Time Machine

56 1 0
                                    

Cerita ini diikutsertakan ke lomba LCDP X dalam rangka ulang tahun LCDP ke-10. Baca cerita lainnya di eliteralcdp.wordpress.com.

***

"Mesin waktu adalah hal terbodoh yang pernah aku dengar," kata Aaron sambil memandangi perangkat-perangkat besi raksasa di ruangan ini yang dia sorot dengan lampu senter.

"Kalau alat ini benar bisa berfungsi apa kita bisa pulang ke rumah? Kembali ke dunia yang seharusnya seperti dulu... ," kataku.

"Gadis kecil jangan bermimpi. Besi-besi karatan begini memangnya masih bisa berfungsi. Mereka menciptakan perangkat ini untuk memperbaiki dunia ini. Tapi pada akhirnya mereka memperebutkannya dan menghancurkan dunia. Ironis," kata Aaron sambil tertawa sinis.

"Cih, apanya yang mesin waktu. Ini hanya senjata pembunuh masal," kata Claude, pria muda yang hanya terpaut satu tahun di atasku. "Ini hanya debuan bukan karatan. Dasar orang tua."

"Apa katamu! seru Aaron kemudian dia mendekap leher Claude dengan siku lengannya dan menyiksanya sampai dia menyerah dan minta maaf.

Aku baru mengenal mereka tidak lebih dari dua tahun. Aku merasa beruntung bisa bertemu dengan mereka sebelum aku benar-benar menjadi gila.

Tiga tahun yang lalu tempat ini 'meledak' dan mengeluarkan partikel-partikel berbahaya. Partikel itu menyebar sampai ke seluruh dunia dan merusak sel-sel manusia dan hewan. Ya, mereka semua mati, hanya kami yang masih bertahan.

Kami tidak tahu apakah sel kami juga mengalami kerusakan atau tidak. Tidak ada dokter atau siapapun yang bisa memastikan hal itu.

Tapi yang jelas dalam dua tahun ini kami tidak pernah sakit sekalipun makan makanan kaleng yang sudah kadaluarsa. Mungkin kami memang manusia pilihan seperti kata Claude. Tapi manusia pilihan untuk apa? Dunia ini sudah bisa dibilang berakhir. Kami tidak pernah melihat manusia selain kami yang masih hidup dan sampai sekarang kami terus mencari apa ada manusia lain yang masih bertahan.

"Memangnya mau apa kita di sini pak tu...ehm.. Aaron?" tanya Claude yang masih mengelus-elus lehernya.

"Entahlah, memangnya kita punya kerjaan yang lain? Mungkin ada sesuatu yang menarik di sini," kata Aaron.

Aku pernah melihat ruangan seperti ini di film-film. Semacam ruangan server untuk super komputer. Tapi ruangan ini jelas lebih rumit. Perangkat-perangkat besar yang mengintimidasi dan jaringan kabel-kabel yang terlihat semerawut tapi kalau dilihat dengan seksama sebenarnya memiliki pola yang terorganisir.

Claude meneliti salah satu perangkat yang ada di hadapannya. Dia mendekatkan wajahnya ke benda itu dan menekan sesuatu. Lampu kecil menyala di atas perangkat itu.

"Kenapa benda ini masih bisa menyala?" Claude mengeluarkan suara yang hampir melengking saking terkejutnya sambil melompat mundur.

Dia terdiam sejenak kemudian melanjutkan lagi menekan tombol-tombol di perangkat lain dengan sembarangan.

"Apa yang anak muda bodoh itu lakukan," kata Aaron sambil menggeleng.

"Tidak ada yang terjadi, kan? Mungkin kalau semua benda ini dinyalakan kita baru bisa tahu apa yang akan terjadi," kata Claude dengan santai.

Tiba-tiba kami mendengar suara seperti gonggongan serak. Arahnya dari pintu masuk. Aaron berlari keluar dengan cepat, kemudian Claude dan aku mengejar di belakangnya.

Jantungku seperti tersentak ketika sosok yang kami kejar mulai terlihat jelas. Jas putih membalut tubuhnya dan begitu dia berbelok aku bisa melihat permukaan kulitnya yang tidak terlihat seperti kulit manusia normal. Merah kehitam-hitaman seperti darah yang hangus dan mengering.

LCDP X - Time MachineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang