Bismillah. Makasih untuk semuanya yang sudah vote, komen, baca juga dukung saya. Semoga Allah membalas kalian dengan kebaikan.
Tunggu cerita saya selanjutnya oke.
***
"Ara hebat! Meski dia memiliki riwayat penyakit jantung, tapi ia bisa tetap kuat melahirkan dua anak."
Ara tersenyum mendengar perkataan Farel. Dokter spesialis jantungnya kini sudah digantikan dengan Farel. Dan tentu ia dan Rey sedang check-up dirumah sakit. Dan kedua putrinya itu dititipkan pada Felly.
"Semua atas ke-Maha Besaran Allah." Farel manggut-manggut mendengar ucapan Ara.
"Kamu harus rajin check-up. Kondisi jantungnya perlu dikontrol terus. Dan, saya sarankan janganlah punya anak lagi, saya khawatir akan kondisi kamu, Ara."
Ara mengangguk patuh. Sedangkan Rey tidak, pria itu langsung menatap dalam Farel.
"Ya seterah dong! Kan yang mau punya anak saya!" sinis Rey. Keinginannya memang ingin punya anak lebih dari lima.
Pletak.
Sebuah bolpen melayang tepat didahi Rey, membuat si empu meringis. Tentu itu dari Farel.
"Enak di elonya! Kasihan Ara! Kondisi jantungnya sudah lemah!" Rey pasrah, ia menyenderkan punggung dikursi sembari bersedekap.
***
"Abi, kenapa halus pakai hijab?" tanya tuan putri Haura pada sang abi yang tengah menggandengnya jalan-jalan dikomplek, tentu bersama dengan ummi dan kakaknya.
"Karna itu kewajiban umat muslimah." jawab Rey sembari tersenyum lebar. Mata Haura langsung beralih, tangannya menunjuk seseorang disebrang sana.
"Tante itu kenapa nggak pakai hijab, bi?" tanya Haura sembari menunjuk seorang wanita yang berpenampilan dengan rambut tergerai.
Ara mengulum senyum mendengar ucapan putri kecilnya itu. Baru juga ia akan menjawab celetukan putrinya itu, sang kakak sudah bersuara.
"Itu ulusan dia sama Allah. Bialin aja!" sinis sang kakak.
"Kata abi kita halus saling menasehati. Bial cama-cama macuk syurga."
"Yasudah. Sana kamu nasehatin tante itu aja!"
"Oke!" kemudian Haura berjalan mendekati gadis disebrang sana yang tengah duduk ditepi taman sembari bermain ponsel. Ara dan Rey terdiam melihat aksi putri kecilnya itu. Aghata langsung menarik-narik ummi dan abinya mengikuti adiknya itu.
"Tante, boleh Haula ikut duduk?" Gadis itu menepis ponsel melihat kedatangan anak kecil menggemaskan. Ia tersenyum, lalu mengangguk. Haura langsung ikut duduk disamping gadis cantik itu.
"Tante kenapa nggak pakai hijab kayak Haula." celetuk Haura membuat gadis itu tidak tahu harus menjawab bagaimana. Sejenak, gadis itu tersenyum dan mengelus kepala Haura yang tertutup hijab kecil.
"Jadi, nama kamu Haura?" Haura mengangguk. Anak ini tak suka basa-basi, ia langsung kembali lagi ketopik.
"Tante islam kan?" gadis itu mengangguk kaku.
"Kata abi kalau olang islam itu wajib pakai hijab! Kalau nggak masuk nelaka lho! Tante mau?" gadis itu mengigit bibir bawahnya. Seketika ia terdiam mendengar celetuk anak ini. Biasanya bila ia dinasehati temannya, ia bisa menolak, atau pergi. Tapi, ini anak kecil tidak mungkin ia tinggal pergi.
"Tante nggak punya hijab ya? Haula punya banyak, mau?" tawar Haura membuat gadis itu tersenyum.
"Punya kok. Nanti tante pakai ya." Haura tersenyum mendengar ucapan gadis itu. Haura turun dari kursinya.
"Kata abi, hijab itu mahkotanya seolang pelempuan. Jangan lupa pakai ya, tante. Dada..." Haura langsung berlari menghampiri abi umminya. Ara dan Rey tersenyum melihat tingkah Haura.
Anak sekecil itu sudah bisa menasehati orang lain. Lalu bagaimana kita? Kadang saja kita membiarkan orang lain berbuat dosa, tidak menegur mereka dengan alasan takut dijauhi atau bagaimana.
Kenapa takut bila kita benar? Ujian hijrah memang seperti itu. Dicela, dihina, atau pun dijauhi teman. Tapi, kita harus kuat dan jangan goyah iman. Kita benar, tidak perlu takut. Kita membela agama Allah, maka percayalah Allah pun akan membela kita.
Jangan takut untuk menegur dan menasehati orang yang berbuat dosa. Asalkan cara kita baik, sopan dan benar. Jangan menyindir atau pun sampai melukai hatinya.
***
"Assalamualaikum warahmatulah hiwabarakatuh."
Tahajud, sudah seperti rutinas untuk Ara. Biasanya ia tahajud bersama Rey, hanya saja suaminya itu sepertinya kelelahan, terlihat dari Ara yang nembangunkan Rey begitu susah. Jadilah ia shalat seorang diri.
Ara menengadahkan kedua tangannya. Ia memejamkan matanya. Dengan khusyuk ia berdoa pada sang Illahi Rabbi. Berdoa untuk kebaikan dirinya dan keluarganya.
"Ya Rabb...ampunilah aku dan keluargaku. Jadikan lah anak-anak hamba menjadi anak yang shalihah. Ridhailah pernikahanku, izinkan lah aku dan suamiku untuk bersama kelak di Jannah-MU. Aamiin"
Ara mengusap wajahnya mengaamiinkan. Ia menoleh kearah suami dan kedua anaknya yang malam ini merengek ingin tidur bersama abi umminya. Wajah mereka begitu tenang. Ara mengulum senyum, ia beranjak dari duduknya mendekati suaminya.
Ia mengelus lembut rambut suaminya itu. Rey tetap tenang, mungkin merasa nyaman. Ia berpindah untuk mencium kening kedua anaknya secara bergantian. Dan terakhir, mencium kening sang suami sembari terpejam.
Deru napas Rey dapat Ara rasakan. Tenang. Bahkan, hidung mancung mereka sudah saling bertemu.
3 detik.
4 detik.
5 detik.
Cukup lama. Hingga, membuat Rey terusik. Rey perlahan membuka matanya, matanya terbelalak, wajahnya dengan Ara sangat dekat. Rey memilih memejamkan matanya, menikmati deru napas Ara.
Sangat lama. Sampai, ada suatu hal yang mengganjal bagi Rey. Rey membuka matanya kembali. Ia tak merasakan deru napas Ara lagi. Apa Ara menahan napas?
Karna, penasaran Rey mengangkat tubuh Ara yang masih dibalut mukena dan memangkunya. Ia menepuk-nepuk pipi Ara berusaha membangunkan, namun nihil. Ia mencoba mengcheck napas Ara dan denyut nadinnya.
Tes.
Air mata Rey langsung menetes. Kekasihnya telah bersama Allah. Ara telah tiada. Aisyahnya telah pergi. Bahkan, ia pergi meninggalkan kedua putrinya yang masih kecil.
"Innalillahi wainnailahi roji'un." Rey langsung memeluk tubuh Ara yang sudah dingin dengan erat. Pelukan dan ciuman terakhir.
"Tunggu Mas sayang."
***
Huaa:(( mau tambah 1chapter nggak?
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodohku Ya Kamu[Selesai]
Novela Juvenil[SELESAI] "Aku mencintaimu karna Allah. Maka, biarlah hanya Allah saja yang akan memisahkan kita kelak. Dan, aku berharap Allah mempertemukan kita kembali di Jannah-Nya". --Jodohku Ya Kamu--- (SPIRITUAL-ROMANCE) *** HARAP TINGGALKAN JEJAK B...