T I G A

41 2 0
                                    




"Kenapa tidak mencoba sesuatu hal yang tidak kita inginkan? Memangnya kamu Tuhan, sudah tau pasti bahwa itu adalah hal tidak baik untukmu?"


Satu hal yang perlu dicatat, Anshally tidak akan terlalu kejam lagi ke Awan. Alasannya? Ya karena Awan baik, buktinya dia pernah mengantar Anshally ke rumah dengan selamat, pastinya.

Mungkin Anshally harus mencoba dengan Awan, meski Ia tak ingin.

Lebih baik bersama dengan orang yang mencintai kita, daripada bersama dengan orang yang kita cintai.

Itu kata orang, kan?

Tapi apa Awan sudah mencintai Anshally?

Dan kalau Awan belum mencintai Anshally, kenapa Ia meminta jadi pacar?

Kembali ke topik orang yang mencintai kita.

Kata orang, orang yang mencintai kita tidak akan meninggalkan bagaimana pun caranya. Sedangkan orang yang kita cintai akan meninggalkan kita ketika kita sudah ada 'kurangnya' atau dia sudah merasa bosan.

Itu ada benarnya, kok. Sepertinya.

Awan juga baik kok, pintar juga. Dan sepertinya nanti Anshally harus lihat wajah Awan tanpa kacamata, biar jelas wajahnya.

Memikirkan itu bikin Anshally terus menatap Awan hari ini, diperpustakaan. Gimana kalo Awan membuka kacamatanya ya?

Awan yang sadar sedang ditatap Anshally merasa risih. Awan melirik Anshally, mengalihkan dirinya dari aktivitas membaca buku, pedahal Awan paling tidak suka kalo ada yang mengganggu aktivitas baca bukunya, catat hal itu.

"Kenapa sih An?" Awan menatap Anshally yang sedang menatapnya, mata mereka bertemu, "gue lagi mikirin gimana muka lo tanpa kacamata, Awan." Anshally menyentuh kacamata Awan, ingin melepas namun Awan melepaskan tangan Anshally dari kacamatanya.

"Gabisa, Anshally. Nanti gue gabisa baca lagi."

"Emang minus lo separah itu ya?"

"Di perpus ga boleh ngobrol, lo mau kita diusir?"

"Kita ke kantin aja yuk? Bosen Awan. Lo sih malah ngajak gue ke perpus, kalo Xena sekolah gue pasti ga akan nerima ajakan lo."

"Bentar lagi, lo bisa liat-liat buku, baca buku sekalian."

"Sorry, gue bukan pemakan buku kaya lo."

"Awan?" Anshally mulai menggoda Awan dengan menutup buku yang sedang Awan baca. Namun Awan kembali membuka buku itu dan membacanya, tak menghiraukan Anshally.

"Gue bosen Awan." Anshally kembali menatap Awan, menyentuhkan tangannya ke kacamata Awan. Awan tak menggubris hal itu.

"Pacar."

"Awan!"

"Awan sayang." Awan langsung menatap Anshally karena mendengar rayuan manis yang terlontar.

"Belajar ngerayu dimana?" Awan menutup bukunya, lalu mulai membereskan barang-barangnya.

"Kalo lo mau disebut sayang bilang dari tadi, biar gue gausah nunggu lama."

"Terserah."

Anshally pun menggandeng lengan Awan manja. Berjalan bersama menuju kantin. Ada satu hal yang ada dalam benak Anshally, apakah Ia benar-benar mau menerima Awan atau hanya membutuhkan Awan disaat Xena tidak ada?

***

"Hari ini pulang sama supir?" Awan bertanya kepada Anshally saat mereka berjalan menuju gerbang sekolah untuk pulang. Untuk kedua kalinya, Anshally menggandeng lengan Awan dan berjalan bersama.

Mungkin Awan tidak setampan pacar-pacar Anshally.

Dia juga tidak populer.

Tidak keren.

Tapi setidaknya Awan baik. Lebih baik dari mantan-mantan Anshally.

Sembari berjalan dengan Awan, Anshally melirik keadaan sekolah.

Ramai.

Satu kata yang mewakilkan segalanya.

Kecuali, ada tempat parkiran yang tidak terlalu ramai. Bahkan, disana hanya ada satu motor yang terparkir dengan beberapa orang yang sedang mengobrol. Anshally terus memperhatikan, sampai orang-orang itu pergi dan menyisakan satu orang.

Orang itu keren, apalagi bawa motor keren juga.

Tunggu.

"Awan, orang yang disana siapa ya? Kok cuma motornya aja yang ada disana? Tempat lain penuh pedahal." Anshally bertanya sambil menunjuk tempat yang Ia maksud, terserah dengan apa yang orang lain pikirkan karena dia sudah menunjuk orang sembarangan.

"Dia Langit."

Boom!

Anshally dapat nama cowok itu. Langit. Orang yang Anshally tabrak saat pertama kali menginjakkan kaki disekolah ini, sekaligus menjadi orang yang pertama kali Anshally sukai.

Itu tidak salah kan?

"Oh jadi itu yang namanya Langit." Anshally tidak bisa melepaskan tatapannya pada Langit, secara tidak sadar Anshally juga melepas gandengan tangannya pada Awan.

Tepat saat Anshally dan Awan melewati gerbang, Langit juga lewat menggunakan motornya. Beruntung sekali Anshally bisa melihat wajah Langit dari dekat, sangat-sangat beruntung ketika Langit mengucapkan, "gue duluan, cantik," dengan mengedipkan sebelah mata dan senyum menawan ketika melewati Anshally.

Anshally sangat senang! Catat hal itu.

Awan yang melihat hal tadi hanya diam, sedangkan Anshally sampai detik berikutnya masih tersenyum menyimpan sapaan manis Langit dalam memorinya.

Tidak salah Anshally menyukai Langit sejak pertama bertemu. Cowok itu punya kharismanya sendiri.

Ganteng.

Keren.

Dan kalo kata Xena, Berbahaya alias menantang.

Apa yang kurang dari Langit?

Tapi mengapa Langit tiba-tiba bersikap baik pedahal saat pertama kali bertemu sangat galak?

Apa dia baru sadar bahwa Anshally cantik?

Begitu banyak pertanyaan yang muncul dalam benar Anshally. Namun Anshally memilih memendamnya. Menggantikan pertanyaan-pertanyaan itu dengan putaran memori manis tentang Langit.

Hari itu Anshally melepaskan tautannya dengan Awan hanya karena memandang Langit.

Apakah itu adalah hal yang benar?



Maap pendekkk
Lagi stuck nih idenya
See you



Ana Meliyana



Out Of The SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang