[2] Armella Sang PMR Gadungan

710 54 11
                                    

Mereka berempat terdiam beberapa saat sebelum akhirnya mulut polos Armella bertanya, "Kalian ... lagi ngapain?"

Mulut Baylor setengah terbuka, ia tidak bisa mengatur ekspresi refleksnya sendiri. Mata lelaki itu terpusat pada dua kakak beradik, perempuan dan laki-laki. Di mana si perempuan dibaringkan di ranjang, sedangkan si laki-laki mencengkeram keras kedua lengan adiknya itu tanpa berperikemanusiaan sedikit pun.

Raja, terkesiap kaget menyadari kehadiran Baylor dan seorang siswi yang tidak dikenalnya mematung di ambang pintu. Gerakkan selanjutnya yang Raja lakukan adalah melepas cengkeramannya, kemudian mundur beberapa langkah dengan raut wajah ketakutan.

Baylor sekarang paham, ia tersenyum sinis. "Jadi lo mau adek lo sendiri?" Pertanyaan itu membuat Raja tak berkutik, seperti memutar otak untuk memilih jawaban agar bisa mengelak.

Sekarang, ia berhasil menangkap satu oknum berengsek di sekolah ini. Ya, Baylor berhak bangga atas hal itu. Sebab, si berengsek bernama Raja hampir 'merusak' kekasihnya.

Sementara itu, Kirana membangkitkan diri dan menyandarkan tubuhnya. Armella--mengambil kesimpulan bahwa Kirana sedang tidak baik-baik saja, dilihat dari wajah gadis itu yang pucat pasi. Lantas, Armella segera menghampiri, sebelumnya mendorong tubuh Baylor yang menghalangi jalannya.

Baylor sempat mengumpat begitu didorong seenaknya sampai mengenai pintu, tapi setelah itu lekaki ini mengikuti jejak Armella.

Kirana berada di tengah-tengah dengan Armella di sisi kiri dan Baylor di sisi kanan. Raja? Si berengsek itu melenggang begitu saja setelah mereka tak lagi menyudutkannya.

Untuk kali ini, Baylor membebaskan Raja. Namun, untuk kali berikutnya jika Raja masih berulah, ia akan benar-benar mengeksekusi lelaki itu. Meski Raja notabenenya adalah kakak dari kasihnya sendiri.

"Eh, PMR gandungan! Lo bener-bener anak PMR apa bukan sih? Bukannya nolongin malah bengong," cibir Baylor, tak menemukan sedikit pun tanda-tanda Armella akan melakukan sesuatu.

Padahal, Armella bengong karena sedang memikirkan obat apa yang harus diberikan. Tidak ada yang salah dengan sebutan Baylor padanya, Armella mengakui dirinya sendiri memang gadungan. Dikarenakan sering absen saat latihan setiap Sabtu.

"Yeee, sabar. Gue buat teh manis anget, ya. Tunggu bentar." Akhirnya, Armella mengambil jalan terakhir yaitu membuatkan teh manis hangat.

Baylor memicing ke arah kotak P3K yang digantung di dinding tanpa berujar ia berjalan ke sana. Kirana meraih lengan lelaki itu ketika hendak meninggalkannya, "Bay, makasih ya."

Netra Kirana meredup begitu Baylor menatapnya lekat, ia pun memutuskan kontak mata itu. Tidak ingin menyaksikan dua bola mata milik gadis yang ia sukai sedemikian tampaknya.

"Sama-sama, sayang." Kalimat tersebut meluncur bebas, sepertinya baru kali ini Baylor menambahi embel-embel sayang setelah hampir menginjak angka 2 tahun berpacaran dengan gadis itu. Sampai Kirana menautkan kedua alisnya tak percaya, tapi kemudian langsung tersenyum lega. Artinya Baylor sudah memaafkannya, bukan?

Armella yang mendengar percakapan alay mereka, sengaja berdehem-dehem di sudut UKS. Alay bagi Armella, tapi tidak bagi keduanya.

"UKS bukan tempat pacaran, guys!" tegurnya, berhasil mengundang Baylor untuk mendekat.

Baylor berdiri tepat di belakang Armella yang membelakanginya, ia mengetuk-ngetuk jemarinya di bahu kanan Armella. "Lumayan keras, mau gue buat jadi lunak?"

Satu kata yang mewakili Armella saat ini, merinding dengan bergidik-gidik.

Kirana tak bisa menahan tawanya di sana, walau baru pertama kali kenal Armella, gadis itu sudah mengecap Armella orang yang sefrekuensi dengannya; lugu.

Baylor melihat Kirana yang sudah dapat tertawa pun sedikit memarik ujung bibirnya untuk tersenyum. Lelaki itu membalikkan badan yang langsung membuat Armella membuang napas lega.

"Obat buat perut gue apa nih?" tanya lelaki itu di depan kotak P3K.

Armella menelan ludah lalu menjawab asal, "Balutan."

"Ya gue tahu, nanti itu buat ngebalut terakhir. Tapi sekarang buat ngobatinnya apa dulu?"

Sekakmat.

"Coba kamu lihat dulu, Bay. Ada pendarahan gak atau cuma memar doang?" Kirana meleburkan diri di percakapan mereka, sekali lagi Armella merasa diselamatkan.

Tanpa berpikir panjang Baylor mengangkat seragamnya untuk menengok luka di perutnya itu. Seketika dua gadis yang berada dalam ruangan yang sama mendecit bersamaan, Baylor menganggap mereka patung?

"MasyaAllah, ada abs-nya!" sertak Armella menunjuk perut Baylor terang-terangan. Setelah itu, Armella menutup matanya, ini tidak baik untuk kesehatan matanya itu.

Dibanding Armella, Kirana lebih dulu memejamkan kelopak matanya. Sadar pemandangan ini bagus, tapi gak bagus juga. Ngerti gak? Kayak setengah-setengah gitu. Sedikit-sedikit, Kirana mengintip. Mulutnya menghitung pelan, "Satu, dua, ... , enam."

Perlakuan dua perempuan itu membuat Baylor bingung, setelah mematiskan perutnya hanya memar ia pun kembali menutupnya.

"Cuma memar," ujarnya memberitahu.

Mereka bisa kembali membuka mata.

"Hmm...." Kirana menoleh pada Armella, seperti ingin menyebut gadis itu dengan nama tapi tak tahu.

Armella yang membaca pun berkata, "Armella biasa dipanggil adek kalau di rumah, Ella kalau di tempat les, Mella kalau di sini."

Baylor menangis melihat ini, temannya itu memang pandai menaikkan tensi seseorang. Pak Bakri sudah salah menunjuk Armella untuk membantunya, yang ada malah menambah masalah.

Namun, Kirana justru tersenyum maklum. "Mella, lo ada ice bag compress kan?"

Kali ini merasa paling yakin Armella pun berjalan ke almari peralatan. Yang Armella ambil memang alat untuk mengompres, tapi bukan kompres dingin, melainkan kompres hangat. Itu namanya buih-buih.

"Ini?" Tadinya yakin, tapi mendadak Armella kurang percaya diri. Armella yang menyodorkan buih-buih kepada Kirana mendapat kekehan kecil dari gadis itu.

Sebodoh-bodohnya Baylor, lebih bodoh lagi Armella ternyata. "Nenek gua juga tahu itu mah buat air anget, goblok." Ucapan bernada sarkas yang terlontar dari mulut Baylor semakin mendorong Armella untuk melepas tanda 5 kelopak bunga di bajunya.

"Yang itu loh, kayak buat es gitu." Kirana mencoba mencari benda yang dimaksud di almari perelatan dari kejauhan, untungnya ketemu. "Itu! Yang warna biru!" Tunjukknya berbinar.

Armella mangut-mangut dan segera maraihnya. "Gue beli dulu es-nya di kantin, ya."

Setelah kepergian Armella, Baylor menjatuhkan bokong di dekat Kirana. Tanpa berujar apa-apa, ia meraih pergelangan gadis itu. Perlakuan Baylor yang tiba-tiba hanya ditanggapi dengan erutan di kening Kirana.

"Janji ke gue, jangan diem aja kalau Raja mau macem-macem lagi ke lo. Ngerti?"

Kirana mengangguk.

"Janji ke gue, jangan ada yang nyentuh lo selain gue. Ngerti?"

Kirana lagi-lagi mengangguk, mencari aman.

"Oke, bagus, anak pintar." Tangan itu terlepas dan teralihkan ke puncak kepala gadis itu sekilas layaknya seorang ayah yang memanjakan anak perempuannya.

Tiba-tiba, seorang gadis yang tak lain adalah Armella menyembulkan setengah badannya di pintu.

"Guys, ini bukanya gimana?" Armella mengangkat ice bag compress yang berada dalam genggamannya. Tahu kalau Baylor akan marah, Armella kembali berujar, "Pertanyaan tadi cuma buat Kirana, bukan buat Baylor tukang kerak telor."

🌠Bersambung
Satu next atau vote atau komentar itu berarti banget guys, tararengkyuu❤


























Baylor [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang