📍Rumah
Cigo masih dendam pada Jena. Iya dendam. Dendam karena Jena tidak menganggap dirinya sebagai pacar Jena. Cigo bersikeras bahwa hari ini dia tidak akan menjemput Jena walaupun hatinya ingin memjemput Jena sekolah. Dia membiarkan Jena pulang naik bus atau jalan kaki atau nebeng sama kakaknya atau Jayler. Pokoknya Cigo dendam.
Jayler menghampiri Jena yang sedari tadi menunggu Cigo untuk menjemputnya namun tak kunjung datang, "Jena pulang sama siapa? Bamz sudah pulang daritadi."
"Dijemput Cigo. Kau pulanglah. Aku tau kau lelah menjagaku dari medusa disekolah."
"Kalo Cigo macam-macam kasih tau ya! Biar aku gantung dia di pohon sakura, biar dia mati dengan aesthetic."
"Ya. Pulanglah." Jawab Jena
25 menit berlalu. Batang hidung Cigo tidak juga kelihatan. Mau naik bus namun bus sudah tidak ada. Mau tidak mau Jena memilih jalan kaki untuk sampai dirumah.
Sesampai dirumah dan menuju kamar, Jena melihat pemandangan yang sangat menyejuk mata sampai-sampai Jena ingin sekali membuang objek tersebut ke tong sampah. Siapa lagi jika bukan Cigo yang berbaring ditempat tidur Jena ditemani dengan bungkus cemilan dan kaleng soda yang berhamburan disana-sini.
Cigo berdiri dan menunjuk wajah Jena, "Akan ku tunjukkan apa itu arti pacar!"
Jena melewati dan menyenggol bahu Cigo, "Dendam rupanya."
Setelah Jena mandi dan ganti baju, Cigo duduk didepannya, "Jika aku pacarmu, gak akan kulepas dirimu."
"Beneran?" Respon Jena
"Iya. Sumpah."
"Tadi aja aku gak dijemput."
Cigo gagal merayu Jena. Kali ini dia akan bersungguh-sungguh, "Aku bisa mengajakmu ketempat yang belum pernah kau datangi. Chicago."
Jena sungguh ingin berwisata ke Chicago. Cigo memegang kedua tangan Jena, "Sayang manfaatkanlah ini atau kau tak pernah tau. Aku punya banyak uang yang ingin aku hamburkan. Perhiasan semuanya untukmu."
"Apa yang kau lakukan jika aku menjadi pacarmu?"
"Aku akan menjadi seperti yang kau inginkan. Aku akan terus mendekapmu dan kau gak akan sendirian. Aku bisa menjadi pria sejati, apapun yang kau inginkan. Takkan pernah ku lepaskan dirimu."
Jena mengangguk mengerti bahwa Cigo adalah budak cinta dan baru pertama kali jatuh cinta jadi Jena memaklumi tingkah Cigo yang bisa terbilang melebih batas.
"Katakan apa yang kau mau. Katakan apa yang gak kau inginkan. Aku gak akan pernah mau bertengkar denganmu. Kau tau itu."
"Ya aku tau." Jawab Jena
Cigo mendekatkan bibirnya ketelinga Jena dan berbisik dengan suara yang begitu berat, "Kau akan menjadi pacarku."
Jena bergidik merinding. Cigo tersenyum puas.
"Ya."
"Ya apa ini?" Tanya Cigo bingung
"Aku akan menjadi pacarmu." Jawab Jena
Cigo meloncat kegirangan. Senyum terus terukir diwajahnya dan beberapa kali ia mengecup pipi, kening, dan bibir Jena. Jena pasrah melihat tingkah pacarnya yang sangat melampaui batas kenormalan manusia biasa.
"Jadi besok kita kencan dimana ni?"
"Dikamar aja."
Cigo tersenyum dengan ekspresi yang sulit dimengerti membuat Jena memukulnya dengan bantal, "Dasar mesum! Pergi kau dari sini atau aku akan memutuskan hubungan kita!"
"Aku kan tinggal dirumahmu. Siapa suruh punya rumah besar tapi kamarnya cuma satu."
"Cigo On. Kau sungguh ingin menjadi pacarku?" Tanya Jena dengan nada serius
"Ya. Apapun yang kau minta pasti akan ku kabulkan."
"Beneran?" Tanya Jena sekali lagi
"Iya."
"Kalo gitu kau tidur diruang tamu. Jangan dikamarku. Gara-gara kau kamarku sangat kotor brengsek! Bersihkan dulu bekas sampahmu setelah itu kau harus tidur diruang tamu!"
Cigo memaki dalam hati. Salahkah jika dirinya terlalu mencintai cewe kejam seperti Jena? Ataukah dirinya yang terlalu aneh dimata Jena membuat Jena selalu tekanan? Cigo membersihkan kotoran makanannya dengan airmata yang siap jatuh. Cigo tidak bisa menahan airmatanya. Entah perasaan apa yang membuat dirinya menjadi menangis.
"Kenapa kau menangis? Aku gak ada siksa kau." Tanya Jena
"Jena!!!" Cigo memeluk Jena dengan sangat erat
"Izinkan aku tidur dikamarmu ya? Aku gak mau sendirian lagi Jen. Aku rela kok kalo tidur dilantainya."
Jena menuruti perkataan Cigo. Malam ini Cigo tidur dilantai sedangkan Jena ditempat tidur.
"Jena sayang." Panggil Cigo
"Iya sayang." Jawab Jena
Cigo menutup mulutnya yang terbuka secara otomatis. Wajah Cigo menjadi merah seperti tomat. Alangkah senangnya Cigo saat Jena memanggil dirinya sayang. Ia naik ketempat tidur Jena dan memeluknya dari belakang, "Hangat."
"Apakah kau sesenang itu?" Tanya Jena
"Ya!" Jawab Cigo antusias
Jena menghela napas, "Maafin aku ya. Aku gak bisa merasakan hal itu. Maaf jika aku kasar atau sebagaimana tindakanku ke kau."
Air mata Cigo jatuh mendengar ucapan Jena yang sangat menyedihkan. "Gakpapa kok Jen. Jangan jadiin itu beban. Jalanin aja." Ucap Cigo lalu ia mengecup rambut Jena, "Selamat malam."
KAMU SEDANG MEMBACA
I see, I feel u ✔
Random𝘜𝘯𝘵𝘶𝘬𝘮𝘶, 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘮𝘦𝘭𝘢𝘭𝘶𝘪 𝘬𝘦𝘴𝘦𝘯𝘥𝘪𝘳𝘪𝘢𝘯 𝘥𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘨𝘦𝘭𝘢𝘱𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘨𝘪𝘵𝘶 𝘭𝘢𝘮𝘢