CHAPTER 2 (Pertemuan Pertama)

4.1K 267 7
                                    

 Kring..kring..kring..

Tiba-tiba ponselku berbunyi 3x.

"Ma, kok lama banget seh angkat teleponnya?" terdengar suara Papa diseberang sana.

"Maaf, Pa. Tadi Mama lagi di dapur," ujarku lagi.

"Ma, Mama bisa ke kantor Papa nggak hari ini? Tolong anterin dokumen Papa yang ketinggalan di rumah. Map merah di atas meja kerja Papa. Cepat yah, Ma! Papa mau meeting," ujar Papa buru-buru kemudian menutup teleponnya.

Setelah Papa menutup teleponnya, aku langsung bergegas mandi. Kemudian, aku memilih baju di lemari. Sempat aku bingung, mau milih baju yang mana. Karena sudah lama aku tidak berkunjung ke kantor Papa. Bahkan, hanya untuk pergi keluar nge-mall dan jalan-jalan pun sudah tidak pernah lagi. Hidupku sudah habis untuk mengurus keluarga dan berbagai urusan rumah tangga.

Setelah, beberapa menit memilih baju di lemari, akhirnya aku memutuskan untuk memakai baju warna pastel, warna kesukaanku. Baju gamis yang dipadukan dengan jilbab peach yang membuatku kelihatan lebih muda.

"Ya ampun, ternyata aku masih cantik," pikirku dalam hati.

"Hanya saja mungkin aku jarang berdandan di rumah," pikirku lagi.

Kemudian aku duduk di meja rias kamarku. Kupoles bedak warna beige di pipiku. Dan kupoles lipstick warna maroon ke bibirku yang tipis. Sambil berkaca, aku memperhatikan seluruh wajahku di cermin.

"MasyaAllah, sudah lama aku nggak dandan seperti ini. Ternyata, aku masih cantik seperti dulu. Andaikan aku punya sedikit waktu untuk dandan seperti ini buat suamiku setiap hari. Pasti dia akan senang dan tidak akan menghiraukanku lagi," pikirku dalam hati sambil memegang pipiku yang sudah memerah oleh blush on.

"Oh, pikiran macam apa ini?" sambil tersadar akupun buru-buru membuang pikiran jelek tentang suamiku.

Kemudian, aku bergegas mengambil ponselku untuk memesan grabcar. Memang suamiku tidak memberikan fasilitas kendaraan buatku agar aku tidak keluyuran kemana-mana.

Sepuluh menit kemudian, mobil grabcar ku sudah datang. Aku bergegas keluar rumah dan tidak lupa mengunci semua pintu.

"Jalan Sudirman yah, Pak, di Gama Tower", ujarku ke drivernya.

"Baik, Buk", jawabnya lagi.

Aku melihat jam ditanganku. Waktu menunjukkan pukul 11 siang.

"Aku harus cepat-cepat mengantarkan dokumen ini. Takutnya Papa butuh. Dan aku juga harus cepat balik ke rumah. Nanti kalau anak-anak pulang sekolah bagaimana? Mereka nggak bawa kunci rumah sama sekali," pikirku lagi.

"Pak, bisa lebih cepaat lagi nggak? Apa kita cari jalan alternatif aja? Apalagi di depan itu sepertinya macet. Muter balik aja, Pak! Suami saya butuh cepat dokumen ini," ujarku ke driver grabcarnya.

"Tapi, saya nggak tau jalan lainnya, Buk," jawab sopir itu.

"Saya tau jalannya kok, Pak. Dulu saya pernah kerja disekitaran sini," jawabku lagi.

"Okay, kalau gitu, kita muter balik yah, Buk," jawabnya lagi.

"Iya Pak. Lewat gang disamping Mini Market ini saja. Nanti, pasti tembusnya di sebuah rumah sakit besar," perintahku sambil mengarahkan sopirnya.

Kemudian, mobil dibelokkan oleh sopir grab ke arah gang tersebut. Benar saja, gang ini tembusnya di sebuah rumah sakit besar, yaitu Rumah Sakit Ananda.

Kemudian, setelah sampai di depan rumah sakit tersebut, aku perintahkan Bapak itu untuk belok ke arah kiri. Setelah itu, lurus saja mengikuti jalan utama. Aku memang hapal sekali dengan jalan ini.

Di Rumah Aja, Pa!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang