16. Deep talk (1/2)

544 38 3
                                    

Hujan turun ketika Zania terbangun dari tidur panjangnya. Hal pertama yang ia rasakan adalah pusing yang langsung menyerang kepalanya. Zania berusaha mendudukkan badannya. Jam menunjukkan pukul 23.15. Ia terkejut. Rekor terbarunya, tidur selama 14 jam karena tadi saat ia sampai dirumah pukul sembilan pagi. Pantas saja kepalanya terus berdenyut. Ia juga melewatkan sarapan, makan siang dan makan malam.

Zania mengecek ponselnya yang berada di nakas. Ponselnya mati. Saat berusaha berdiri, sakit di perutnya mulai terasa. Maag nya kambuh. Akhirnya ia memutuskan untuk keluar dari kamarnya, untuk berkelana mencari makan.

Rumahnya sudah gelap. Hanya lampu hias di lorong kamar dan lampu gantung di atas tangga yang menyala. Tubuhnya benar-benar sedang tidak enak. Rasa sakit di kepalanya belum reda, di tambah sakit perut akibat maag.

"Ayo Ni, bisa! Dikit lagi nyampe!" Ucapnya menyemangati dirinya sendiri.

Satu hal yang saat ini ia syukuri saat ini adalah dapur tepat berada di sayap kanan dari tangga utama rumahnya. Ia langsung mengisi gelas dengan air dingin dari kulkas. Tiba-tiba sakit dikepalanya semakin menjadi. Dan hal terakhir yang ia ingat adalah seseorang berlari kearahnya. Kemudian semua gelap.

———

"Kalo mau berisik mending kalian berdua pulang. Lagi juga ngapain sih rame-rame kesini? Ini bukan hotel." Jana menceramahi kedua anak lelakinya.

Dari tadi, tidak henti-hentinya mereka bertengkar karena salah strategi di permainan online yang sedang mereka mainkan.

"Haus." Terdengar suara dari ranjang rumah sakit.

Dengan sigap, Jana langsung memberikan minum kepada putrinya yang sedang berbaring di ranjang rumah sakit. Ya, Zania langsung dilarikan ke rumah sakit saat pingsan.

"Apanya yang sakit?" Vano langsung duduk di samping Zania. Zania hanya terdiam memperhatikan televisi yang sedang menampilkan berita yang tadi di saksikan oleh Jana.

"Nia mau makan apa? Ayah beliin." Ucap Richard. Zania hanya menggeleng pelan, kemudian meringis. Sakit kepalanya masih ada, walaupun tidak sesakit tadi. Jana yang panik, langsung menekan tombol untuk memanggil suster.

"Selamat malam. Kepalanya masih pusing atau perutnya masih sakit?" Tanya seorang suster perempuan, yang usianya kisaran pertengahan 20-an, sambil mengecek selang infus.

"Pusing." Jawab Zania dengan pelan dan dengan suara yang sedikit serak.

"Sudah makan?" Sang suster kembali bertanya. Zania hanya menggeleng.

"Nanti saya ambilkan makan malam, kemudian diminum ya obat sebelum makan dan sesudahnya."

"Sus, sebenernya saya sakit apa ya?" Pertanyaan Zania yang kelewat polos, membuat orang-orang yang ada di ruangan tersebut tertawa.

"Gejala tifus. Belakangan ini kecapean ya?" Jawab sang suster sambil tersenyum.

"Iya, kebanyakan belajar buat UN." Bukan Zania yang menjawab, melainkan Manu.

"Stress juga kayaknya karena kebanyakan pikiran. Lain kali jangan sampe lupa makan ya, maag nya juga lumayan parah. Kalau begitu saya pamit undur diri." Ucap sang suster, kemudian meninggalkan ruang inap Zania.

"Bunda kupasin apel ya?" Sebenarnya, kalau Zania menolakpun Jana akan tetap mengupaskan apel untukknya.

"Tadi abang kamu sama Manu lagi main PS di ruang tamu, tiba-tiba liat kamu di dapur. Pas mau di samperin tau-tau pingsan. Dari pagi gak bangun-bangun, sekalinya bangun cuma buat minta tolong orang bawa kamu kerumah sakit. Dasar kebo." Jelas Richard sambil mengusap rambut Zania.

S(He) is MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang