[58] Aku Mengaku Kalah

4.1K 493 51
                                    

“Ku kan bersujud pada-Nya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Ku kan bersujud pada-Nya. Meminta agar kamu bisa bersama lelaki yang kamu cintai.”

***

[Setahun yang lalu]

Bibir kecil yang menguap itu membuat Nadia tidak beralih, walaupun sekarang Dirga dalam dekapan, Nadia merasa tidak cukup untuk menyalurkan cintanya. Dirga mengedip-ngedipkan mata mulai mengantuk ketika Nadia melantunkan shalawat untuk pengantar tidur.

Dirgantara Pangestu adalah keajaiban kecil yang hadir dalam hidup Nadia, penyemangatnya untuk bertahan esok hari dan esok hari lagi. Ketika melihat Dirga terlelap, Nadia menarik selimut, membenarkan posisi kepala dan terakhir memberikan kecupan di pipi Dirga. Aroma khas yang tidak membosankan, bedak bayi dan telon, sungguh membuat sangat candu. Dia ingin sekali menghabiskan malam-malam hanya untuk memandang Dirga tertidur.

“Di sini masih ada orang yang perlu ditidurkan!” Raja terdengar merajuk.

Nadia menoleh dan melihat Raja ternyata memperhatikannya sibuk menidurkan Dirga sampai tidak mengacuhkan Raja. Tampak iri akan kasih sayang yang terbagi antara Dirga dan dirinya.

Raja melentang kedua lengannya. “Peluk aku sayang. Aku juga butuh penghiburan hari ini. Aku juga pengin dininaboboin.” Dia bertingkah manja.

Nadia menggelengkan kepala. Tersenyum, namun menuruti keinginan Raja. Dia beringsut naik ke tempat tidur dan memeluk Raja, masuk ke dalam dekapan lelaki itu, merasakan hangatnya dada Raja dan debar jantung yang berirama menenangkan.

“MasyaAllah! Isteriku yang tersayang.” Raja menyambut Nadia, melingkarkan kedua lengan sehingga memeluk erat tubuh Nadia. Wangi rambut panjang Nadia yang bergelombang membuatnya ikut terlelap pula. “Kamu membuatku selalu bahagia setiap hari.”

Nadia mulai mengantuk, ketika berada di dalam dekapan Raja. Matanya pun memberat.

“Dirga umurnya berapa sayang?” tanya Raja. Dia mengelus belakang punggung Nadia.

“Dua tahun. Kenapa?” Nadia balik bertanya.

“Sudah cukup besar dong. Aku jadi nggak perlu khawatir lagi.” Raja berkata dengan suara berat. Mungkin juga mulai mengantuk.

“Kenapa harus khawatir?” Nadia mendongakkan kepala. Menatap pada Raja.

“Karena dia bisa jadi penyemangat kamu. Aku yakin Dirga bisa melakukan itu demi Papahnya. Ya kan?”

“Kamu ngomong apa sih?” Nadia tidak suka. “Lebih baik kita tidur. Besok kamu kerja.” Dia menyandarkan pipinya ke dada Raja.

Jodoh Terbaik Nadia [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang