04. Baby

134 20 1
                                    

Semenjak makan malam dadakan itu. Haechan makin merasa aneh dengan burger. Ia bahkan memimpikan burger itu datang dan membunuhnya.

Ada apa dengan sadboy satu ini?

"Abang Haedar..." rengekan terdengar sayup-sayup dari ruangan di sebelah kamar milik Haechan.

"ABANG!"

Sial. Haechan buru-buru meletakkan gitar yang berada di pangkuannya beralih pada kasur miliknya.

"Iya, Alisya." Haechan membuka kamar bernuansa biru muda dan peach itu. Aroma strawberry menguar masuk ke dalam indra penciumannya.

Gadis kecil dengan rambut hitam legam berlari kecil kearah Haechan. Memeluk kaki sang kakak secara tiba-tiba.

"Princess, kenapa?"

"Lisya bosan. Mau ikut Abang latihan. Boleh ya?" Ah, bagaimana gadis kecil itu tahu jadwal latihan band Haechan?

"Lisya-"

"Abang nggak sayang sama Lisya? Abang udah nggak suka main sama Lisya?" Haechan menghela nafas. Mengelus kepala Lisya, tetapi di tepis dengan cepat dengan tangan mungilnya.

"Boleh atau boleh banget?!"

"Iya, Lisya. Boleh banget." Haechan mudah luluh dengan adik kecilnya. Walau sedikit terpaksa, ia mengizinkan adiknya ikut latihan untuk kedua kalinya.

Saat pertama kali, Lisya masih berusia empat tahun. Ia mengacaukan semuanya. Ia hanya mau bermain dengan Renjun, dan tak mau lepas dari gitaris tampan itu. Masih kecil sudah tahu mana yang tampan.

Lalu, bagaimana dengan hari ini?

Haechan menyuruh Lisya untuk bersiap-siap. Sedangkan dirinya, menghubungi teman-temannya. Lebih tepatnya, meminta izin. Terutama pada Renjun.

Haechan meletakkan ponselnya di dalam mini backpack milik Lisya. Sengaja ia titipkan, ia malas membawa tas jika keluar rumah.

"Lisya. Janji gaboleh-"

"Iya. Lisya nggak nakal lagi kok. Lisya udah besar!" ucap Lisya saat sedang menyamankan posisi duduknya. Haechan menghela nafas, sebelum melajukan mobilnya untuk meninggalkan rumahnya.

"Abang, hapenya getar-getar!"

Haechan terkekeh sebelum melihat sang adik dari pantulan cermin, ia mulai membuka tas miliknya, dan mengeluarkan ponsel milik Haechan.

"dari bo... cil---"

Haechan buru-buru menepikan mobilnya, takut sang adik membaca kata tidak senonoh pada kalimat yang tersemat pada nama kontak tersebut.

"Bentar, Abang angkat telepon dulu. Okay?" Lisya mengangguk, Haechan bergegas keluar dari mobil.

"Apa?"

"Kak. Lagi sibuk gak?"

"Gak. Kenapa?"

"Flashdisk nya Kak Renjun ada sama aku. Dia butuh nanti sore. Bisa nitip gak? Mungkin kakak mau nongkrong gitu sama dia?"

"Gue kesana. Kebetulan ada jadwal latian."

"Abang, cepetan..." Haechan menoleh pada Lisya yang menempelkan wajahnya pada kaca mobil. Hal itu membuat Haechan terkekeh.

"Kamu ngetawain aku ya?!" tuduh Jenar dari seberang sana.

"Hih, geer banget jadi bocil! Otw nih gue."

"Hm."

Jenar memutuskan panggilan, dan Haechan berjalan masuk ke dalam mobilnya. Walaupun sedikit jengkel dengan Jenar yang bahkan tak berterimakasih padanya.

NotebookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang