Sānshíyī

34 2 0
                                    

Happy Reading!

-II-

Gadis bersetelan kaos oblong ukuran pria berwarna abu-abu dan sweetpants hitam itu baru saja keluar kamar mandi menyelesaikan ritual mandinya.

Ia menggosokkan selembar handuk kecil pada surai panjang cokelatnya. Gadis itu mendengus mencari kacamatanya, selalu saja begitu lupa menaruh kacamata.

Gadis itu sudah akan menangis karena perih yang ia rasakan di kedua matanya ketika sebuah benda familiar ia temukan di atas ranjang queen size berbalut sprei Juventus.

"Emang gue goblok sih."

Bukan Ezzura Nathania Avarell namanya jika duduk di depan meja rias untuk memakai skincare kenamaan yang biasa dipakai remaja kekinian. Zura hanya menyisir rambutnya malas dan membiarkannya terurai, dengan sebuah bando hitam polos menyangga poninya.

Zura bukannya tidak tau sama sekali mengenai dunia skincare ia justru sangat tau karena ibu dan sahabatnya adalah dua jenis manusia yang mendewakan barang tersebut.

Ia sering dibelikan ibunya, bahkan Hazel juga sering memberikan Zura secara cuma-cuma. Zura tidak menolaknya, mau menolak juga rasanya tidak ada gunanya kan? Mereka pasti akan memaksanya. Gadis blasteran China-Korea-Indonesia itu hanya akan memakainya dalam keadaan mendesak. Apabila sebuah jerawat tumbuh, kulit wajah mulai terasa kusam dan lainnya.

Selebihnya Zura hanya akan menggunakan sabun muka biasa dan liptint tipis. Ia tidak memakai bedak karena Zura merasa dirinya sendiri mengerikkan ketika memakainya, bukan apa-apa wajahnya akan terlihat sepucat mayat bukan? Bila ditambahi bedak setipis apapun itu.

"Kak! Buruan turun ayah udah pulang."

Zura segera beranjak keluar kamar, menemukan Alvin yang melewatinya begitu saja tanpa sekedar menoleh dan berlali menyalip adiknya itu untuk menuruni tangga.

"Sudah bunda bilang berkali-kali kalau naik turun tangga jangan berlari!" Shofie tampak terkejut hebat melihat anak perempuannya dengan begitu lincah berlari menuruni tangga rumah mereka.

"Maaf bunda hehe." Zura bergerak menyusul ibunya, mencium pipi wanita itu sekilas lalu beranjak menuju kursi meja makan.

"Enak banget baunya." Alvin ikut menimbrung dan duduk santai di sebelah Zura.

"Kita tungguin ayah sebentar ya, masih mandi."

"Okedeh!" Zura dan Alvin kontan tersenyum senang dan membicarakan lebih tepatnya memperseterukan banyak hal sembari menunggu ayah mereka selesai bersiap.

"Al masak temen-temen gue pada nanyain lo."

"Nanyain gimana?"

"Ada deh!" Alvin mendengus gemas ia mencubit pipi Zura dengan kasar membuat si empunya mengaduh kesakitan.

"Bunda! Alvin nih!"

"Sudah-sudah ayah sudah selesai itu loh. Ayo kita makan!"

"Selamat malam ayah!" Zura berseru senang. Akhirnya sang ayah dan ibu memiliki waktu senggang di sela-sela jam praktik mereka.

"Anak ayah kok pada senyam-senyum semua?"

"Iyadong yah. Ini nih Alvin punya pacar baru."

"Ih. Apa-apaan." Alvin merasa tidak terima, lelaki itu bergerak ingin mencubit pipi Zura kembali sebelum Shofie bergerak melerai.

"Sudah-sudah ayo makan."

Keluarga kecil itupun bergerak menikmati makan malam hangat mereka yang sudah lama dirindukan.

Selesai makan dan menonton tv bersama sambil membahas keseharian mereka Zura dan Alvin kembali ke kamar masing-masing untuk tidur karena jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Tadi memang mereka membicarakan banyak hal terutama kepada sang ayah yang sangat antusias mendengar cerita Zura dan Alvin yang sedikit-sedikit mau menceritakan kehidupan sekolah dan musiknya. Anak itu memang terlampau pendiam.

Setelah memasuki kamarnya, Zura tidak langsung tidur ia hanya ingin menikmati angin malam sebentar. Zurapun segera mengambil handphone, headseat, dan novel yang belum sempat ia tuntaskan. Zura keluar kamarnya dan menuju sebuah tangga di ujung koridor lantai dua. Gadis itu melangkah naik dan menyalakan lampu ketika sudah sampai di ujung tangga. Sebuah gudang luas yang cukup tertata rapi tertangkap oleh indranya. Zura segera melangkah lagi menuju sebuah tangga lain di sudut kanan gudang, tangga kayu kecil yang tidak cukup mudah dilihat oleh mata jika tidak jeli. Gadis itu tanpa takut menaikinya seperti sudah hafal dengan jalurnya. Sesampainya di ujung tangga Zura tersenyum senang.

Sebuah perkebunan kecil hidroponik milik ibunya memanjakan matanya. Ia bergerak menyibak sebuah pot bunga mawar dan menemukan sebuah tombol di sana. Zura menekannya, membuat atap yang awalnya menutupi kebun kecil tersebut membuka perlahan. Menampilkan pemandangan langit yang sedang sangat cerah di atas. Bulan purnama dan taburan banyak bintang.

Gadis itu berjalan menuju sisi lain perkebunan tersebut. Mendudukkan dirinya di sebuah sofa lapuk yang ia dapatkan bersama adiknya Alvin. Ya. Zura menemukan tombol tersebut bersama Alvin tanpa sepengetahuan ibunya, pasti ibu mereka tidak memberitaukan hal ini karena takut Zura dan Alvin membuatnya sebagai mainan. Tolonglah, mereka sudah besar.

Mengingat Alvin, Zura segera berniat menghubungi adik kecilnya itu ketika sebuah suara dari arah tangga mengejutkannya.

"Aku udah ngira kakak di sini."

"Baru aja mau kakak chat."

"Sini Al, gue mau curhat."

Alvin mendengus mendengar permintaan kakaknya namun tak urung lelaki itu tetap mengindahkan perintah sang kakak.

Karena Alvin selalu tau ketika mata cokelat madu hangat itu terlihat sayu sejak sepulang sekolah tadi. Kakaknya tidak sedang baik-baik saja.

-II-

Ezzura Nathania Avarell

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ezzura Nathania Avarell

Ezzura Nathania Avarell

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Alvin J. Erick Avarell

Jangan lupa vote sama komen yang banyak yah!

Love you all!

More info

Instagram : raindaeyoo



Sincerely


Istri sah Kim Mingyu

Less Than Relationship (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang