[5] Tidak Butuh Orang Baru

409 31 3
                                    

Salah satu dari mereka menyahut, "Tadi sama kakaknya, kayaknya ke kantin deh."

"Bangsat," umpat laki-laki itu lalu segera melangkahkan kaki menuju kantin.

Kantin lumayan ramai. Dari sekian banyak anak yang berseliweran, tak satu pun Baylor menemukan gadisnya. Ia terus berjalan dari ujung hingga ujung, sampai akhirnya tiba di kedai Bu Ningsih.

Bu Ningsih memanggil Baylor dan menyerahkan pesanan yang disimpan sedari pagi, ia menghentikan pencariannya. Beralih pada nasi goreng untuk mengisi energi. Kalau banyak energi kan lebih enak nampolnya, pikir lelaki itu.

Segerombolan anak kelas sepuluh, katanya isinya anak-anak hits terkejut oleh kehadiran Baylor di sebrang meja mereka. Mereka adalah enam perempuan cantik yang tanpa takut mempoles wajah dengan make-up ke sekolah. Padahal, sudah sering ditegur oleh kakel maupun guru. Tapi tidak mempan.

"Kak Baylor!" panggil salah satu dari mereka, sepertinya si ketua squad.

Baylor mendongak dan menghentikan suapannya sejenak, ia masih menunggu siswi itu akan berkata apa. Bagaimana pun, Baylor tetap menghargai orang lain bicara.

Ternyata siswi itu bukan hanya memanggil, bahkan menghampiri meja Baylor setelah didorong oleh teman-temannya. Keberanian siswi itu Baylor akui dengan senyum tipis. Anak kelas sepuluh sekarang memang pada 'berani' pada hal-hal yang seperti ini.

"Aku Jessie, salam kenal, Kak." Tangan putih bersih nan mulus itu terulur, Baylor melirik sekilas dengan satu alis terangkat.

"Ngajak kenalan?" tanya Baylor.

Anggukkan Jessie membuat Baylor memutar bola matanya malas. Ia tak mengacuhkan tangan itu sampai Jessie pegal sendiri.

"Lo bisa baca kan name tag gue, itu sama aja kenalan. Paham?" ujar Baylor dengan nada datar, sama sekali tidak tertarik. Apalagi melihat wajah Jessie dengan dandanan berlebihan, melampaui standar anak sekolah. Kalau lipbalm masih wajar, lah ini lipstik mate. Kan edan.

Dibuat kesal dan harga dirinya amblas, Jessie membalikkan badan kembali ke teman-temannya. Di sana mereka menyambut Jessie yang hampir mengeluarkan air mata.

Baylor masa bodo, ia melanjutkan makannya lagi. Kali ini, matanya sambil mengedar. Siapa tahu, ia bisa menemukan  tubuh Kirana di tengah keramaian.

Nyatanya, sampai nasi gorengnya habis ia tak kunjung mendapatinya. Baylor benar-benar dibuat mengumpat, mulutnya seperti sedang mengabsen para penghuni kebun binatang.

Tepat ketika melafalkan Monyet ia melihat Raja, oh ayolah ini bukan kebetulan saja kan? Tangannya sudah gatal daritadi, pengen nabok orang. Hehe.

Baylor mendekat ke arah Raja berdiri dan benar, Kirana ada di sampingnya.

Kirana meneguk salivanya susah payah. Sementara itu, Baylor senang gadisnya ketakutan seperti ini. Pemandangan yang mengasyikkan. Ia melirik sekilas sepiring nasi dan telur mata sapi di atasnya, "Kamu lapar, Kirana? Iya?" Ia mendekatkan wajah, hingga jarak mereka berdua hanya sekitar beberapa centi saja.

Kirana menahan napas, memejamkan mata sejenak. Takut menatap dua bola mata Baylor yang sudah berapi-api, bisa-bisa gadis itu terbakar.

Raja masih setia di posisinya, padahal adiknya sedang dalam posisi terancam. Tapi coba lihat, tidak berguna sama sekali sebagai seorang kakak.

Baylor [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang