Satu

390 59 18
                                    

"Ame?! Apa tahun ini juga akan menelenggelamkan sebagian kota ya? Menurutmu bagaimana, Urata?"

Urata menoleh menatap Shima yang sedang memandang langit mendung diatas sana.

Urata menghela nafasnya sejenak. "Kuharap tahun ini hal itu tidak terjadi."

Shima melirik pada Urata lalu tersenyum. "Aku juga berharap begitu."

Urata membalas senyuman itu dengan perasaan senang. Ternyata Shima juga mempunyai harapan yang sama dengannya dan pasti bukan hanya mereka berdua saja yang mengharapkan hal ini terjadi. Semua orang pasti berharap demikian.

Hujan deras yang mengakibatkan banjir yang selalu terjadi tiap tahun dikerajaan mereka. Kejadian ini sudah terjadi dari tujuh tahun yang lalu. Penyebabnya masih belum ditemukan.

Pihak kerajaan juga sudah mengundang seorang pria yang mempunyai kekuatan sihir air untuk menghilangkan air hujan itu. Sihir air merupakan sihir terlangka yang hanya dimiliki oleh satu orang saja di dunia. Entah karena apa sihir air menjadi sangat langka didunia ini semenjak ratusan tahun yang lalu. Saat masih terjadi perang antar kerajaan, sihir air masih banyak pemiliknya. Tapi sekarang? hanya ada satu.

Dulu sekali, semua elemen sihir mempunyai kekuatan yang setara. Tapi semenjak perang itu usai, semuanya berubah. Perang itu juga yang membuat terjadinya perubahan besar-besaran pada kehidupan manusia. Dulu didunia ini banyak yang mempunyai kekuatan sihir, namun kini semua berbanding terbalik. Sekarang semakin banyak anak yang lahir kedunia ini yang tidak mempunyai kekuatan sihir. Mungkin termasuk dirinya dan juga teman-temannya.

Usia Urata kini sudah delapan tahun.

Biasanya diusia tujuh tahun, seorang anak akan mendapatkan kekuatan sihirnya. Ya, walaupun ada juga yang baru mendapatkan kekuatan sihirnya saat mereka berusia tujuh belas tahun. Itu adalah batas usianya. Jika orang itu sudah berumur lebih dari tujuh belas tahun, maka bisa dipastikan bahwa orang itu sama sekali tidak mempunyai kekuatan sihir.

Urata masih punya sedikit harapan. Mungkin ditahun depan ia akan mendapatkan kekuatan sihirnya. Atau mungkin tahun depannya lagi? Urata tidak boleh patah semangat. Lagipula dia terlahir dari kedua orang tua yang bekerja menjadi ahli sihir dikerajaan ini. Darah mereka mengalir dalam darahnya. Urata pasti akan menjadi ahli sihir hebat, sama seperti kedua orang tuanya, karena itu merupakan impiannya dari dulu.

"Urata-san lihat undangan yang kubawa ini!" Teriakan anak lelaki dengan surai merah yang diketahui bernama Sakata membuat Urata dan Shima menoleh secara bersamaan.

"Ah Mashi, kamu ternyata ada disini juga ya?" Sakata berlari menghampiri keduanya dengan senyuman riang miliknya.

Shima balas tersenyum, "un, keluargaku sedang ada perlu disini.

"Oh, souka."

Urata melirik pada undangan yang berada ditangan Sakata. Sakata yang menyadari hal itu segera menjelaskannya pada Urata dan juga Shima.

"Ini adalah undangan dari pihak kerajaan untuk para anggota keluarga yang mempunyai peran penting di kerajaan Atsumori ini. Aku yakin kedua orang tua kalian juga mendapatkannya. Kalian akan ikut ke pestanya, kan?"

"Memangnya anak kecil seperti kita di ijinkan untuk masuk?" tanya Urata.

Sakata tersenyum, "tentu saja. Karena kali ini adalah pesta peringatan ulang tahun untuk pangeran nomor satu dikerajaan ini."

"Ah, pangeran yang katanya masih belum mempunyai kekuatan sihir itu? Padahal dia merupakan anggota keluarga kerajaan dan calon raja juga, kan? Nasibnya buruk sekali." Ucap Shima merasa bersimpati.

Urata menatap tajam kearah Shima, ia tidak suka dengan perkataan terakhir yang diucapkan Shima. "Jangan bilang seperti itu. Nasib kita juga tidak berbeda jauh dengannya." Ucap Urata dengan nada tinggi.

Shima terkejut dibuatnya, ia menundukkan kepalanya merasa bersalah. Shima tidak seharusnya berkata seperti itu, diakan tahu kalau Urata sangat sensitif dengan pembahasan yang menyangkut tentang 'kekuatan sihir'.

Kejadian tadi membuat suasana menjadi hening untuk beberapa saat. Hingga akhirnya, Sakata memutuskan untuk membuka suaranya.

"Urata-san, Shima-san bagaimana jika kita mengajak Senra untuk pergi ke pesta itu juga? Aku yakin Senra pasti akan sangat senang. Kalian juga berpikir begitu, kan?" Sakata memasang wajah polos khas anak kecil. Terlihat menggemaskan. Hal itu berhasil membuat suasana kembali normal.

Urata dan juga Shima, saling tatap lalu sedetik kemudian mereka berdua mengangguk setuju. Mereka berdua tersenyum, lalu merangkul Sakata. "Jaa sekarang waktunya kita menyusun rencana agar Senra diijinkan pergi ke pesta kerajaan itu. Mashi, kamu sudah memikirkan rencananya, kan?"

Shima tersenyum menyeringai, "tentu saja."

※AS※

Urata, Shima, dan Sakata sekarang sedang berada di kediaman Senra. Shima dengan kemampuan membujuknya itu telah berhasil meyakinkan kedua orang tua Senra agar memperbolehkan Senra pergi bersama mereka bertiga ke pesta kerajaan.

Urata sempat takut jika Shima tidak berhasil membujuk ayahnya Senra yang terkenal keras kepala dan galak itu. Untunglah yang ditakutkannya itu tidak terjadi.

Mereka bertiga tersenyum saat melihat sosok Senra berjalan kearah mereka bertiga duduk. Mereka bertiga segera berdiri dan langsung menghampiri Senra.

"Arigatou karena kalian aku bisa pergi ke pesta itu. Tadinya jika kalian tidak melakukannya, aku tetap akan memutuskan pergi."

Ketiganya menatap tajam Senra.

Shima yang berada paling dekat dengan Senra, menyentuh pundak lelaki yang lebih tinggi darinya itu dengan sedikit kasar. "Aku tidak akan membiarkannya." Ucapnya tajam.

Senra sampai dibuat terkejut dengan perkataan Shima. Tapi itu hanya sebentar, sedetik kemudian ia sudah kembali bersikap seperti biasa.

"Kamu benar. Jika aku melakukan hal itu, entah apa yang akan terjadi padaku nanti. Aku bahkan tidak ingin membayangkannya." Senra menunduk, ia melepaskan pegangan tangan Shima dari pundaknya itu dengan hati-hati.

Urata dan Sakata tidak tahu harus berkata apa. Disaat keadaannya begini hanya Shima yang bisa menyemangati Senra dengan kata-kata milik lelaki bersurai anggur itu.

Mereka semua sudah tahu tentang keadaan Senra yang selalu diperlakukan kasar oleh ayahnya sendiri. Mereka bertiga tidak bisa membantu apa-apa, bahkan setelah mereka meminta bantuan pada orang tua mereka masing-masingpun. Keadaan Senra masih belum berubah. Tapi sepertinya Senra sendiri tidak terlalu mempermasalahkan hal itu, asalkan ibunya baik-baik saja. Senra juga pasti baik-baik saja.

"Senra-kun jangan bersedih, besok mari kita bersenang-senang di pesta kerajaan!" Sakata yang lagi-lagi tidak bisa membaca situasi itu berucap riang.

Biasanya Urata akan kesal dan marah melihat kelakuan Sakata, tapi kali ini ia justru merasa sangat senang.

"Un, soudayone. Aku sangat menantikannya, lagipula sudah lama kita tidak pergi." Ucap Senra sambil merangkul Sakata.

"Jaa, sepertinya sudah waktunya kami bertiga pulang." Urata melirik kearah dua pelayan yang sedari tadi berdiri tak jauh dari mereka.

Senra mengangguk mengerti. Waktu bertamu ketiga temannya sudah selesai. Senra segera melepaskan rangkulan tangannya dari Sakata. Dia berbalik, berjalan menuju dua pelayannya itu.

"Senra! Sampai ketemu besok dipesta kerajaan." Seru Urata.

Senra menghentikan langkahnya sebentar, lalu menoleh. "Un, mata ashita." Ia tersenyum.

Urata, Shima, dan Sakata ikut tersenyum. Mereka bertiga kemudian pergi dari kediaman Senra.

※AS※

Tsukihime Yozora

Akademi Sihir -Misi di Kota Kematian- [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang