Rian berlari memasuki setiap kelas di sekolah. Tujuannya hanya satu. Mencari Adelia, si murid cupu itu. Ia tidak peduli jika dirinya lelah ataupun menjadi perbincangan murid lain. Yang jelas Rian harus bertemu dengan Adel. Secepatnya.
Sayangnya sudah semua kelas Rian masuki tapi tak ada Adel di sana. Aula, gedung olahraga, gudang, perpustakaan juga sudah Rian cari. Bahkan toilet perempuan pun tidak ada Adel. Yah walaupun Rian tadi harus menanggung malu karena memasuki toilet perempuan.
Kini Rian sampai di taman belakang sekolah. Lagi-lagi Adel tidak ada di sana. Entah kemana cewek itu pergi.
Rian menyandarkan punggungnya di pohon seraya mengatur napasnya sejenak. Istirahat sebentar untuk memikirkan ada di mana Adel sekarang. Lina dan Mika tadi juga memberitahu jika Adel belum ditemukan.
“Ck! Lo di mana sih balok es?!” Rian mengacak rambutnya frustasi. Ia harus tetap berpikir di mana tempat Adelia biasa menyendiri.
“Oh ya! Rooftop! Kenapa bisa lupa sih!”
Rian hendak melanjutkan pencariannya. Tapi langkahnya tiba-tiba terhenti begitu melihat sesuatu.
“Eh? I-Itu kan...”
Di sisi lain...
Adel duduk di atas pagar pembatas. Dirinya tengah memandangi pemandangan kota. Setelah berpuas menangis tadi, Adel memilih untuk menyendiri di rooftop sekolah. Tempat di mana ia bisa menyendiri.
“Haah.. kenapa sih hidup aku gini amat?”
Adel memejamkan matanya sejenak. Menikmati angin yang berhembus menerpa kulitnya. Rasanya ia tidak ingin pulang sekarang.
Adel jadi teringat dengan perkataan Rian di kantin. Adel tidak tahu jika cowok itu sangat membencinya hingga tega mengatainya di depan banyak orang.
Sebenarnya Adel sudah biasa dihina. Tapi entah kenapa perkataan Rian sangat melukai hatinya. Hinaan Rian begitu membekas di pikiran Adel. Harusnya Adel merasa biasa saja. Tidak perlu ada adegan tangis-tangisan. Namun air matanya mengalir begitu saja saat Rian mengolok-olok dirinya.
“Tuh kan jadi kepikiran masa lalu!” kesal Adel. Masa lalu yang ingin sekali ia lupakan harus kembali muncul.
Jika diingat-ingat nasib Adel dulu begitu malang. Pacarnya sendiri mencampakkannya demi cewek lain. Teman-teman yang selalu Adel anggap teman terbaik, ternyata hanya memanfaatkannya. Bahkan waktu itu Mama tiri Adel memukulinya dan mengunci Adel semalaman di kamar mandi karena tidak terima jika Papa Adel menceraikan wanita itu.
“Coba aja dulu—”
Brakk
Pintu terbuka dengan tidak santainya. Terlihat Rian bernapas terengah-engah dengan keringat di pelipisnya. Mata Rian membulat melihat Adel duduk di atas pagar pembatas.
“Eh! Balok es! Mau ngapain lo?! Gue tau kalo gue keterlaluan tapi gak gini juga caranya! Lo gak mikirin ortu sama sahabat lo apa?!” panik Rian. Ia takut jika tiba-tiba saja Adel melompat gara-gara perkataannya saat di kantin.
“Apaan sih kamu?! Gak jelas juga,” ketus Adel. Ia memejamkan matanya menikmati angin yang justru membuat Rian semakin panik.
“Turun lo balok es! Bunuh diri itu artinya lo gak bersyukur sama hidup lo! Jadi please lo turun sekarang, kita bicarain baik-baik.” Rian berjalan perlahan-lahan mendekati Adel. Khawatir jika ia terburu-buru, Adelnya nekat melompat. Bagaimana jika ia dituduh jadi pembunuh nanti?!
“Siapa yang mau bunuh diri sih?! Dasar aneh!” Adel perlahan turun dari atas pagar membuat Rian lega seketika. Ia membersihkan roknya yang kotor terkena debu.
“Kamu ngapain ke sini?”
Adel dibuat terkejut saat Rian tiba-tiba memberikannya setangkai bunga daisy putih yang disembunyikan di balik punggungnya.
“Nih cowok kok tiba-tiba berubah ya?”
“Gue minta maaf.”
“Hah?” Adel merasa salah dengar. Sejak kapan Rian yang keras kepala itu meminta maaf, terlebih ke cewek cupu sepertinya.
“Gue minta maaf buat kelakuan gue di kantin. Gue sadar kalo gue udah keterlaluan. Sorry..” ujar Rian menatap lekat mata Adel.
“Tunggu-tunggu! Kok tiba-tiba? Kamu tadi habis nabrak tembok ya?” tuduh Adel. Ia masih tidak percaya ada seseorang yang meminta maaf kepadanya apalagi orang itu Rian. Bagi Adel, ini pertama kalinya dan sulit untuk dipercaya.
“Gue sehat lahir batin. Jadi gimana nih? Dimaafin gak?”
Adel menjawab gugup, “I-Iya..”
“Kalo lo maafin, ambil dong bunganya.”
Adel mengangguk pelan. Ragu-ragu tangannya menerima bunga daisy putih pemberian Rian. Entah kenapa cowok itu menjadi romantis seperti ini walau Adel sendiri geli melihatnya.
“Jangan marah lagi ya?” tanya Rian dibalas anggukan Adel.
“Jangan nangis lagi.”
“Hm.”
“Jangan suka ngilang.”
“Hm.”
“Jangan bunuh diri..”
“Ck! Iya! Aku gak senekat itu!” bentak Adel.
“Ya siapa tau kan...” cicit Rian pelan.
Adel sibuk memandangi bunga pemberian Rian. Bunga ini terlihat familiar di matanya.
“Kenapa ngasih bunga?”
Rian menggaruk tengkuknya yang tak gatal. “Kata Mirza, cara paling efektif buat minta maaf ke cewek tuh dikasih bunga. Karena gue tadi gak sempet ke toko, gue ambil aja bunga di taman belakang. Hehe, gak.. papa kan?”
Adel mati-matian menahan dirinya agar tidak tertawa. Rian benar-benar cowok unik menurut Adel. Pantas saja Adel tadi merasa pernah melihat bunga ini.
“Oh ya, tuh kamera buat apa?” Adel menunjuk sebuah kamera yang talinya dikalungkan di leher Rian.
Rian melirik kameranya. “Tadi ketemu di semak-semak. Gak tau punya siapa tapi kayaknya tuh orang stalker deh,” bisik Rian.
“Hah?! Stalker apa?”
Rian mendekat ke arah Adel untuk mendekat. Ia memperlihatkan foto-foto di dalam kamera yang dipegangnya.
Mata Adel membulat melihatnya. Rian benar. Mungkin pemilik kamera ini adalah seorang stalker. Buktinya, banyak foto-foto Adel di sana. Termasuk foto Lina dan Mika. Bahkan foto Rian juga ada.
Apa maksud orang ini memotret Adel dan sahabat-sahabatnya? Adel jadi merasa takut sekarang.
“Eh, kita balik yuk. Ntar dikira bolos lagi,” ajak Rian seraya melirik jam tangannya.
“Terus kameranya gimana?”
“Biar gue urus. Ayo,” Rian menarik tangan Adel untuk segera ke kelas. Diam-diam Adel tersenyum kecil melihat tingkah cowok itu apalagi Rian tidak sadar jika ia menggenggam tangan Adel erat.
Tanpa disadari, sebenarnya ada seseorang memperhatikan Adel dan Rian dari jauh. Ia adalah pemilik kamera yang dipegang Rian.
“Andrian Geovanno Adhitama... anak tunggal dan penerus utama keluarga Adhitama,” gumamnya kemudian seringai licik terbit di bibir orang itu.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Andrian & Adelia
Romance{Completed} (Tahap Revisi) "Ayah ingin kalian berdua menikah." "APA? NIKAH?!! AKU GAK MAU MENIKAH SAMA DIA!!" teriak mereka berdua hampir bersamaan. Ayah mereka hanya geleng-geleng kepala melihat reaksi keduanya. "Bagaimana pun juga Pah, Adel gak m...