Ijen Dan Pesonanya part 1

181 13 0
                                    

   Kisah ini terjadi setelah cerita BOY dan sebelum CHOOSE.


   Bulan Maulid.
   Bulan ini mengingatkanku akan kenangan ringan tak terlupakan akan kedatangan dua orang yang paling kucintai.

   "Assalamu'alaikum." sapa sebuah suara sambil mengetuk pintu. 'Siapa yang bertamu malam-malam begini?' setengah sigap, aku beranjak dari kamar untuk melihatnya.
   "Assalamu'alikum. Kak?" setengah berlari aku segera membuka pintu saat kudengar panggilan 'kak' itu.
   "Walaikumsalam." jawabku didepan pintu dan segera membukanya. Senyumku terkembang sempurna melihat anak yang ada dihadapanku saat itu. "Ichal? Kenapa gak bilang kakak kalau mau kemari?" tanyaku langsung mendekapnya erat. "Kakak rindu padamu." desahku pelan.
   "Ichal juga." sahutnya tulus.
   "Bagaimana denganku?" seru suara lain yang membuatku langsung membeku. "Apa kamu juga rindu padaku?" kalau bukan karena Ichal yang melepaskan rangkulanku, aku takkan melepasnya dan terpaksa memutar arah pandangku. Perlahan tapi pasti, Mas Candra mendekat dan merangkulku, lembut dan semakin erat. "Karena aku sangat merindukanmu." bisiknya lembut di telingaku, membuatku merinding.
   Aku tak mampu menjawabnya, tapi semua organ tubuhku yang mendadak lemas dan mataku yang mengabur telah menjawab betapa aku lebih merindukan orang yang mendekapku saat itu dengan segenap rasa rinduku. "Jangan lepas dulu!" bisikku sangat pelan saat dia hendak melepaskan rangkulannya.
   "Kenapa?" dia bertanya lirih yang langsung berseru "oh!" saat dia mengerti aku tak sanggup berdiri.
   Jantungku berdetak diluar kewajaran. Tubuhku masih meremang dan lemas karena kejutan beruntun yang kudapat. 'Aku rindu padamu. Sangat merindukanmu.'
   "Kakak kenapa, yah?" tanya Ichal pelan. Aku tak bisa melihat ekspresinya ataupun ekspresi mas Candra waktu itu. Apakah tadi mereka bicara tanpa suara sampai Ichal bertanya seperti itu?
   "Kamu bawa barang-barangnya ke dalam! Ayah bantu kakak dulu." tapi bukannya membantuku berjalan, mas Candra justru merangkulku dengan erat dan mengangkat tubuhku sampai ke ruang tamu untuk kemudian merebahkanku di kursi sofa.
   "Aku senang mengetahui kamu masih memiliki rasa itu padaku." bisiknya lembut disusul kecupan pelan di pipiku sebelum akhirnya dia benar-benar melepasku. Bisa kulihat gurat penuh kebahagiaan di wajahnya saat itu.
   Kuraih dan kugenggam jemarinya saat dia hendak pergi membantu Ichal, menahannya pergi. "Bagaimana kabar istrimu mas?" tanyaku lirih dengan kepala miring menyandar punggung kursi.
   "Dia sehat dan tengah hamil empat bulan." jawabnya pelan dengan wajah berseri bercampur getir. Apapun itu? Seorang pria pasti akan bahagia mendapati dirinya akan memiliki momongan lagi. Walaupun luka itu masih ada dihatiku, tapi kapasitasnya sudah sangat kecil. Kebahagiaan mereka adalah segalanya, itu yang utama. "Apa dia..." ucapanku terputus saat Ichal datang bergabung.
   "Kakak kenapa?" tanya Ichal dengan raut muka khawatir. Dirabanya keningku pelan, memastikan suhu tubuhku.
   "Kakak gak apa-apa, Chal. Hanya terkejut." aku tersenyum lembut dan meraih tubuhnya untuk kurangkul. "Adik kakak..." gumamku syahdu. "Kamu makin tinggi saja, Chal. Makan apa kamu disana?" candaku pelan mengundang gelak tawa keduanya.
   "Makan nasilah, kak. Emangnya mau makan apa?" jawabnya lugu. "Justru kakak yang keliatan kurus dan pendek."
   "Bagus! Sekarang kamu udah berani ngeledek kakak ya?" godaku berlagak kesal. Wajah Ichal nampak sedih seketika membuatku tertawa dan mencubit hidungnya. "Becanda."
   "Kakak...." rengeknya memelukku sangat erat. "Ichal sampe takut tadi."
   Aku tersenyum geli melihatnya. "Biarpun pendek dan kurus, tapi kamu sayang kan sama kakak?" godaku sambil mengusap rambutnya yang panjang.
   "Ichal sayang banget sama kakak."
   "Rambutmu waktunya dirapiin, Chal." tuturku lembut.
   "Dia sengaja membiarkan rambutnya panjang dan menunggu kamu yang memotongnya." sahut mas Candra yang daritadi hanya menyaksikan kami sebelum akhirnya ikut duduk di sebelahku.
   "Mas juga ya?" tawarku pelan menatapnya.
   "Sekalian sama hatiku, ya!" sahutnya berbisik pelan di telingaku sebelum dia mengecup pipiku dan merangkulku.
   "Mas! Ada Ichal!" geramku tanpa suara, takut Ichal mendengarnya. Tapi mas Candra malah menjulurkan lidah dan kembali merangkulku.
   "Kami berdua rindu padamu."
   "Aku juga." malam itu, adalah malam terhangat dan terbahagia setelah bertahun-tahun aku menyendiri, berusaha bertahan dan tetap hidup tanpa mereka. Aku tak tahu apakah keputusanku mendatangi mereka waktu itu bisa dibenarkan atau tidak, yang jelas aku bahagia bisa berkumpul bertiga lagi dengan mereka.

IJEN DAN PESONANYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang