🎼 ㅡ Hanya sebatas teman

48 11 1
                                    

It's like i'm going to fall somewhere

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

It's like i'm going to fall somewhere.

🌻
Happy Reading
🌻

Edelweiss dan Haechan bersiap di pinggir panggung. Satu penampilan lagi giliran mereka. Edelweiss sangat gugup kali ini, sedangkan Haechan hanya sedikit.

"Bilur makin terhampar... Argh! kenapa aku gugup banget, Chan ...."

"Tarik napas ...."

Edelweiss mengikuti penuturan Haechan.

"Buang pelan-pelan ...."

"Huhh ... emm masih gugup."

"Sini peluk."

"Nggak, nanti tambah gugup yang ada."

Haechan terkekeh pelan lalu merangkul gadis itu.

"Penampilan selanjutnya, utusan kelas 11 IPA 1, Stephina Edelweiss dan Haechan Danuar Fahreza!" sambut sang MC melalui mic. Edelweiss dan Haechan naik ke atas panggung dan langsung mendapat tepuk tangan riuh dari para penonton.

"EDELWEISS HAECHAN AKU PADAMU!" teriak Jaemin.

"WAAAAAA ADEK GUE ITU WOY!" sahut Jeno tak kalah keras.

Edelweiss dan Haechan duduk di kursi yang sudah disediakan. Penonton yang awalnya riuh menjadi hening saat mendengar alunan soft dari petikkan gitar Haechan.

"Bilur makin terhampar,
Dalam rangkuman asa,
Kalimat hilang makna,
Logika tak berdaya."

Penonton seolah-olah terbius dengan lirik yang dinyanyikan Edelweiss.

"Di tepian nestapa,
Hasrat terbungkam sunyi,
Entah aku pengecut,
Atau kau tidak peka."

Pandangan Haechan tak pernah lepas dari gadis di sampingnya itu. Perasaannya menghangat saat melihat gadis itu tersenyum manis.

"Ku mendambakanmu, mendambakanku ...."

"Bila kau butuh telinga tuk mendengar, bahu tuk bersandar, raga tuk berlindung ...." Edelweiss melihat Mark yang berdiri dibarisan paling depan, menatapnya dengan senyum kecil.

"Pasti kau temukan aku di garis terdepan ...." Edelweiss kini menatap Haechan di sampingnya.

"Bertepuk dengan sebelah tangan," lanjut Haechan. Penonton bertepuk tangan meriah karena Haechan mencubit pipi Edelweiss saat menyanyikan bagiannya. Seseorang merangkul Mark, mencoba menghiburnya.

"Mereka cuman tampil," kata Jeno.

"Bukannya lebih bagus lagi kalau emang masing-masing dari mereka bisa lebih dekat?"

Jeno menepuk pundak Mark dan tersenyum kecil. Mark tidak mau terlihat lemah, meski dadanya kini menahan sesak. Bagaimanapun juga, ia mencintai Edelweiss dan ia ingin Edelweiss menjadi miliknya.

Pulau Jingga ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang