Chapter 45: Keluarga Kecil

762 48 49
                                    

Bismillah. Oke ini udah mau tamat ya
:(

***

Sudah berapa banyak malam yang Ara habiskan tanpa kehadiran Rey? Berapa lama ia tidur hanya dengan putrinya kecilnya? Tapi, kini ranjang disebelah putrinya telah terisi. Setidaknya, malamnya kini tidak lagi gelap dan dingin mencekam.

Putri kecilnya itu sudah tertidur pulas. Kulitnya putih bersih, bibirnya pink mungil, pipi begitu menggemaskan.

Mata Rey dan Ara belum juga terpejam. Kedua mata itu terus menatap malaikat kecil mereka. Rey mengalihkan pandangannya, ditatapnya sang istri dalam-dalam. Menyorotkan sebuah kerinduan. Ara yang sadar diperhatikan pun melirik Rey.

"Tidur." titah Rey lembuh. Ara menggeleng. Membuat Rey mengdengus, sejenak ia mengusap rambut Ara lembut, berusaha menidurkan gadisnya itu.

Mungkin, karna merasa nyaman jadilah Ara terlelap. Meski sayup-sayup kesadarannya masih ada. Rey mengulum senyum lebar, ia masih terus memperhatikan wajah tenang sang istri. Wajah yang selama ini ia rindukan.

Putrinya terlihat pulas. Padahal Rey ingin dibuat bangun oleh putrinya ditengah malam, sekadar bermain-main. Karna, memang biasanya bayi itu suka kebangun tengah malam, dan Rey ingin merasakan itu, seolah itu hal yang menyangkan baginya.

Rey masih menunggu bayinya bangun. Padahal jarum jam sudah pukul 00.21 tapi bayinya belum juga bangun.

Padahal, tadi siang Ara bercerita bahwa putrinya itu suka sekali membangunkan ibunya tengah malam. Entah karna haus atau pun ingin bermain. Tapi ini?

Karna merasa bosan. Rey memilih untuk beraksi. Jarinya mulai bergerak untuk mengusik sang anak. Mencolek-colek hidungnya, pipinya, menggelitiki perutnya, kakinya, atau pun memainkan tangan putrinya itu. Tujuannya hanya ingin putrinya bangun. Padahal, jika Rey ingin bermain juga bisa esok hari. Sungguh Rey benar-benar.

Oekk oeekk

Rey tersenyum sumringah hingga deretan giginya nampak. Bayinya menangis dan terbangun. Pasti akan begitu seru untuk begadang dengan putri kecilnya itu.

Ara menggeliak mendengar tangisan sang bayi. Ia mengubah posisinya menjadi duduk, perlahan ia menggendong putrinya itu. Rey memperhatikan saja. Ara nampak telaten. Ara berusaha menenangkan bayinya itu, dengan menyusuinya agar tidur kembali, tapi Rey terus saja menggangu.

"Mau ngapain?" Ara berdecak mendengar pertanyaan Rey itu.

"Mas mau nyusuin dia? Nih." jawab Ara sembari menyodorkan bayinya yang masih menangis. Rey menyengir.

"Janganlah." mata Ara menyipit, heran akan suaminya ini. Ara menaikkan alisnya tanda bertanya kenapa?

"Ya biar dia nggak tidur lagi." Ara berdecak sembari memutar bola matanya malas.

"Kamu mah enak, cuma liatin doang. Aku juga kan yang ngurusin dia."

"Yasudah sini biar sama mas aja."

"Nggak nanti tambah nangis, udah ah mas biarin dia tidur!"

Rey berdecak, istrinya itu tetap keras kepala. Tidak tahu kan Ara bila Rey begitu sangat ingin bermain dengan putrinya itu?

"Tidak tahu kah mas bila putrimu begitu sangat mengantuk?" sinis Ara membuat Rey menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Dan akhirnya pria ini pasrah juga.

***

5 tahun kemudian...

Berapa banyak waktu yang telah Ara dan Rey habiskan? Suka duka telah mereka lewati hingga lulus. Bahkan, perlu sangat kalian tahu, kini Aghata telah memiliki adik yang berumur dua tahun, dan umurnya kini lima tahun.

Adiknya itu bernamakan: Haura Aisyah Asilla.

"Abi, Aghata ngantuk bi." rengek aghata dengan mengucek-ngucek matanya. Anak itu menghampiri ummi dan abinya, meski ia sudah punya kamar sendiri bersama adiknya itu.

Rey mengulum senyum melihat kedatangan putrinya itu dengan terkantuk-kantuk sembari memeluk boneka kecilnya. Rey langsung menggendong Aghata kepangkuannya.

"Adiknya kok ditinggal sih? Hm?" tanya Rey sembari menciumi pipi putrinya itu. Putrinya itu malah merasa risih dan berpindah posisi menjadi berbaring.

"Haula lagi dikamal, bi. Dia nggak tahu kalau Aghata kesini." ujar Aghata menggemaskan, meski pun belum bisa mengucap huruf 'r' dengan lancar. Maklum.

Ara tersenyum, "Biar ummi yang ajak kesini ya?" seketika Ara pergi kekamar sampingnya, menjemput putri kecilnya itu.

"Kak Atha nakal! Aku di tinggal sendili." rengek Haura pada sang kakak.

"Kamu kan udah gede, halusnya kemana-mana nggak sama kakak dongg!"

Ara dan Rey sedikit terkekeh melihat tingkah putri mereka. Mereka memang sering bertengkar, hal sekecil apapun itu.

"Sudah dong. Nggak boleh ribut terus." relai Rey sembari memeluk kedua putrinya itu. Mata Haura menangkap sesuatu. Sebuah topi pink yang pernah Ara dan Rey beli beberapa tahun silam.

"Itu pasti topinya ummi, lucu banget ummi. Pasti kalau Haula yang pakai cantik." celetuk Haura sembari menunjuk topi itu. Mengingatkan Rey dan Ara akan masa-masa itu.

"Ih bukan! Ummi pernah bilang itu topinya abi." perjelas Aghata yang pernah diceritakan oleh Ara mengenai topi itu. Haura menatap sang kakak sinis.

"Kakak jangan bohong! Ingat kata abi, nggak boleh bohong! Nggak mungkin itu topi abi, itu topi pelempuan."

Aghata mendengus, Ara dan Rey tetap diam menyaksikan.

"Benelan Haula. Itu topi abi!"

"Kakak! Ingat ya kata abi! Cili-cili olang munapik itu, salah satunya apabila ia berbicala ia beldusta. Tuh!"

Tuh. Anak umur dua tahun saja sudah tahu mengenai ini. Dan apa kabar kalian? Kalian yang masih suka berbohong, tepatnya membohongi perasaan sendiri.

Bilangnya sudah nggak cinta sama dia, sudah lupa sama dia. Yakin kah? Jangan suka bohongi perasaan sendiri lah. Ingat kata-kata Haura itu.

Kembali ke topik, Ara dan Rey berusaha menghenti'kan perdebatan itu.

"Sudah-sudah. Itu topi milik ummi sama abi. Sudah ya?"

***

Oke teman-teman satu part lagi sudah tamat. Dadaa...

Jodohku Ya Kamu[Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang