Ara terlalu ge'er. Diam-diam Rey terkekeh melihat istrinya itu.

"Kenapa nggak telpon Felly aja sih?" tanya Rey mengalihkan topik.

"Udah, tapi nggak aktif."

Ting.

Notif ponsel Ara berbunyi. Ketika dibuka, itu dari Felly, mengirimkan pesan singkat.

Gue dah pulang!

Ara mengerucut bibirnya. Merasa sebal dengan sahabatnya itu. "Udah dirumah. Yuk pulang."

***

"Jelasin semuanya!"

Baru juga Ara dan Rey sampai dirumah, Rey sudah dihidangkan pertanyaan dari Umminya saja. Terlihat semua pasang mata pun memancarkan aura penasaran, Rey malah diam dan menatap mereka bergantian.

"Budeg lo ya? Jelasin cepet!" maki Felly sembari melempari Rey bantal yang ada di soffa. Mau tak mau Rey harus angkat bicara, padahal ia sangat ingin bermain dengan anaknya.

"Selama ini lo kemana aja bambank!?" desak Juna bertanya penasaran. Rey menatap langit-langit atap, seolah menerawang masa lalu itu. Kemudian, pandangannya ia alihkan pada Ara.

"Aku ada di Bandung. Sama Sintya." terlihat raut terkejut dari semuanya. Terlebih Ara, tapi ia tetap berpikir positif dulu. Ia tak mau seperti dahulu.

"Kak Sintya? Dimana dia sekarang?" Felly sungguh merindukan kakak angkatnya itu. Selama ini kakaknya itu tak ada kabar, sungguh Felly merasa bersalah.

"Kakak kamu masih diBandung. Dia sudah lahiran, anaknya laki-laki. Aku ada diBandung sama Sintya sebenarnya nggak sengaja. Awalnya aku tinggal di aprt ku. Tapi, setelah ketemu Sintya dijembatan, aku memutuskan ikut dia tinggal diBandung, di Panti Asuhan."

Semua orang menyimak penjelasan Rey. Terlebih Ara yang sangat penasaran itu.

"Disana aku kerja diklinik, aku memutuskan berhenti sebentar dari rumah sakit. Dan kenapa aku nggak pulang? Karna Sintya butuh aku. Aku juga nggak tega ninggalin dia, dia tiap malam nangis terus, bahkan dia nggak punya siapa-siapa disana, aku cuma nemenin dia sampai lahiran."

Hati Ara serasa tertusuk. Rey memilih menemani Sintya, tapi Rey tidak memikirkan keadaannya? Ia pun sama, menangis tiap malam, dan Ara pun butuh Rey. Bahkan, disaat ia berjuang untuk anaknya saja, Rey tidak datang dan tetap memilih bersama Sintya, padahal ia juga butuh.

Tapi, segera Ara tepis pikiran itu. Ia kali ini tak boleh langsung emosi. Yang kemarin itu, harus ia jadikan pelajaran.

Rey menatap Ara, ia tau apa yang dipikirkan Ara. Segera Rey genggam erat tangan Ara.

"Mas tau kamu juga butuh mas, tapi coba pikir. Disini kamu punya banyak orang, ada ummi abi, Farel, Andi, Felly dan yang lainnya, mereka selalu menjaga dan nemenin kamu kan? Lalu Sintya?"

Ucapan Rey benar. Sintya yatim piatu, yang Sintya punya hanyalah keluarga Felly, keluarga angkatnya. Tapi, karna masalah itu menjadikan hubungan keluarga itu renggang.

"Mas kan udah bilang, mas akan kembali, diwaktu yang tepat."

Senyum Ara merekah. Ingin rasanya memeluk Rey, jika saja tidak ada banyak orang.

"Terus perut kamu gimana mas?" Ara tentu masih mengkhawatirkan keadaan Rey. Meski yang ia lihat Rey baik-baik saja. Rey mengernyit heran.

"Dari mana kamu tau?"

"Dari laki-laki gilak itu!" sinis Andi. Rey menghela napas berat.

"Mas udah sembuh kok. Nggak usah khawatir." ucap Rey sembari mengelus-elus kepala Ara lembut. Charisa berdecak.

"Nggak lucu! Kalau lo nggak mau gituin gue, ya jangan gitu ke Ara dihadapan gue lah!" maki Charisa seolah tak terima. Dirinya sudah merelakan Rey untuk Ara, karna melihat begitu cintanya Ara untuk Rey.

"Astaga! Punya adik gini banget. Ututu sayang sini sama babang aja ya.." Farel hendak mengelus kepala Charisa. Dengan cepat  itu menepisnya. Membuatnya mereka semua sedikit terhibur.

"Aghata sayang, rindu nggak sama abi? Hm?" ujar Rey mengajak ngobrol anaknya yang ada digendongan Felly. Felly langsung membawa Aghata berdiri, seperti ia marah akibat dicuekin ditaman tadi.

"Sono tu pacaran! Anaknya udah ada pengasuh!"

***

Maaf ya nulisnya dikit, soalnya lagi ada urusan. Mungkin 1-2 part lagi bakalan ending:((

Tapi, aku masih ada cerita baru. Tunggu yaa...

Jodohku Ya Kamu[Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang