Kepala Andhin bergeleng seraya tersenyum simpul. "Kan aku udah pernah bilang, Pandu itu cuma temen sekelas. Udah 1 bulanan kita duduk sebangku. Sebelumnya aku duduk sebangku sama sahabat aku, namanya Mira. Tapi dia udah gak sekolah lagi."
"Kok gak sekolah lagi?"
"Dia hamil. Yah begitulah." Andhin memalingkan wajah ke depan melihat pemandangan malam yang masih belum sirna keindahannya.
"Terus, yang hamilin dia itu pacarnya? Atau siapa?"
"Dia hamil sama pacar sahabatnya sendiri."
"Loh? Sahabatnya emang siapa?"
Andhin menahan kata, rasa perih kembali terasa mengingat kenangan pahit. "Sahabatnya itu... aku."
"Jadi, dia hamil sama pacar kamu?"
Yang ditanya mengangguk, matanya berkaca-kaca tak mampu mengucap kata.
"Ya ampuun. Maafin aku ya udah kepo." Dara merangkul gadis remaja itu dan menyimpannya dalam pelukan.
Yang didekap melepas pelukan seraya kembali menyunggingkan senyum. "Gak apa-apa kok, Teh. Santai aja."
"Ambil hikmahnya aja. Tuhan kasih lihat kelakuan mereka berdua dari awal, daripada kamu baru dikasih lihat ketika hubungan kamu udah jauh. Aku juga pernah kok ngerasain kayak kamu. Setelah pacaran 3 tahun baru tahu kelakuan asli mantan aku."
"Serius, udah 3 tahun?"
"Iya. Dulu aku bucin banget sama mantan aku, yang cowok. Tapi dia ninggalin aku gitu aja demi cewek lain."
"Tapi ceweknya bukan sahabat Teteh sendiri, kan?"
"Mudah-mudahan sih bukan orang yang aku kenal. Dia belum pernah ngasih lihat pacarnya yang sekarang."
"Ooh." Andhin mengangguk pelan lalu termenung menatap kosong ke depan bersiap mengucapkan pertanyaan yang telah lama ingin ia simpan. "Teh, aku mau nanya sesuatu yang menyinggung kehidupan pribadi, boleh gak?"
"Boleh, nanya apa?"
"Kok, logat kamu sama Pak Monang dan Bang Ucok itu beda sendiri? Kalau bicara mereka punya logat batak, sedangkan Teteh gak ada logat bataknya sama sekali. Biasanya kan kalau anak yang tinggal bareng orang tuanya dari lahir bakalan punya logat yang sama."
Yang ditanya tersenyum teduh sambil menganggukkan wajah sebelum menjawab. "Aku dari lahir emang diurus sama mama aku, dia orang Sunda asli. Terus, pas udah remaja, baru deh diurus sama bapak aku, Pak Monang. Jadi, bahasa dan logat asli kami beda."
"Terus, mamanya Teteh sekarang ke mana?" Andhin terus bertanya dengan polosnya.
Lagi-lagi Dara memalingkan wajah ke depan seolah sedang berpikir apa yang harus ia katakan selanjutnya.
"Eh, aku kayak lagi interogasi penjahat ya? Gak apa-apa kok kalau gak dijawab."
"Mama aku udah gak ada."
Sontak Andhin menatapnya penuh rasa iba. "Ooh... gitu ya? Maaf," ucapnya seraya menunduk lesu merasa bersalah.
Disentuhnya kepala gadis remaja itu sambil mengusap-usap rambutnya. "Ngapain minta maaf, santai aja. Emang kamu salah apa?"
Suasana getir tadi telah kembali mencair. Andhin bisa tersenyum lagi melepaskan rasa canggung. Namun ia sedikit meringis ketika tangan yang semula berada di atas kepala bergeser menekan dahinya. "Auww."
"Eh kenapa?" Segera Dara melepaskan tangannya dari sana.
"Jidat aku masih sakit. Tadi kebentur pintu waktu Teh Saras kebelet pipis masuk toilet," ucapnya sambil memegangi dahi.
"Si Saras emang sembrono banget. Ada-ada aja kelakuannya. Tapi kamu gak apa-apa kan?" Secara perlahan, Dara menyingkap helaian poni gadis itu untuk melihat luka memar di dahinya. Terlihat tak terlalu parah. Hanya sedikit bagian kulit kening yang berwarna kebiruan.
"Gak apa-apa kok. Cuma bengkak dikit. Nanti juga sembuh sendiri."
"Coba sini." Digenggamnya kepala gadis remaja itu sambil meniup lembut luka memar di dahinya. Lalu menatap wajahnya dengan sejajar. Tatapan itu kian membuat Andhin gugup. Jantungnya berdegup kencang kala wajah Dara semakin mendekat.
"Andhin. Kamu udah ngantuk belum?"
Yang ditanya mengangguk kaku memutar bola mata ke samping. "Iya. Kita ke tenda aja."
Dengan hati-hati, keduanya menuruni tangga gardu dan segera kembali menuju lokasi perkemahan. Sudah tak ada siapapun di sana yang masih berada di luar tenda. Semua anggota rombongan sudah tertidur di tendanya masing-masing.
Baru saja membuka tenda, mereka melihat Saras sudah terlelap tidur sembari memeluk hangat tas ransel miliknya sebagai pengganti bantal guling. Namun hal yang masih cukup menyebalkan adalah posisi tidurnya yang miring dan memakan tempat.
"Eh, maneh tidurnya yang bener dong. Bagi-bagi tempat!" Nadi menepuk-nepuk paha Saras agar sang vokalis membetulkan posisi tidurnya sendiri.
Sedangkan Andhin memilih berbaring di tengah matras tenda untuk menengahi dua orang anggota band yang sering beradu ego. "Aku tidurnya di tengah aja. Biar kamu gak keganggu lagi tidurnya sama Teh Saras."
Meski sudah terbalut jaket tebal, Andhin menggigil kedinginan tak juga bisa terlelap di saat dua orang di dalam tendanya sudah tertidur pulas. Posisi tidur yang semula terlentang, kini memutar ke kiri menghadap Dara. Sambil meringkuk menahan suhu dingin, ia menatap wajah yang sudah terpejam lelap. Terus memandangnya seolah memikirkan sesuatu yang belum bisa diungkapkan.
Tak disangka, kedua mata Dara tiba-tiba membuka. Spontan Andhin terhentak kaget dan segera berpura-pura memejamkan matanya. Ia tidak tahu jika seseorang yang berbaring bersama di sampingnya pun belum tertidur nyenyak.
"Gak bisa tidur?"
Gadis yang sedang berpura-pura tertidur membuka kedua matanya lagi dengan tatapan malu-malu. "Iya. Dingin banget," ucapnya sambil menggigil dan melipat kedua tangan.
"Sini." Dagunya menyentuh kepala Andhin. Dara mendekap hangat tubuh itu dalam pelukannya. Meredam suhu dingin yang sedari tadi menyulitkan si gadis remaja untuk terlelap.
Meski merasa risih di awal, Andhin membalas pelukan itu lebih erat kala merasakan suhu tubuhnya yang lebih hangat.
"Dhin, kamu gak takut sama aku?" Dara mendesis berbisik pelan.
"Takut apa?"
"Aku gak stright."
"Kalau sama Teteh aku juga mau."
"Hahaha, kamu ini." Dara menahan tawa menanggapi ucapan itu sebagai candaan. Lagipula dalam benaknya, Andhin hanya seorang gadis remaja yang masih mencari jati diri. Sama seperti dirinya saat masih remaja.
***
Pandu berbaring santai sendirian di suasana remang-remang kamarnya seraya mengoperasikan ponsel. Melihat-lihat deretan unggahan story dari akun berbagi foto milik Andhin. Melihat cuplikan video penampilan musik dari sebuah band lokal. Juga beberapa postingan kebersamaan gadis itu dengan lima orang anak muda yang sedang berwisata.
Saat itu ia baru menyadari, Andhin telah berbohong. Alasan untuk bolos sekolah ternyata bukan untuk acara keluarga, tetapi demi pergi bersama sekelompok anggota band yang akan tampil di Yogyakarta. Unggahan singkat berjangka waktu 24 jam itu banyak menunjukan foto keakrabannya dengan Dara. Dua orang berjenis kelamin sama, tapi entah mengapa Pandu dihinggapi rasa cemburu ketika melihat deretan postingan itu.
Ibu jarinya bergerak menuju postingan di bagian feed Instagram. Melihat sebuah foto dua pasang kaki perempuan yang sedang duduk bersama dengan latar belakang pemandangan malam yang indah dari ketinggian. Jarinya meng-klik tanda hati untuk menyukai foto itu. Pandu tersenyum menyeringai masam. Ia berharap Andhin akan tersindir saat menerima notifikasi dari dirinya.
Next Chapter 🔽
KAMU SEDANG MEMBACA
About D ( Her Secret ) ✔
Teen FictionCerita Wattpad dengan visual ilustrasi di dalamnya. Andhini tak menyangka, di masa remajanya ia akan dipertemukan kembali dengan seseorang yang sempat datang di masa kecilnya. Dia adalah Dara, yang kini bersembunyi di balik nama barunya, Nadi. Nadi...