72. Harus tanggung jawab

788 49 7
                                    

"Gue tiap hari telpon dia Iva..hiks.. tapi nggak di angkat juga.." seru Vanya menangis, duduk ditengah taman sambil dipeluk Keiva.

"Lo sabar aja.. gue kan udah bilang bakal bantu elo.. jangan nangis lagi.." seru Keiva menenangkan wanita itu dengan mengelus punggungnya. Sesekali matanya melirik kearah kedua anaknya yang asik berlarian ditengah taman.

"Tapi kalau Sobri nggak mau tanggung jawab gimana? Apa gue gugurin aja?"

"ENGGAK!! Bisa-bisanya lo bilang kayak gitu.."

"Tapi gue takut iv.."

" Kan udah gue bilang, lo tenang aja. Bagaimanapun juga, mau nggak mau si Sobri harus tanggung jawab!!"

"Tapi ini terjadi juga karena kesalahan gue.. kalau Sobri emang nggak mau tanggung jawab, dan lo larang gue gugurin kandungan gue.. gue bakal jadi ibu tunggal aja.." seru Vanya lemah.

"Pasti si Sobri mau tanggung jawab. Gue tahu dia itu tipe cowok yang gimana.. dia nggak sebrengsek itu, dia pasti tanggung jawab gue yakin itu.." tutur Keiva menyemangati.

"Onti napa nanis?" Tanya Azka menatap Vanya dengan wajah polosnya. Otomatis Vanya juga Keiva melepas pelukannya.

"Tante nya lagi sakit perut Azka.." Keiva yang menjawab sambil tersenyum.

"Dedeknya nakal ya?" Alfa yang bertanya. Vanya mengangguk sebagai jawaban.

Azka juga Alfa bergerak mendekati Vanya, lalu memeluk Vanya dan mengelus-elus perut Vanya yang sedikit buncit.

"Onti janan nanis lagi ya.. dedeknya nggak bakal nakal lagi.." seru Azka. Perlakuan kedua anak Keiva membuat Vanya tersenyum.

"Iya.. makasih ya sayang.." kata Vanya mengelus kepala dua bocah itu.

"Lebih baik lo pulang sekarang. Biar gue anter, hari juga mulai sore.. Alfa, Azka kita antar aunty nya pulang dulu ya.. baru kita ke Cafe Papa" Alfa dan Azka mengangguk patuh.

Setelah mengantar Vanya ke rumah dengan selamat, Keiva bersama dua anaknya menuju ke Cafe sang suami.

Namun di tengah perjalanan Keiva melihat orang yang ia cari selama ini disebuah rumah yang sedang dibersihkan.

"Tunggu.. itu Sobri kan?" Tanya nya pada diri sendiri.

"Iya.. itu Sobri!!" Jawabannya sendiri. Dengan cepat ia keluar dari mobilnya.

"Mama mau kemana?" Tanya Alfa.

"Tunggu bentar ya.. mama ada urusan. Jangan keluar dari mobil ya. Jaga Azka juga.." Alfa mengangguk. Keiva pun berjalan kearah pria yang ia lihat sebagai Sobri.

"SOBRII!!" panggil Keiva teriak. Pria yang merasa dirinya dipanggil melirik kearah Keiva.

"Eh.. Iva.." pria itu tersenyum kearah Keiva. Ia juga sengaja membersihkan kedua tangannya yang kotor kena tanah. Dan disaat Keiva sudah dekat dengan pria itu tiba-tiba..

Plak..

Keiva menampar Sobri. Tentu perlakuan Keiva membuat Sobri terkejut. Juga beberapa orang yang berada dekat mereka ikut terkejut.

"Lo apa-apaan..--" ucapan Sobri terputus.

"Lo yang apa-apaan!!" Putus Keiva dengan nafas terengah.

"Heh.. kamu siapa hah? Datang-datang malah nampar ponakan saya!!" Sahut pria tua yang Keiva kenal sebagai pak Budi, pamannya Sobri.

"Maaf sebelumnya pak. Saya ada keperluan sama Sobri. Boleh saya pinjam dia bentar?" Keiva minta izin.

"Nggak bisa. Bicara disini aja!! Dan kamu harus jelaskan kenapa tiba-tiba menampar ponakan saya!!" Seru pak Budi.

"Nanti. Biar Sobri sendiri yang jelasin ke bapak." Tanpa menunggu lagi, Keiva menarik Sobri menjauh dari pamannya.

"Ada apa sih Iva..?" Tanya Sobri.

"Lo kemana aja sih Sobri?? Hah??" Tanya Keiva tanpa menghiraukan pertanyaan Sobri.

"Apa maksud lo?"

"Selama ini. Maksud gue semenjak gue jemput Vanya dari rumah lo, lo kemana hah? Kenapa setiap gue hubungi atau Vanya yang telpon lo, ponsel lo nggak aktif? Dan lo juga nggak pernah kelihatan lagi di kampus?" Tanya Keiva bertubi.

"Kenapa lo tanya ini?" Tanya Sobri.

"Vanya hamil Sobri!! Si Vanya lagi hamil sekarang!! Perutnya mulai membuncit."

"Apa? Lo seriusan?" Tanya Sobri tak percaya.

"Lo pikir gue bohong?"

Sobri tampak lemas, bahkan ia terduduk ditanah.

"Lo harus tanggung jawab Sobri." Kata Keiva. Sobri masih terdiam.

"Dan lo harus kasih tahu paman lo itu.." kata Keiva lagi.

"Kalau untuk tanggung jawab, pasti bakal gue lakukan tapi..--"

"Tapi apa?"

"Gue belum punya pendapatan buat nafkahin anak orang Keiva."

"Sobri.. kalau lo udah beristri apalagi mau punya anak. Rezeki pasti lancar, percaya deh." Seru Keiva.

"Ok kalau emang rezeki datang dengan lancar. Tapi kalau Vanya nggak terima keadaan gue gimana? Secara kehidupan gue sama dia itu beda jauh.."

"Kalau masalah itu biar gue pertemukan elo sama Vanya. Tapi yang jelas lo harus kasih tahu dia kalau lo bakal tanggung jawab. Kondisi Vanya drop akhir-akhir ini. Karena dia kepikiran elo yang entah nyangkut dimana, belum lagi dia sedang hamil muda."

"Kalau gitu.. besok tolong bawa Vanya kesini ya Iv.."

"Pasti.. btw lo belum jawab pertanyaan gue tadi loh.." seru Keiva.

"Setelah lo jemput Vanya. Paman gue memutuskan buat pindah rumah. Dan itu rumahnya." Tunjuk Sobri pada rumah yang sedang dibersihkan halamannya.

"Dan ponsel gue ilang nggak tahu kemana. Juga gue nggak ngampus karena gue nggak punya duit lagi buat kuliah. Tadinya gue mau cari kerja, tapi sampai sekarang belum dapet kerjaan."

"Ok deh kalau gitu. Biar gue yang kasih tahu Vanya kalau gue udah nemuin elo. Dan juga.. gue minta maaf udah nampar elo tadi. Maaf ya.."  kata Keiva tak enak hati. Sobri mengangguk sebagai jawaban.

***

Setelah pembicaraan nya dengan Keiva membuat Sobri sering melamun.

"Kamu kenapa Sobri? Perempuan tadi datang ngapain?"

"Nggak apa-apa kok mang." Jawab Sobri menunduk.

"Lah.. kamu ini gimana sih!? Kalau nggak ada apa-apa kenapa kamu ngelamun gitu."

"Mmm... Sobri.. Sobri ngehamilin anak orang mang." Seru Sobri begitu kecil, namun masih bisa didengar oleh Budi.

"Udah mamang duga." Seru Budi santai mematap luruh, membuat Sobri menatap mamangnya tak percaya.

"Mamang nggak marah??"

"Sebenarnya mamang marah besar sama kamu Sob.." kata Budi datar, membuat Sobri menunduk takut.

"Dari pertama, gadis yang kamu bawa ke Garut itu, siapa namanya? Mamang lupa."

"Vanya mang.."

" Oh iya.. Vanya. Mamang udah tahu kalau kamu sama dia pasti sudah melakukan sesuatu. Kamu ingat, Waktu hari itu mamang ngajak kamu  bicara berdua? Mamang itu cuman mau kamu mengatakan yang sejujurnya. Tapi kamu malah bohong sama mamang."

"Maaf mang.." hanya kata itu yang Sobri ucapkan.

"Sudahlah.. terus apa tujuan kamu sekarang? Kamu bakal tanggung jawab kan?" Tanya Budi.

"Sobri pasti tanggung jawab mang. Tapi.. gimana kalau Vanya nggak menerima Sobri?"

"Hmm.. tapi menurut mamang kayaknya Vanya bakal terima kamu apa adanya."

"Hmm.. semiga aja mang.."

.
.
.
.
.
.
.
.
Tbc...

Twins Girls (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang