(19) Glorious

16K 2.1K 320
                                    

Jujur saja, aku tak melihat satu pun tanda-tanda Revalina jatuh cinta kepada Boon. Kurasa itu berlebihan. Dalam film-film, hanya cowok kaya yang jatuh cinta kepada cewek kaya dan miskin. Namun cewek kaya jatuh cinta kepada cowok kaya dan ganteng. Agak-agak di luar dugaan kalau penguasa setengah Hadiputra Group jatuh cinta sama sopirnya sendiri.

Kecuali referensi filmku kurang banyak. Atau aku perlu menonton sisa DVD telenovela ibuku untuk melihat jalan cerita yang lain?

Kira-kira Maria Cinta Yang Hilang itu soal cewek kaya jatuh cinta sama sopir bukan, ya?

Sepanjang perjalanan menuju Jakarta, Revalina selalu duduk dan bersenda gurau bersama Pak Suseno dan Pak Handi. Terlihat betul Revalina seorang host yang baik karena selalu bisa mengobrolkan topik-topik di luar pekerjaan. Tidak seperti Raven.

"Harusnya istri Pak Suseno ketemu aku, Pak," katanya ramah. "Supaya dia bisa belajar masak sama aku. Kemarin di Bali aku ikut kelas memasak hidangan Italia. Lumayan lah bikin variasi spageti buat di rumah."

Eksistensi Revalina di sebuah ruangan membuat ruangan itu tampak cerah dan bersinar. Aku menduga, kalau Revalina lewat kuburan malam-malam, suasana sekitar dirinya berubah menjadi siang hari saking dia menebar kebahagiaan di mana-mana. Dan aku percaya Revalina setulus itu, sehingga kuakui Raven berkata yang sejujurnya soal Revalina di Bukit Love.

Namun sampai kami tiba di bandara, tak sekali pun kulihat Revalina mencuri waktu bersama Boon. Cowok imut itu tidur sepanjang perjalanan dan langsung memanaskan mobil begitu kami mendarat. Mobil yang terpaksa ditinggalkan di bandara gara-gara dia secara mendadak harus ikut ke Karimunjawa.

Jadi sampai esok harinya, aku belum 100% percaya pada kata-kata Raven. Apalagi soal Boon.

* * *

Hari ketika aku masuk kembali ke High End aku kebagian shift siang. Di toko ini, kami mengganti shift setiap satu atau dua minggu sekali. Aku sedang beruntung karena pada saat yang sama, Yuni maupun Anwar kebagian shift siang. Kami akan masuk mulai pukul dua dan menyelesaikan pekerjaan pukul setengah sebelas malam.

Menjelang pukul tujuh, kami bertiga berhasil meyakinkan Tabita maupun Bagus untuk menggantikan kami selama kami menyelinap ke Sushi Tei untuk makan malam.

Aku yang traktir.

"Aaargh! Gue nggak sabar lagi!" Yuni melompat-lompat kecil sambil melongokkan kepala ke dalam restoran. "Ini bakal jadi pengalaman Sushi Tei pertama gue dalam hidup."

"Yaolo ... situ pernah kerja di Segarra tapi belum pernah ke Sushi Tei? Alemong."

"Gue dapat duit dari Segarra juga buat menyambung hidup, Nek. Bukan buat dinner di Sushi Tei." Yuni menoyor kepala Anwar. "Eh, di Sushi Tei tuh ada capcay nggak? Capcay masakan Jepang bukan, sih?"

Seorang petugas berpakaian krem dengan earphone 'bermikrofon' muncul ke depan restoran. "Atas nama Yunita?"

"HADIR! HADIR! DI SINI!" Yuni langsung melayang mendului kami ke dalam restoran Jepang itu.

Tentu saja ini juga menjadi pengalaman pertamaku ke Sushi Tei. Kabarnya di sini ikannya mentah. Aku belum pernah makan ikan mentah. (Tapi babi sih sudah.) Aku sudah menduga aku bakalan kampungan, tapi seenggaknya aku melewatkannya bersama dua orang kampungan lain. Nggak akan ada cowok jangkung yang menoleh sambil mengerutkan alisnya lalu bilang, "What are you doing, Monika?"

Bayaranku untuk perjalanan ke Karimunjawa kemarin belum kuterima. Itu pun gara-gara aku nggak bersedia memberikan info rekening tabunganku. Kejadiannya saat kami turun dari pesawat dan berjalan menuju terminal penumpang (kami tidak melewati gedung yang kemarin karena ada VIP movement, katanya sedang ada Presiden Jokowi di sana).

Crazy Rich Man Who Controls EverythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang