14; Jatuh Sakit

324 88 1
                                    

"Bunda kamu udah sehat, Teduh?" Pertanyaan itu keluar dari bibir tipis milik Hawa ketika aku baru datang dan ingin menurunkan kursi.

Aku mengangguk pelan. "Udah mulai kerja dari dua hari yang lalu." Jawabku yang sedikit tidak bersemangat.

"Kamu kenapa deh? Kok lesu banget?" Tanya Hawa. Gadis itu memperhatikan ku lamat. Sepertinya Hawa sudah bisa menebak dengan tepat kalau aku sedang tidak enak badan. Tangan kanannya menyentuh keningku, lalu berkata, "UKS aja yuk. Kamu anget banget."

Aku menggeleng. Kemudian aku menaruh kepalaku diatas tangan yang terlipat. "Gak usah, itu efek tangan kamu dingin kali. Aku gak apa-apa."

"Gak apa-apa gimanaaa? Jelas-jelas itu anget banget, Duh. Kamu juga lesu." Omel Hawa yang mendelik heran. "UKS aja. Di sini ga aman—"

"Apa yang gak aman???"

Raihan yang baru saja tiba dan kebetulan melewati aku serta Hawa tiba-tiba saja menyahut kaget. Air mukanya terlihat serius dan sedetik kemudian berubah menjadi ekspresi jahil.

"Mau ngapain hayooo?" Raihan menyipitkan matanya dengan senyum yang menyebalkan. Telunjuknya mengarah ke aku dan Hawa seolah-olah kami berdua melakukan sesuatu yang jahat secara diam-diam. "Bawa narkotika ya lo? Atau miras? Jangan-jangan lo ngerokok?" Tebak Raihan yang 100% ngawur.

Hawa pun mendecih tak suka. Sontak, gadis itu meraih buku tulis di atas mejanya, lalu menggunakan benda itu untuk menimpuk Raihan berkali-kali.

"Adam, Adam, Adam! Dam, Dam, Dam, Dam, Dam, lindungin gue! Oma Hawa mau mecahin pala gue! Tuh, tuh, tuh, mukanya marah!"

Begitu Adam datang, Raihan langsung berlindung di balik bahu lebar milik Adam. Raihan mengadu dengan heboh ke Adam. Sedangkan Adam hanya menatap jengah pertengkaran Hawa dan Raihan.

"Mau mati?"

Hanya dengan dua kata saja, Adam sudah mampu menghentikan pertengkaran Raihan dan Hawa. Aku tertawa melihat wajah Raihan dan Hawa yang sama-sama takut. Hawa mendecih sekali lagi ke arah Raihan sebelum akhirnya duduk dan kembali memintaku untuk ke UKS saja.

"Gapapa, Hawa. Aku udah minum obat kok sebelum berangkat." Jawabku berusaha menenangkan Hawa yang tak lelah untuk menyuruhku ke UKS.

Brak!

Hampir seisi kelas menaruh atensi ke meja belakang Hawa. Ya, Raihan. "Kan gue bilang! Lo berdua melakukan tindakan kriminal!" Heboh cowok itu dengan mata melotot serta jari telunjuk yang mengarah ke aku dan Hawa.

Untuk kedua kalinya, Hawa memukul Raihan lagi dengan buku tulis. "Ngawur banget lo! Obat panas bukan narkotika, bego!" Umpat Hawa sudah dipuncak emosi.

Raihan meringis kesakitan. Tangannya berusaha menghalangi kepalanya dari serangan pukulan Hawa. Aku pun buru-buru menarik tangan Hawa supaya ia berhenti memukul Raihan.

"Udah, Hawa. Biarin aja. Raihan juga cuman bercanda." Ujarku menenangkan.

"Tuh! Dengerin apa kata Tuan Puteri!" Kompor Raihan yang tampaknya senang karena sudah ku bela.

Hawa memutar bola matanya malas. Ia sudah jengah ketika Raihan memanggil aku dengan sebutan itu. Katanya sih geli. Dan Hawa semakin kesal lagi saat aku membiarkan Raihan memanggil diriku dengan sebutan itu.

"REHAAAN!"

Suara bariton itu menggema di ruang kelas. Dari jendela kelas, ada sosok Fajar dengan tangan memegang sepatu futsal. Fajar ini teman SMP-ku dulu. Sempat satu kelas juga ketika kelas 9. Tetapi saat SMA kami tidak akan sekelas karena beda jurusan.

"Ini sepatu lo!" Lanjutnya.

"Lempar sini!" Suruh Raihan yang sedetik kemudian merentangkan tangan dengan lebar bersiap menangkap. "Lempar satu-satu!"

Namaku, Teduh ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang