"Aku pulang."
Malam ini, langit gelap diterangi jutaan rasi bintang terang benderang--yang sayangnya tak mau mempertontonkan diri di balik awan.
Dowoon perlahan membuka pintu yang sudah bertahun-tahun menjadi saksi bisu kedatangan maupun kepergian dalam hidupnya. Sepasang sepatu yang kilaunya mulai pudar dilepas dari kedua kaki, melenggang ke dalam apartemen yang suasananya tetap sepi.
Sunyi senyap tak bernyawa. Hawa redup bagai ruangan pendingin beku yang dibiarkan menyala.
Seraya melonggarkan dasi yang melingkari lehernya, sang pemuda Yoon membuka pintu kulkas demi meraih beberapa kaleng bir yang ia biarkan jadi persediaan di unit apartemen sesak itu.
Kaleng-kaleng berisi alkohol tertata rapi di atas meja kaca. Dowoon menanggalkan jas--yang sekali waktu pernah menjadi kebanggaan terbesar untuk seseorang yang berarti dalam hidupnya--dan memulai malam bersama desis minuman keras yang baru terbuka segelnya.
Selepas menenggak habis satu dari sekian porsi yang ia sediakan untuk dirinya sendiri, ia merebahkan tubuhnya yang sudah terlalu lelah di atas sofa.
Seharusnya ini terasa hangat.
Tapi kenapa yang bisa Dowoon rasakan hanya udara dingin selayak suhu saat dirinya berjalan pulang?
Seharusnya ini terasa melegakan--bisa pulang ke rumah setelah hari yang panjang.
Tapi kenapa rupa yang diharap sebagai rumah kini malah berpindah?
Garis-garis lekukan terbentuk pada separuh sisi kaleng bir, mengubah rupanya yang semula mulus tak bercela menjadi bentuk gelombang tak beraturan.
Saat ini ... bagaimana keadaan rumahnya yang ditakdirkan bukan untuknya?
"Aku pulang!"
Younghyun mendorong pintu kayu--portal masuk ke dunia kecilnya, membiarkan aroma hidangan hangat menguar; memenuhi rongga pernafasan sampai-sampai ia yang semula merasa letih mendapat kekuatan super demi berlari ke salah satu ruang di dalam tempat hunian.
Yang sedang sibuk di dapur tergemap, lantaran pinggang rampingnya kini didekap dari belakang oleh sesosok entah-berantah.
Sedetik dua detik, aroma alami dari tubuh sang pendekap lekas ia kenali; aroma yang tak pernah gagal membuatnya terpana.
"Aaaaah, Brian-hyung! Kompornya masih menyala, lho!"
Yang mengomel--Wonpil, langsung dihadiahi kecupan manis bertubi-tubi di permukaan kulit leher dan pipinya. "Suamiku yang manis~ sejak kapan jadi pandai memasak? Diajari siapa?" Younghyun mengistirahatkan dagunya di bahu si kelinci manis.
"Ah ... ini bukan masakanku. Tadi sore ibu datang untuk berbincang sebentar, lalu meninggalkan beberapa macam masakan untuk makan malam kita," jawabnya dengan muka yang semakin memerah. "Aku belum sehandal itu, hyung. Makanya aku tidak pernah memasak untuk kita."
KAMU SEDANG MEMBACA
farewell stop. | DAY6
Fiksi Penggemar| A resting place before you bid the last goodbye. Kumpulan fanfiction oneshot dengan cast member DAY6. Rumah penulis untuk menuangkan ide apapun yang ada di kepalanya. Berminat untuk mampir sebelum pergi? disclaimer: buku ini mengandung konten BxB...