Sayangi aku, Mommy (side story pt.2)

78 6 0
                                    

---

"Hoseok!"

Hoseok yang sedari tadi sibuk memandangi langit-langit kamar rawatnya lantas tersentak, mendapati pintu kamarnya berderit ribut di susul kehadiran Seokjin yang menggandeng Jeongguk dan berjalan cepat menuju ke arah ranjang. Di salah satu punggung tangannya terdapat plester yang Hoseok bisa menerka untuk menutupi luka bekas infus yang sempat terpasang disana. Ia sempat mencuri dengar dari pembicaraan beberapa perawat perihal tentang keadaan seorang pasien yang mengalami shock hingga jatuh pingsan dan Hoseok yakin sekali kalau pasien itu adalah si sulung Jeon.

Hoseok mengulas senyuman, membiarkan permukaan wajahnya diraba oleh Jeongguk yang tampak luar biasa khawatir. Terus menanyakan kondisinya kala menyadari ada nassal canula yang terpasang di hidungnya.

"Hyung, apakah rasanya sakit sekali?"katanya dengan nada setengah bergetar, Hoseok menggeleng kecil."tidak, Jeonggukie. Hyung tidak apa kok."

Dan Jeongguk hanya mengangguk, mengiyakan. Walau pun masih merasa janggal. Ia di tuntun kearah sofa dan di dudukkan disana oleh Seokjin sedangkan sang kakak kembali menghampiri Hoseok yang masih mengulas senyuman di bibir pucatnya."jangan melakukan hal bodoh dan konyol lagi, Hoseokie. Bisakah kau berjanji padaku?"

"Aku tidak bisa menjanjikan apapun lagi padamu, hyung. Aku hanya tidak ingin membuatmu semakin kecewa nantinya."balas Hoseok dengan nada lirih, Seokjin meremat tangannya yang terpasang oxymeter, manik cokelatnya menatap lekat kearah manik terang milik Hoseok yang kehilangan binarnya, untuk kesekian kalinya,"maka dari itu, cukup kau tidak menuruti permintaan ibumu yang jahat itu. Dia hanya memanfaatkan semua kebaikanmu, Seokie. Dia tidak pernah menyayangimu..."

"Aku tahu, J-hyung..."air matanya meluruh tak tertahan di pipi kirinya, binar matanya semakin meredup,"tapi, hatiku terus mengatakan bahwa aku harus memenuhi permintaannya itu. Aku sudah berjanji dan bukankah lelaki itu yang dipegang itu adalah janjinya? Aku tidak bisa melihatnya bersedih dan terluka, hyung..."

"..sekali pun kau yang akan menanggung segala rasa sakit itu sendirian, begitu?"Hoseok terdiam, mengalihkan pandangannya kearah lain, kemana saja asal bukan kearah manik Seokjin yang menatapnya dengan pandangan terluka. Ia tidak ingin pertahanannya goyah karenanya.

"Jangan begini, Hoseokie. Kau membuat hatiku sakit..."kata Seokjin dengan nada sakit, Hoseok merasakan jantungnya di remas. Maniknya sudah berkaca-kaca."jangan menangis, hyung...maafkan aku yang selalu tidak pernah mengikuti semua nasihat dan permintaanmu. Aku...aku hanya terlampau mencintai mereka, hyung. Hanya itu..."

Seokjin tak membalasnya kali ini, memilih membawa tubuh ringkih itu dalam dekapannya. Membiarkan sang sahabat menumpahkan segala rasanya disana. Tanpa sadar air matanya ikut menitik. Jeongguk yang tidak bisa melihatnya, namun tetap merasakan sakit yang sama. Ia tahu, kalau kedua hyungnya tengah berbagi rasa sakit mereka. Menundukkan kepalanya dalam-dalam. Tidak ingin kalau sampai mereka menyadari kalau iapun ikut menangis bersama mereka. Ia tidak ingin menambah rasa sakit yang mereka rasakan. Sudah terlalu banyak. Sudah cukup.

Terkadang, si bungsu Jeon bertanya-tanya dalam benaknya, tentang mengapa kehidupan mereka bertiga begitu buruk. Mungkin hanya secercah rasa bahagia yang sanggup mereka cecap sebelum akhirnya kembali dirundung nestapa. Entah kebahagiaan yang akan mereka dapatkan jika bisa melampaui semua kesakitan ini dengan baik, Jeongguk tidak ingin berharap banyak lagi. Sekali pun bisa, ia hanya ingin Hoseokie-hyungnya bisa sembuh. Apakah harapannya itu bisa terkabul?

Entahlah...

.

.

"Aku tidak membubuhkan tanda tanganku jika itu kau, Kim Namjoon."Sunny berkata dengan nada mutlak sebelum akhirnya beranjak pergi dari ruang rawat Namjoon yang kini tertunduk lesu di ranjangnya. Lagi-lagi, ia mendapatkan penolakan setiap kali ia meminta ijin untuk menjadikan dirinya pendonor bagi si bungsu Min. Sunny hanya tidak ingin kehilangan peninggalan berharga dari sang adik selain Kim Taehyung. Namjoon sudah ia anggap ponakan kandung yang harus ia jaga dan ia sayangi dan bersikeras untuk selalu menolak segala bentuk bujuk rayunya untuk menjadi pendonor. Masih ada yang lebih pantas, katanya dan Namjoon tahu sekali itu siapa. Itu adalah Min Hoseok, sahabatnya dan ironisnya adalah kakak kandung dari Jimin, anak yang telah wanita itu lahirkan dengan bertaruh nyawa.

Ya, mungkin semua perjuangan itu harus mendapatkan balasan dan sahabatnya itu membalasnya dengan sangat mahal, jika menuruti permintaan sang nyonya Min, yaitu; nyawanya sendiri.

Namjoon menyandarkan tubuh lemasnya di kepala ranjang. Kepalanya terasa berdenyut sakit. Tangannya terulur untuk memijat lembut keningnya yang di bebat oleh perban. Pada akhirnya, ia membiarkan para tenaga medis mengobatinya setelah mendapatkan ceramah panjang dari Kyuhyun maupun Joonghyuk. Untunglah, keadaannya tidak separah yang di perkirakan dan besok lusa ia pun sudah bisa pulang ke rumah. Lain halnya dengan Hoseok, sang sahabat masih harus menjalani serangkaian pemeriksaan sampai kondisinya stabil. Kyuhyun dan Tiffani mengawasinya dengan sangat ketat, bahkan hanya beberapa orang temannya yang di perbolehkan untuk masuk ke ruangannya. Dan itu hanya Jeon bersaudara lah yang mendapatkan akses tersebut. Begitulah yang di dengarnya dari salah seorang perawat yang juga membantu menangani kondisinya. Mereka sempat berbincang beberapa saat, lebih banyak membahas bagaimana keadaan Min bersaudara. Jimin sudah cukup stabil dan siap menjalani serangkaian tes terakhir sebelum akhirnya menjalani operasi pemasangan alat bantu sementara sampai si bungsu Min mendapatkan donor yang cocok.

Namjoon hanya bisa berharap, semoga si bungsu Min segera mendapatkan donor yang dibutuhkannya sehingga nyonya Min berhenti menekan Hoseok agar memenuhi janjinya pada wanita itu.

Ya, hanya itulah harapan seorang Kim Namjoon, sebagai seorang sahabat.

.

.

BANGTAN COOKIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang