"Pagi Rembulan."
Langkahku sedikit berhenti melihat Adlan duduk di meja makan bersama Bia, Baba dan Bimaa. Aku hanya tersenyum tipis sambil kembali berjalan menuju meja makan. Akupun duduk di kursi samping Bia.
"Kamu makan apa?" Tanya Bia padaku.
"Nasi sama nugget aja Bia." Jawabku. Aku menatap Adlan yang duduk di sebrang meja. "Lo ngapain pagi-pagi disini?"
"Mau antar kamu sekolah."
"Gue sama Baba aja."
"Apa sih, Baba sama Bia mau kesekolah gue." Ucap Bimaa yang duduk disebelah Adlan.
"Bikin onar lagi lo ya?" Tebakku menatap tajam arah Bimaa si tukang onar.
"Enggak kok, cuma bolos seminggu aja." Jawab Bia terdengar menahan marah.
Aku mengendus kesal. Dengan rasa kesal aku melempar nugget kearahnya sampai mengenai baju SDnya. Ingat! Bimaa masih kelas 6 SD. Tapi kelakuannya sudah seperti anak SMA yang suka membolos atau memalak atau tidur didalam kelas.
"Kemana aja lo seminggu enggak sekolah?"
"Apa sih kak? Galak banget."
"Gue nanya lo kemana seminggu enggak sekolah?"
"Warnet."
"Gue bakar warnet tempat lo bolos!"
"Janganlah. Lo matiin usaha orang!"
"Lo yang gue matiin, Bimaa!"
"Bulan udah, kamu makan aja sarapan kamu. Kasihan Adlan nanti dia telat sekolahnya."
Aku menatap Baba kesal. Aku mengambil tasku tanpa menikmati sarapanku.
"Aku enggak nafsu makan!"
"Kak---"
"Enggak usah ngomong sama gue!" Bentakku. "Aku berangkat." Pamitku tanpa mencium tangan Bia dan Baba.
Tanpa menunggu Adlan, aku keluar rumah dan berjalan menyusuri jalan untuk segera bertemu dengan ojek. Aku selalu kesal pada Bia dan Baba karena selalu memanjakan Bimaa. Setiap Bimaa melakukan kesalahan, Bimaa hanya dinasehati Jangan melakukan itu, tidak boleh. Hanya itu kata-kata Bia dan Baba tanpa memarahinya.
Tin tin tin
Aku berhenti melangkah. Adlan sudah sampai disampingku. Ia menyodorkan helm padaku dan aku terima dengan rasa kesal. Aku pun naik keatas motornya. Tanpa membuang waktu Adlan melajukan motornya.
"Dek..."
"Enggak usah ngomong sama gue. Gue lagi malas ngomong!"
"Enggak baik marah sama orang tua. Apalagi tadi kamu enggak cium tangan mereka. Bisa bahaya marah sama orang tua."
Aku memilih diam tanpa merespon ucapannya. Sepanjang jalan menuju sekolahku, aku dan Adlan hanya larut dalam diam. Ia pun menuruti permintaanku untuk tidak mengajakku bicara. Kami pun sampai didepan gerbang sekolahku. Aku turun dan melepas helm.
"Enggak usah jemput, gue mau pulang sendiri." Ucapku sebelum Adlan mengatakan akan menjemputku. "Makasih." Aku pergi meninggalkannya, masuk kedalam sekolah tanpa menunggu Adlan pergi dari sekolah.
TINGGAL KENANGAN
"Lo pulangnya dijemput, Lan?"
Aku menoleh kesampingku ternyata Azrana dan Alynna sudah berdiri disampingku. Aku memakai hoodie dengan tudungnya menutupi kepalaku. Setelahnya aku memasang headset ditelingaku, terakhir aku menyampirkan tas disalah satu pundakku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tinggal Kenangan
Ficção AdolescenteIni kisahku di 10tahun lalu, semasa aku masih menjadi remaja labil. Tentang cinta pertama yang tidak pernah aku rasakan sebelumnya. Sebelum mengenalmu--- Aku pernah patah hati, tetapi tidak pernah sesakit karenamu. Aku pernah bahagia, tetapi aku ing...