Kupandangi layar ponselku lekat-lekat. Di dalam peta diatas ruang antarmuka aplikasi ojek online itu kulihat ojek pesananku mengarah semakin dekat ke arah tempatku menunggu. Kulirik agak ke atas sedikit, ke tepian layar ponselku, di sudut kanan atasnya. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam.
Daerah ini sudah sangat sepi meski malam baru menginjak pukul delapan malam. Halte tempatku duduk menunggu ojek online pesananku pun sepi. Hanya aku yang duduk disana. Bahkan tikus dan kecoapun tak nampak ada yang lewat semenjak aku mendaratkan bokongku disana.
Kutolehkan kepalaku ke arah kanan. kulihat sebuah gang perkampungan yang tak bisa dibilang sempit, namun tidak lebar juga. Cukuplah bila ada dua motor berpapasan.
Gang perkampungan itu menuju ke sebuah rumah milik kepala desa, dimana teman-temanku tinggal selama proses KKN. Daerah itu hanya berjarak sekitar satu jam lebih sedikit dengan menggunakan sepeda motor ke Bandung. Aku cukup beruntung, pikirku, tak harus KKN jauh-jauh menyeberang pulau, di daerah yang mungkin listrikpun tak ada.
Beberapa jam sebelumnya, aku menerima kabar via telepon dari orang tuaku, bahwa nenekku yang mengasuhku sejak kecil tiba-tiba jatuh sakit. Beliau dibawa ke Rumah Sakit untuk opname. Aku tidak bisa diam saja. Aku harus pulang!
Aku meminta izin kepada ketua KKN ku dan kepada dosen pengawas, untuk sekedar kembali ke Bandung selama satu-dua hari. Menengok nenekku, melihat bagaimana keadaan beliau. Aku beruntung dosen pengawasku merespon dengan cepat, dan langsung memberi izin, dengan catatan, aku sudah harus kembali ke lokasi KKN di pagi hari, pada hari ketiga.
Lamunanku teralihkan oleh sebuah sepeda motor yang tiba-tiba berhenti di depanku.
"Kak Dastan?" tanya pengemudinya, yang mengenakan jaket bernuansa hijau, khas dari perusahaan ojek online yang kupesan.
"Oh. Iya. Mas Rio, ya?" tanyaku balik, memastikan bahwa ia memang pengemudi yang benar, sesuai informasi yang terpampang di aplikasinya ketika aku memesan.
"Iya, Kak. Tujuan ke arah Bandung kan, Kak?" ia mengkonfirmasi sambil dengan tangkas menyerahkan sebuah helm kepadaku.
"Iya, Mas," jawabku, sambil mengenakan helm itu, dan duduk di kursi penumpang.
"Wuih, saya sudah sempat khawatir nggak akan ada yang nge-pick," ucapku membuka obrolan ketika kami sudah memulai perjalanan, "Sudah menuju Bandung, jauh, jam segini pula."
"Nyaris ngga, Kak," kata si Pengemudi sambil tertawa ringan. "Daerah sini di jam-jam segini memang sudah sepi banget kayak kota mati, kata tetangga saya yang orang sini," katanya, "kebetulan saya habis mengantar titipan tetangga saya untuk keluarganya di daerah sini. Lumayan ongkos yang dia tawarkan. Dalam perjalanan pulang, saya iseng aktifkan aplikasi saya. Sama, Kak, saya juga sudah nggak yakin bakal ada pelanggan. Eh, tiba-tiba ada orderan Kakaknya masuk."
KAMU SEDANG MEMBACA
SUVENIR DARI NERAKA
TerrorKumpulan Cerita-Cerita Horor Mencekam, Yang Tidak Akan Kamu Temukan Di Tempat Lain