2

9.6K 1.3K 479
                                    

"Haruskah Haechan yang pergi? Tidak bisa Herin saja?"

Johnny menatap Doyoung yang terlihat sangat cemas malam ini. Johnny menghela nafas pelan, "Sayang, kita sudah membicarakan ini sejak Haechan belum menjadi bagian keluarga kita. Haechan memang di persiapkan untuk ini."

Doyoung menatap suaminya dalam, air mata sudah menggenang di pelupuk matanya, "Tapi dia anakku!"

"Dan Herin juga anak kita! Kau rela mengorbankannya? Ingat bagaimana usaha kita untuk mendapatkan Herin?"

"Tapi Haechan--"

"Doyoung, kuingatkan sekali lagi. Haechan memang kita persiapkan untuk ini. Jangan berfikir untuk mundur dan menyerahkan Herin. Ini belum waktunya."

Doyoung memandang suaminya nyalang, "Lalu kau fikir aku rela mengorbankan anakku? Haechan aku rawat sejak bayi! Aku tidak rela anakku menjadi tumbal seperti ini!"

"Lalu kau mau anak kita yang menjadi tumbal? Iya?!"

"Haechan juga anakku!!"

"BEGITUPUN AKU!"

Johnny terengah setelah ia mengeluarkan emosinya. Dia menatap Doyoung yang kini jatuh tenggelam dalam tangisannya. Johnny menatap istrinya, "Haechan juga anakku Doyoung-ahh, aku yang menggendongnya di pundakku saat dia kecil. Aku juga ada disana bersamamu menyaksikan dia tumbuh dewasa."

"Tapi kenapa harus Haechan?"

"Karena dia memang di persiapkan untuk itu. Kumohon Doyoung-ahh, jangan goyah. Sedikit lagi, dan kita akan terbebas dari segalanya."

.

.

.

Haechan duduk tenang disamping kemudi. Mark yang tengah mengemudi pun ikut terlarut dalam keheningan yang Haechan buat. Dia memfokuskan pandangannya pada jalan raya, mengantarkan Haechan pulang dengan selamat adalah tujuannya malam ini.

"Apa persiapannya akan rampung? 2 minggu bukan waktu yang lama."

Mark melirik Haechan yang baru saja bertanya padanya. Mark mengangguk mantap, "Minggu depan kita akan mencoba baju pengantin."

"Secepat itu?"

Mark mengangguk mantap, "Ya, kau tinggal terima beres saja."

Haechan ingin menolak. Ia ingin mengurus dan mengatur pernikahannya sendiri. Ia ingin ada sentuhan tangannya di acara sakralnya itu. Tapi rasanya tak mungkin mengingat bagaimana keluarga Mark dan keluarganya sendiri.

"Haechan?"

"Ya?"

"Besok luangkan waktumu, kita akan melihat rumah yang akan kita tempati setelah menikah."

"Aku selesai jam 4 sore--"

"Bisakah kau berhenti dari pekerjaanmu sekarang?"

"Maaf?"

Mark membasahi bibirnya, "Aku ingin kau berhenti dari pekerjaanmu dan diamlah dirumah. Aku ingin begitu aku pulang dari kantor kau siap menyambutku bukan berada dalam perjalanan sepulang bekerja juga."

Haechan terdiam sebentar, "Bisakah itu nanti saja?"

Mark terlihat berpikir, "Saat kau hamil aku mau kau berhenti, bagaimana?"

Hamil ya?

Haechan menarik nafasnya pelan lalu mengangguk, "Baiklah."

.

.

.

"Haechannie? Bagaimana? Apa Mark baik padamu?"

Sampai Aku Menutup Mata [MarkHyuck]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang