Shera dan timnya memutuskan untuk kerja lembur karena proyek mereka harus diselesaikan jauh lebih cepat dari perkiraan.
"Mbak, gue duluan ya, udah ditelpon bokap, nyuruh gue ketemuan sama temennya bentar." Shera melihat Lala sudah membereskan tugasnya. Ia mengangguk. "Lo duluan aja, gue juga bentar lagi selesai."
"Nggak apa-apa, Mbak? Kantor udah sepi loh."
Shera tertawa kecil. "Lo mau nakutin gue ya? Yang ada juga lo nanti yang takut turunnya sendiri. Wong udah gelap gini."
Lala memberenggut. "Ih, Mbak Shera, nggak lucu ah lo."
Sheea tertawa. "Udah duluan aja, gue nyusul ntar." Lala mengangguk dan berpamitan pada Shera dan tim mereka. Ada beberapa orang dari timnya yang memang belum pulang.
Shera menghela napas setelah dua jam lebih berkecamuk dengan dokumen-dokumen. Ia meregangkan tubuhnya yang seakan mau patah. Shera mengedarkan pandangannya. Sial, ia sendirian.
Aduh, kok gue jadi merinding gini sih?
Shera menggelengkan kepalanya untuk mengusir pikiran buruknya. Ia bergegas membereskan barang-barangnya. Ia sediikit merinding ketika mendengar langkah kaki di lantai gedung itu. Ia bukan wanita yang penakut, namun...
"Ra."
"Damn it!" Shera terlonjak kaget ketika seseorang menepuk bahunya. Ia membalikkan badannya dan melihat Genta menatapnya heran. "Kenapa?"
Shera ingin menyumpah serapahinya. "Lo!" Sabar, Ra. Sabar... "Kamu ngagetin saya."
Genta menatapnya dengan tatapan geli. "Saya kira kamu nggak akan kaget."
Shera ingin memaki Genta. "Ta!"
"Iya-iya, maaf." Genta menyodorkan minumn ke arahnya. "Macchiato?"
Shera menghela napas. Jika ini usaha Genta untuk menyogoknya, maka ia berhasil "Thanks."
"Kamu ngapain ke sini?" tanya Shera ketika mereka berada dalam lift yang akan membawa mereka turun.
"Kata Ravael, kamu lembur. Makanya saya ke sini. Siapa tau kamu butuh pendamping." Genta mengerling jahil. Entah darimana keberaniannya untuk menjahili Shera, mungkin karena ia sudah tidak merasa canggung lagi di sisinya.
Shera tidak protes ataupun banyak bertanya lagi hingga mereka sampai di dalam mobil Genta. "Selera musik kamu masih ya, jelek." Shera mengejek. Genta menggeleng tidak terima."Maaf ya, Ra. Tapi saya nggak terima kalau ada orang yang bilang gitu ke saya."
"Halah, terima aja, Ta. Avi juga bilang kalau lagu-lagu Papanya nggak enak didenger." Genta meliriknya dengan tatapan protes.
"Enak aja. Gini-gini juga, saya pernah jadi suami kamu, ya."
Eh?
Genta menutup mulut ketika dirasa ia keceplosan.
"Eh maaf, Ra. Saya nggak--"
Percakapan mereka terhenti ketika mobil Genta berhenti tiba-tiba.
"Loh, kenapa?"
***
Shera sebenarnya ingin mengumpat, namun sebisa mungkin ia tahan. Nggak, lo nggak boleh ngumpat. Dosa lo udah banyak, jangan nambah-nambah lagi, gadis batinnya mengingatkan.
Mobil Genta mogok. Iya, itu yang ingin membuatnya memarahi pria ini. Dan, ketika Genta menyuruh orang suruhannya membantu mereka, Genta memilih untuk meninggalkan mobilnya begitu saja dengan dalih; pasti diurus sama mereka, Ra. Tenang aja.
KAMU SEDANG MEMBACA
L'amour L'emporte [Complete]
General Fiction"I don't see any reason why we have to be together, still." "But, i still want you. That's the only reason." *** Sheravina Anjani Sanjaya tidak percaya lagi pada suaminya--Gentahardja Revan Subroto setelah semua hal yang telah dilakukan oleh pria it...