= Gengsi ; 14 =

115 11 5
                                    

÷ Budayakan follow sebelum baca! ÷
÷ Voment kalo udah selese baca, ya! ÷
💕 LopLop 💕

...

Rara menutupi kedua telinganya dengan bantal. Gadis itu merasa terusik dengan suara klakson diluar rumahnya. Rara berdecak kesal, lantas menutupi seluruh badannya dengan selimut, berusaha untuk kembali tidur.

"Ra? Rara?"

"Apasi ah ganggu aja!" Seru Rara kesal. Rara menatap Rama, lalu segera membuang wajah.

"Apa?" Tanya Rara ketus.

"Itu, diluar ada temen lo. Katanya mau jemput elo. Buruan mandi, siap-siap. Kasian dia nungguin."

Rara tak mendengarkan perkataan sang abang. Ia malah kembali menarik selimut, lantas berusaha untuk kembali tidur.

"Tamara..."

"Emang sekarang jam berapa sih bang?" Tanya Rara frustasi. Gadis itu jengah. Ia hanya berharap, hari ini akan kembali seperti semula. Tanpa ada Arga tentunya.

"Jam enam lewat lima belas."

"Buset, itu yang jemput gue gak bisa baca jam kali, ya?"

Rama hanya berdecak kecil. "Yauda sih siap-siap aja. Gue suruh dia masuk dulu bentar."

"Emang siapa sih bang? Rajin bener jemput gue. Iya tau gue cantik, diperebutkan cowok-cowok juga. Tapi gak usah jemput gue pagi-pagi gini juga."

"Daripada lo banyak bacot, mending lo mandi. Terus sarapan, terus berangkat sekolah. Selese kan urusan lo?"

Rara menatap Rama yang balas sewot kepadanya. Rara menyibak selimut dengan kesal, lantas melemparnya ke sembarang arah.

"Jangan bilang yang jemput gue sekarang si setan." Batinnya kesal.

🌻🌻🌻

Rara berjalan santai menuju ruang tamu. Gadis itu memperbaiki ujung seragamnya sejenak, hingga akhirnya gadis itu mendongak.

Gadis itu terbelalak. Ia tidak menyangka, perkataannya pagi tadi menjadi kenyataan.

"Gue... mimpi, kan?" Gumamnya tanpa sadar.

Sedangkan cowok itu sudah tertawa.

"Kenapa? Gak pernah dijemput cowok seganteng gue?"

Rara tersadar. Gadis itu mengerjap beberapa kali, hingga akhirnya jiwa "singa" nya kembali keluar.

"Lo ngapain disini? Tau rumah gue juga darimana?"

Cowok itu, Arga, tertawa. Membuat gadis didepannya ini kesal memang sudah menjadi hal yang menyenangkan baginya sendiri. Melihat wajah Rara yang merah padam menahan amarah selalu menjadi hal yang lucu bagi Arga Angkasa.

Merasa pertanyaannya tidak dijawab, Rara merengut. Gadis itu menghentakkan kakinya beberapa kali, merengek pada sang abang.

"Abaaangggg, gue ikut elo aja yaaa?" Pintanya memelas dengan nada manja. Arga yang melihat itu, mendadak diam. Mendengar nada manja Rara pada sang abang, ntah kenapa membuat Arga merasakan hal yang aneh. Dan ia— nyaman dengan rasa itu.

Sang abang, Rama, berjalan mendekati Rara dengan wajah jengah. Cowok berwajah tegas itu menatap Rara sejenak, lantas bertanya lewat sorot matanya.

"Emang kenapa? Itu temen lo mau diapain kalo lo ikut gue?"

"Yaudah terserah dia. Lagian, gue gak minta dia jemput gue kok." Sahut Rara tanpa beban. Tak sadar cowok yang sedari tadi jadi bahan pembicaraan dua adik kakak itu sudah mengeraskan rahangnya.

Rama menatap Arga, cowok itu tersenyum tipis, meminta Arga untuk memaklumi tingkah laku adiknya ini. Rara yang melihat itu juga ikut-ikutan melihat Arga. Cewek itu menatap Arga sekilas, lantas tersentak kaget saat cowok itu balas menatapnya dengan tatapan tajam. Buru-buru Rara kembali melihat wajah Rama, yang ternyata cowok itu juga sudah menatapnya.

"Kasian dia, Rara. Dia udah capek-capek kesini buat jemput lo, dan lo dengan mudahnya bilang ikut gue aja?" Tanya Rama, menggurui.

Rama menatap Arga, "nama lo tadi... Arga kan?" Arga hanya mengangguk sebagai jawaban.

Rama manggut-manggut, kembali menatap Rara. "Ikut dia, ya?" Pinta Rama, terlihat memelas.

Ya kan ada untungnya juga. Jadi Rama bisa menjemput Thia, lalu bisa berduaan sejenak.

Rara menatap Rama kesal, "gak mau, abang!"

Rama mengusap wajahnya gusar. Cowok itu menatap Arga, lalu beralih menatap Rara.

"Bang Rama gak bisa nganterin Rara. Jadi, ikut temen Rara dulu aja, ya?"

Rara terdiam. Sudah hampir setahun Rara tidak mendengar Rama berkata seperti itu lagi, saat Rama menyebut dirinya sendiri dengan sebutan "Bang Rama" dan memanggil Rara dengan namanya, tidak memakai embel-embel "Gue" dan "elo".

Seperti masa kecilnya dulu.

Rara menelan ludah. Jika sudah begitu, maka tandanya Rama sedang sangat memohon kepada Rara. Menolaknya sama saja membuat hati Rama terluka.

Rara berdecak kecil, lantas segera berjalan menjauh dari Rama dan meninggalkan Arga. Arga dan Rama yang ditinggalkan begitu saja jadi bingung, lantas saling bertatap-tatapan.

"He, setan! Kalo mau nganterin gue ya cepet, jangan diem disitu!" Seru Rara agak keras dari luar, membuat Arga juga Rama sedikit terkejut.

Arga menatap Rama, Rama yang ditatap oleh Arga hanya mengangguk, mengizinkan cowok itu pergi. Arga menghela nafas, segera pamit.

"Gue duluan ya, bang. Maaf udah ngerepotin."

Rama tersenyum, "jaga Rara baik-baik, gue percaya elo."

Arga balas tersenyum, "selalu gue jaga, bang."

...

Voment!
Voment!
Voment!
Voment!
Voment!

GENGSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang