Gadis itu Bernama Sari

95 3 2
                                    

Masa kecil Sari dilalui dengan indah, seperti layaknya kanak - kanak di jamannya. Meski putri juragan yang kaya raya, tak mempengaruhi pergaulan Sari dengan teman sebayanya di desa. Sejak umur 3 tahun, Sari sudah berteman dengan Yusuf, anak Yu Yati dan Lek Yanto, begitu Sari menyebut orang tua Yusuf. Dari TK hingga SD dan belajar mengaji di rumah Ustadz Yahya mereka selalu berdua. Di mana ada Sari pasti ada Yusuf. Kemanapun Yusuf pergi, Sari akan mengekor di balakangnya.

Pergaulan kedua anak ini tidak begitu menarik perhatian keluarga mereka. Sampai akhirnya mereka lulus Tsanawiyah di desanya, Yusuf memutuskan untuk mondok di pesantren, sementara Sari memilih masuk ke SMA. Hubungan jarak jauh antara mereka berlanjut lewat surat. Hingga suatu hari, Sari memperoleh surat dari Yusuf yang berisi keinginannya untuk mengkhitbah Sari. Betapa hati Sari bergetar kala itu.

"Pak ... Sari dapat surat dari Kang Yusuf, Pak. Dia mau mengkhitbah Sari sepulang mondok nanti," ucap Sari kegirangan.

Pak Sastro yang terkejut segera membalikkan badannya. Di hadapannya kini berdiri gadis kesayangannya. Meski Sari sudah lulus dari SMA, dia tetap saja menganggap Sari itu putri kecilnya.

"Opo, Nduk? Apa Bapak tidak salah dengar? Yusuf anaknya Yanto?" Ujar Pak Sastro sambil menyipitkan mata kirinya.

"Nggih, Pak. Kang Yusuf anaknya Lek Yanto. Yang buruh tandur di tempat kita," senyum Sari mengembang.

Terasa lemas lutut Pak Sastro. Gadis kecilnya yang istimewa mencintai anak seorang buruh tandur. Melihat ekspresi Bapaknya, membuat Sari sedikit bergidik. Dalam hati kecilnya, dia bertekad akan mempertahankan cinta pertamanya.

"Coba jelaskan kalimatmu tadi, Nduk. Bapak kok masih belum percaya dengan ucapanmu," kata Pak Sastro.

"Kang Yusuf sepulang mondok nanti akan mengkhitbah Sari, Pak. Dia akan mengajak Sari ikut ke pondok bersamanya," ucap Sari mengulangi kalimatnya.

"Yusuf anaknya Yanto?" kali ini Bu Sastro terbelalak.

"Nggih Bu. Kami saling mencintai," ucap Sari tertunduk.

"Bukannya Yusuf juga baru lulus dan belum bekerja, Nduk. Sama sepertinu? Lalu bagaimana nanti kalian akan hidup?" tanya Bu Sastro.

"Ojo nuruti emosi, urip kui kudu urup, Nduk," kata Pak Sastro lemah.

Matanya masih menerawang, Dia tidak habis pikir dengan keinginan putrinya. Bagaimana tidak? Putri yang sudah lama begitu dinantikan kehadirannya, hari ini meminta ijin untuk menikah. Dan itu dengan Yusuf yang sama - sama baru menamatkan sekolah? Ditambah lagi perbedaan kasta diantara kedua keluarga.

Dengan keras Pak Sastro menentang keinginan putrinya, hal ini membuat Sari gundah gulana. Antara sedih dan kecewa. Sedih karena ucapannya telah menyakiti Bapaknya, kecewa karena dia akan gagal bersanding dengan Yusuf.

Malamnya saat di meja makan, Pak Sastro tidak berkata sepatah katapun. Sudah hampir lima hari, Pak Sastro hanya diam dan bersikap dingin kepada Sari.

Sementara Yusuf yang mengetahui penolakan keluarga Sari, segera pulang ke Klaten. Sementara Lek Yanto juga bersikukuh melarang anaknya melamar Sari, meski  dengan alasan menjaga pandangan dan marwah putri sang juragan.

Sari yang mendengar kepulangan Yusuf tampak bahagia. Dengan mantap dia melangkah ke rumah Lek Yanto untuk menemui Yusuf. Namun alangkah kecewanya Sari saat di depan pintu tanpa sengaja dia mendengar kalau Yusuf tidak jadi melamarnya karena akan meneruskan mondok ke Cirebon.
Sari segera berlari pulang dan menangis sejadi - jadinya. Dirinya merasa kalau Yusuf telah mempermainkannya dan bertekad akan melupakan Yusuf untuk selamanya.

***

Bersambung

Kasihan ya, cinta Sari harus kandas di tengah jalan.

Nyesek uugh!

Rombongan Pengantin GaibTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang