Bab 4 Awal Perkenalan

16 3 0
                                    

Hari baru telah tiba, dimana para remaja kini sibuk dengan aktivitas hidup. Apalagi bagi mereka yang menyandang nama mahasiswa baru.

Hari pertama merasakan perkuliahan entah senang atau sedih, eh tunggu bentar, sedih kayaknya kurang cocok untuk mahasiswa baru. Mungkin hanya senang yang cocok dengan mahasiswa baru.

Begitulah sebagian atau mayoritas mereka, kecuali aku. Entah itu senang atau rasa yang lain tidak ada dalam catatan diri ini. Semua terasa sama, hanya beda tempat dan waktu saja.

06.12 wib.
Jogyakarta.

Masih pagi sekali Angga telah menyiapkan kebutuhannya untuk perkuliahan pertama. Memang terlihat ribet tapi apa daya, ini sudah menjadi kewajibannya. Mau tidak mau, dia harus melakukannya. Bersekolah? Bukan lagi sekolah, tapi kuliah.

"Kenapa harus kata kuliah ya? Kenapa tidak nguliah saja," gurau Angga dari hatinya.

Apakah seperti ini kehidupan mahasiswa? Selalu monoton, seperti robot yang berjalan dengan perintah tertulis. Namun, dalam lubuk hatinya semangat terus berjalan karena hanya ini yang bisa dilakukannya untuk membahagiakan kedua orang tuanya. Sambil menyusuri jalan Angga melihat bangunan sekitar yang menjulang tinggi, menggores langit, membelah angin. Kenapa harus ada bangunan seperti itu? Tuntutan luas tanah apakah menjadi alasan?.

Ketika sampai didepan kampus, Angga berhenti seraya melihat semua mahasiswa yang berbaur tanpa tau mana yang mahasiswa baru dan mahasiswa lama. Bayangan akan ramainya kampus terpecah ketika seorang yang baru dikenalnya muncul.

"Hei, berangkat bareng ayo," dengan senyuman manisnya, Citra menyapa tanpa ragu.
"Eh, kamu toh".
"Gimana? Mau gak? Pokok harus mau".
"Kok terdengar seperti paksaan ya".
"Lagian kamunya sendiri mulu".
"Kamu juga".
"Iya juga, pokok Angga harus mau".
"Gimana ya" rasa bingung menjalar ke nada bicaranya. Mungkin ini bisa jadi awal untuk bersosialisasi.
"Iya dah, kita berangkat bareng," serasa pasrah nada bicaranya.
"Oke".

Sambil beriringan mereka berjalan menyusuri kampus untuk menuju ruang kelas mereka dibagian belakang.

"Kelas kita yang mana?" sambil melirik kanan kiri, Siska mencoba menerka kelas mereka.
"Mana aku tau Cit," dengan nada cuek Angga seperti mengacuhkannya.
"Kamu ini, bukannya bantu cari".
"Aku kan anak baru juga disini".

15 menit berlalu namun mereka tetap tidak menemukan kelas mereka, hingga pada akhirnya mereka memberanikan bertanya kepada seseorang yang tidak diketahui antara mahasiswa baru dan mahasiswa lama. Keberuntungan mungkin cocok disebut. Karena ternyata mahasiswa tersebut teman kelas mereka.

"Eh, kalian satu kelas sama aku toh," dengan ciri khas suara melengking Rida mengejutkan Angga dan Citra.
"Iya kah? Bukan kakak tingkat kan?" seraya melirik, Siska meneliti dari atas ke bawah.
"Yah, kalian ragu ya".
"Gak kok kita gak ragu," buru-buru Angga menyela pembicaraan.
"Ya udah, kita cari kelas kita aja," kata Angga dengan datar.

Mereka bertiga terus mencari sampai waktu berjalan 5 menit. Hingga pada akhirnya menemukan kelas yang berada dilantai 3. Perkenalan antara mahasiswa di jam pertama serta perkenalan dari dosen menghiasi jalannya perkuliahan awal mereka. Begitu seterusnya hingga mata kuliah untuk hari ini selesai.

Rasa lega tampak di muka Angga, seraya berjalan bersama Citra. Mereka berdua mendapat teman baru, namun entah kenapa mereka berdua seperti lebih cocok berjalan berdua. Sambil bercerita sana kemari mulai dari asal sekolah, hingga kenapa masuk kejurusan tersebut.

Dunia terasa milik berdua, rasa memang rahasia, tapi tidak pernah bohong. Begitulah mereka berdua, malu-malu seperti kucing yang menginginkan sejuta hal didalam hatinya.

"Ada telfon? Dari siapa ya?" Kata Angga yang baru selesai mandi. Menyadari telfonnya berbunyi sedari tadi, tanpa basa-basi Angga langsung menjawab telfon tersebut.

"Siapa?".
"Yah, baru saja berpisah, sudah lupa ke aku".
"Oh, kamu toh, lagian aku baru saja selesai mandi kamu telfon".
"Ke cafe yuk," tanpa basi Citra langsung mengajak Angga.
"Hmm, oke cafe yang biasa ya".
"Beneran mau?" dengan nada semangat Citra bertanya.
"Iya, mumpung aku lagi ada janji sama temanku".
"Habis isya' kan?".
"Iya".
"Oke, bye".
"Bye".

Perasaan senang muncul seketika setelah Angga menutup telfonnya. Tanpa basa-basi, Citra langsung membuka lemari baju sambil membilah baju favoritnya. Bingung! Yang mana? Semua baju terlihat biasa-biasa saja. Apa ini yang namanya cinta? Semua kata tersebut mengiang dikepalanya hingga sorot matanya tertuju pada satu warna baju.

Tidak beda jauh dengan Citra, Angga sedikit kebingungan dengan baju yang mau dikenakan untuk nanti. Angga yang sedari dulu tidak pernah memikirkan penampilan, kini berubah seperti pelamar pekerja yang bingung akan baju yang cocok untuk melamar pekerjaan, atau pengantin baru yang kebingungan dengan baju pengantinnya.

Jam terus berputar, hingga waktu yang dijanjikan tiba. Sedangkan Citra masih saja sibuk menyisir rambutnya. Rasa percaya dirinya seperti ciut ketika melihat seutas rambutnya yang tidak rapi. Sedangkan disisi lain, Angga sudah sampai beserta teman-temannya.

"Wah Sis, kamu habis perawatan?" Sapa Angga yang heran dengan perubahan temannya.
"Mana ada, kamu aja yang gak pernah merhatikan," kata Siska sambil memalingkan wajah.
Pertemuan mereka memang belum memnyentuh seminggu, namun ibarat berpisah satu tahun mereka bergurau dengan hangatnya. Hingga Citra datang memecah kehangatannya. Bukan karena apa, melainkan dengan penampilannya yang seperti seorang putri. Angga tampak tertegun dengan penampilan Citra yang tanpa disadari terlihat malu dilihat.

Siska mengguman didalam hatinya, "Perasaan apa ini? Tiba-tiba tidak nyaman dengan kehadirannya?" Dengan senyum masam Siska menyapa seraya memerhatikan penampilan Citra dari atas kebawah. Perasaan tidak nyaman tersebut mulai membesar karena tempat duduk yang kurang dan angga menemaninya duduk di meja sebelah. Mereka berdua bergurau seperti sepasang kekasih.

Lain hal dengan yang dipikirkan Siska, dalam benak Angga yang ada sejuta kemungkinan yang mungkin bisa menjadi awal dalam perkenalan yang singkat ini. Entah awal seperti apa yang diharapkan, hanya terpikirkan, "Biarlah mengalir apa adanya".

Perkenalan

Kata apa yang pantas saat ini?
Semua terlihat sama di mulut
Namun terdengar indah di telinga

Kata apa yang muncul saat ini?
Semua mengalir mengikuti arus
Namun terkenang didalam hati

Perkenalan apa yang indah saat ini?
Semua terasa tanpa kesan
Namun kelanjutan menentukan

Tak terbayang, tak terpikir
Entah menjadi kebahagian
Atau menjadi kesengsaraan

Angga P.
22.15 WIB
Jogjakarta

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 03, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TerlemaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang