13. Serangan 1

6K 924 179
                                    

Gue update lagi. Baekan gue..

Naskahnya Fresh baru keluar dari otak. Tapi no edit2.

Pada vote sama komentar loh ya

Ngambek aku kalau gak

"Mereka berdua cocok sekali yah. Saya ini sudah lama kenal sama Gita bu Ningtias. Dia ini memang sudah pacaran sama Pandu bahkan sebelum perjodohan ini ada"

Gita hanya tersenyum tipis menanggapi perkataan Kanjeng Mami yang membuat dirinya menjadi pusat perhatian dari semua orang di meja makan ini.

Satu lagi hal yang membuat hatinya tertohok. Ternyata ini alasan kenapa manusia berkonde ini tiba-tiba langsung merestuinya menjalin hubungan dengan Papan, padahal sebelumnya wanita tua ini selalu melihatnya dengan pandangan jijik.

Karena uang bisa merubah segalanya.

Benar. Uang bisa merubah segalanya begitupun saat ini. Nyatanya memang begitu. Kalau bukan uang apa lagi? Otak bisnis selalu jalan dan dipikiran mereka hanya ada untung dan rugi. Bahkan restu pun bisa dibeli.

Mata Gita bertatapan dengan Pandu yang tampak menawan malam ini dengan jas navy-nya. Gita sendiri memakai dress yang panjangnya selutut dengan warna yang sama dengan Papan.

"Perjodohan ini sudah seharusnya berhasil, apalagi melihat Panda dan Pandu memang sudah menjalin hubungan. Lihat? Nama mereka bahkan hampir sama, ha ha ha jodoh memang mereka ini"

Adinata tertawa bahagia di ikuti orang yang ada di meja makan ini. Baik Kanjeng Mami dan juga Kanjeng Papi a.k.a Papa Pandu.

Gita mau tidak mau tersenyum saat Pandu dengan telatennya mengiris daging dengan model dadu untuknya.

"Lihat? Romantis sekali Pandu ini. Bagaimana kalau kita langsung tentukan saja tanggal tunangannya"

Mendengar itu Gita hampir saja mendesis kesal pada Ningtias yang kini tersenyum puas kearahnya.

"Bagaimana Pandu Panda? Kalian setuju kalau kita tentukan tanggal tunangannya sekarang?"

Diseberang sana, keluarga Pandu mengangguk setuju. Sedangkan Pandu sendiri tidak merespon apapun dan hanya melanjutkan makannya walau sesekali melihat ke arah Gita.

"Saya rasa ini terlalu cepat"

Melihat Pandu yang tampaknya tidak akan menjawab pertanyaan itu akhirnya Gita membuka suara. Kernyitan langsung terlihat oleh matanya bahwa orang-orang disini tidak puas dengan jawabannya.

"Kan baru tunangan saja. Nanti yo kalau nikahnya terserah kalian. Kalau bisa yo tunangannya harus cepat di publikasi kan. Kan Bu Ningtias? Pak Adinata?"

Mendengar ucapan Kanjeng Mami, Gita langsung menggeleng tegas. "Saya masih sibuk KKN. Acara pertunangan atau apalah itu mengganggu fokus saya dalam proses KKN. Saya tidak mau repot"

Ningtias menaruh serbetnya kemudian berucap dengan anggun. "Kamu tidak perlu repot. Biar mama yang mengurus keperluan untuk tunangan kamu. Toh kalau ada keperluan yang mendesak saat kamu masih di tempat KKN, tinggal minta tolong Pandu kan beres"

Mama? Gundik tadi menyebut dirinya dengan sebutan Mama? Oh disgusting! Gita hampir saja ketawa kalau tidak ingat mereka sedang kedatangan tamu.

"No Ningtias"

Gita menggeleng seraya melafalkan nama Ningtias dengan sengaja ditekan. Hal itu membuat semua bola mata yang ada di meja makan membola.

"Pandanita, call her mom" celetuk Adinata dengan tatapan tajamnya.

"Oh i'm sorry, oke so Ningtias-oh sorry i mean.. i cant call her mom Pi. That's weird"

Jawab Gita dengan mimik penuh rasa bersalahnya yang palsu membuat Ningtias geram  karena merasa tak di hormati terlebih saat ini ada kolega bisnis suaminya yang juga merupakan calon besan.

"KKN. selain Kuliah Kerja Nyata, KKN juga kepanjangan dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme. Dan Nepotisme itu gak keren. Saya gak mau hanya karena saya pacar Pak Pandu terus seenaknya bisa izin kapanpun. Saya yakin Pak Pandu juga tidak setuju. Iya kan Pak?"

Pandu menghentikan aktivitas makannya dengan meletakkan sendok ke piring.

"Saya sebenarnya tidak keberatan jika tanggal pertunangan ditentukan sekarang" kata Pandu tenang sembari matanya terfokus pada satu titik yaitu Gita yang sudah menggeleng tegas menolak ucapannya

"Saya gak setuju pak. Saya gak bisa, saya sibuk"

Pandu mengangguk kemudian lanjut berkata "Karena saya tau kamu sibuk. Makanya biar saya dan mama saya yang atur. Nanti kalau sudah waktunya kamu tinggal menghadiri saja, jadi kamu tidak perlu banyak izin"

"Benar nduk,  kamu sibuk atau tidak pun sebenarnya yang akan mengurus masalah tunangan ini yo tetap kita yang orang tua. Iya kan Bu Ningtias?"

Ningtias mengangguk kemudian beranjak dari tempat duduknya menuju kursi kosong disebelah Gita, tangannya terangkat menggapai helaian rambut Gita hendak memperbaiki rambut yang keluar dari jalur tatanan dengan senyuman lembutnya.

Namun belum juga berhasil menyentuh helaian rambutnya, Tangan Gita langsung menahannya.

"Don't you dare to approach me, touch me with your dirty hands. You should realize that you are so disgusting". Desis Gita dengan senyuman manisnya yang sangat terlihat menyebalkan di mata Ningtias.

Dua kali...

Ningtias menghitung dalam hati. Ningtias memejamkan mata dengan amarahbyang sudah menggelora. Sudah dua kali anak ini mempermalukannya didepan orang lain. Tidak bisa di biarkan lagi atau dia akan semakin dipermalukan kedepannya. Tangannya melayang dengan kuatnya di pipi kanan Gita

Plakk....

Semua orang yang ada disana langsung bangkit dari tempat duduknya. Pipi Gita sendiri sudah memerah akibat tamparan itu. Bahkan di detik berikutnya dari sudut bibirnya mengalir darah yang menetes perlahan melewati dagu.

Jemarinya meraba darah yang mengalir itu kemudia melihatnya lantas tertawa pelan, pelan kemudian menjadi dengusan sinis.

"Oh Ningtias, saya gak tau kalau kamu bisa sekasar ini di depan orang lain" katanya sambil menatap mengejek.

"Jaga mulut kamu!"

"Kamu tidak tahu betapa mahal skincare saya ya? Tangan kotor kamu tidak seharusnya menyentuh saya. Saya sudah bilangkan?"

Gita menatap semua orang yang ada disana  terutama Papinya yang masih sangat syok.

"See Papi? Papi mungkin harus memotong dana serangan fajar untuk betina ini karena sudah melukai wajah Panda. Biayanya gak kecil loh"

Lalu matanya menatap berani pada Kanjeng Mami yang bahkan masih menganga terkejut dengan yang barusan terjadi.

"Atau mungkin Kanjeng Mami mau patungan? Biaya perawatan wajah saya itu mahal loh, tapi saya rasa sih Kanjeng Mami pasti sanggup. Untuk restu aja bisa keluarin uang, masa perawatan menantu gak bisa. Iya kan?"

"Anggita.."

Pandu bersuara serak. Mungkin untuk mengingatkannya tapi Gita sama sekali tidak berminat untuk merespon Pandu.

Tangannya merogoh Hp kemudian menekan panggilan untuk Dion.

"Halo? Dion? Saya mengalami kekerasan, antar saya ke dokter untuk visum. Sekarang juga"

Setelah mengakhiri panggilannya, Gita menatap Ningtias yang kini menatapnya dengan awas.

"Dengar Ningtias, perawatan saya itu mahal begitu juga penawar marah saya. Saya tunggu kamu meminta maaf sama saya secara resmi dan juga biaya perawatan kalau kamu tidak mau citra kamu buruk menjelang pemilihan"

Setelah itu Gita melenggang pergi dengan santai dengan senyum remeh yang tidak juga lepas dari bibirnya.

Baginya, ini adalah awal.

Loves Dawet Book 2 [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang