3.5 Sembakung

371 8 0
                                    

Sudah sekitar 1 bulan aku tinggal di estate, di tengah hutan, jauh dari peradaban. Aku mulai terbiasa dengan suasana sepi ini. Sepi, bener bener sepi. Tidak ada hingar bingar kendaraan.

Benar benar sepi. Apalagi nggak ada sinyal. Bahkan Simpati pun keok di sini. 😂 dan itulah tantangan terberat nya. Tapi ada hikmahnya. 1 bulan tanpa sinyal membuat jari jemariku yang sering nyeri karena kebanyakan main hape, akhirnya sembuh perlahan. 😉

Tidak hanya itu, aku pun mulai terbiasa tidur selepas isyak. Karena selepas isyak di sini, berasa udah tengah malam di jawa. Bahkan lebih sepi lagi. Hikmahnya aku bisa bangun lebih pagi dan lebih fresh karena kualitas tidur yang bagus.

Selain sepi, Gelap pula. Nggak banyak lampu yang menerangi langit malam estate. Jadi bener bener gelap. Ribuan bintang pun terlihat gemerlap. Seperti saat aku kecil dulu, saat listrik masih jadi barang langka. Bintang terlihat cemerlang di langit kampung kami. Beda dengan sekarang, langit tak pernah terlihat benar benar gelap. Bintang pun hampir tak ada yang terlihat di langit malam kampung ku.

Suasana semakin terasa syahdu karena suara suara serangga malam yang menemani. Bener bener hidup yang berkualitas menurutku.

Tapi tentu saja ada hal yang nggak enak juga. Karena gak ada sinyal, maka aku nggak bisa dapat kabar dari rumah. Saat itu lah baru terasa keberadaan bapak yang selama ini menjagaku. Jika teringat bapak, dadaku terasa penuh. Apalagi setelah bahwa bapak ada penyakit jantung. 😓. Ah semoga bapak baik baik saja.

"Keluar yuk pak, Ke SP." ajak Bu Ernes.

"SP?" tanyaku.

"Iya. Sentra pemukiman. Di Sebuku sana. Belum pernah diajak pak ernes ke sana?"

"Hehehe belum. Sama sama sibuk nya bu"

"Oh yaudah entar ikut aja. Kita pergi ama Pakdhe dan Budhe sekalian".

Akhirnya kami pun pergi ke luar estate menuju SP. Pak ernes, aku, bu ernes (bersama baby ernes tentunya) dan budhe naik mobil. Sedangkan pakdhe naik motor.

SP atau sentra pemukiman adalah tempat yang disediakan pemerintah jaman orba dulu untuk para transmigran. Ada 4 SP di daerah Sebuku sini. Tapi yang paling ramai adalah SP 2, karena ada pasarnya. Setelah pemekaran kecamatan Tulin Onsoi dari kecamatan Sebuku, SP 2 nih udha berasa ibukota kecamatan baru tersebut.

Perjalanan dari estate ke SP sekitar 1 jam, ya sama kira kira dari estate ke Mansalong. Tapi pak ernes tau jalan pintasnya. Dia memotong jalur dengan mengikuti jalur off-road yang dibangun perusahan. Sebenatnya ya sama sama off-road nya sih dengan jalan yang dibangun pemerintah 😂.

Sekitar jam 5 sore kami tiba di SP. Budhe dan Bu ernis pun langsung belanja menyediakan keperluan untuk satu bulan. Lumayan ramai sih,  aku seperti menemukan kembali denyut kehidupan, apa itu? 😂 tentunya sinyal. Mumpung ada sinyal aku akhir nya aku tanya kabar ke rumah. Alhamdulillah semua baik baik aja. Ada kabar yang entah enak atau enggak, bapak mau nikah lagi. Ya sudahlah, daripada pacaran pacaran doang, nambah nambah dosa.

Di SP ada deretan toko kelontong. Ada pula penjual sayur, ikan maupun ayam. Ada pula Bank, apalagi kalo bukan BRI. Eh ada bank yang lain juga sih. BPD kaltim-tara. Eh aku kan pernah punya kakak-kakakan yang kerja di BPD Kaltimtara. 😘🥰 tepatnya di kantor cabang Malinau. Eh sayang udah lost contact karena hapeku rusak. Coba masih kontak, mungkin bisa meet up di Malinau.

Selain pasar n bank, ada juga kantor pos Sebuku. Koq namanya Sebuku, ya mungkin masih proses pemisahan dengan Tulin Onsoi. Juga ada Puskesmas Sanur karena terletak di Desa Sanur. Juga ada masjid jamik.

"Kita makan dulu ya..." ajak Pak Ernes setelah Bu Ernes dan Budhe selesai belanja. Karenna belanjaan budhe emang banyak (secara belanjaan buat makanan karyawan se estate), sebagian dimasukin mobil, dan sebagian besarnya dibawa pakdhe naik motor. Pakdhe pun langsung meluncur kembali ke estate tanpa ikut kami makan dulu.

"Ke mana pa? Mangga dua aja ya? Kangen nih ... " pinta bu ernes. Awalnya aku enggak tahu apa itu mangga dua. Mungkin daerah lain. Tapi ternyata itu nama warung makan di sekitar SP 2. Tepatnya di dekat masjid Jamik. Mangga dua ni jadi warung makan favorit para perantau terutama asal jawa. Karena selain menyediakan makanan lokal, juga menyediakan makanan jawa. Rasanya sih biasa aja. Malah menurutku lebih enakan masakan bu ernes. 😅😅 Menjelang isyak, setelah makan malam kami kembali. Jalan bener bener sepi dan gelap.

Setelah dari SP, entah kenapa aku kembali merindukan ramainya kehidupan. Kalo ada kesempatan keluar estate, pasti aku manfaatkan baik baik. 😂

Kesempatan lain itu pun datang kembali. Suatu ketika, datang tamu  yang masih satu naungan perusahaan PT Permata Raya, sebut saja Maliki. Kebetulan dia ditempatkan di dekat SP 4, di sebuah perkebunan Sawit. Dia minta bantuan ke ricko untuk ngantar ke Malinau. Ricko males. Kayaknya mereka nggak cocok. Yaudah mumpung ricko males, jadi aku ambil aja kesempatan itu. Aku yang antar mereka ke Malinau.

Kami berangkat menjelang siang. Sampai di Malinau tentu saja sudah lewat masa dzuhur. Kami pergi ke bengkel mobil, ternyata tukang bengkelnya berasal dari Kabupaten ku. Lain kecamatan aja. Wkwkwkwkwkw ah hidup, rasanya bahagia banget ketemu orang satu Kabupaten, padahal nggak kenal sebelumnya.

Selesai ke bengkel mobil, mereka minta diantar ke RSUD Malinau. Katanya mau sekalian jemput karyawan yang selesai opname. Aku iyain aja. Eh ternyata lama banget prosesnya. Entah apa yang terjadi.

Karena sudah seharian, akhirnya si Maliki ngajak makan di warung makan depan rsud. Dan surpriseeee.... Ternyata yang jual juga dari Kabupaten ku. 😂😂😂😂

Aku pun pilih nasi pecel ayam. Jangan disamakan dengan nasi pecel jawa ya rasanya. Jauh lah rasanya. Sebenarnya masih mending masakan budhe kantin. Cuma mungkin yang membuat istimewa adalah ayam goreng tepung nya yang besar banget. Eh tapi tapi .... Tepung nya doang yang tebal wkwkwkwkwkwk. Selesai makan, si Maliki pun bayar. Karena penasaran harganya aku ngikut aja. Eh ternyata harganya 20rb. Kalo di jawa paling cuma 5rb. Kalo di kantin budhe ya cuma 10.rb. Hiya hiya hi ya...  Untunglah Maliki yang bayar.

Selepas isyak barulah kami pulang. Dan kami sampai di estate sekitar jam 22 WITA. Duh capek, padahal nggak ngapa2in. Lama nunggu di rumah sakit sih, entah urus apa aja. Aku agak kesel jadinya. Apalagi sebelumnya si ricko udah kasih info negatif terkait Maliki.

***
Kesempatan lain datang ketika ada karyawan yang minta diantar ke RSUD Malinau. Nih anak ada bonong bohong nya di kepala. Salah satu keluarga ternyata ada riwayat batuk lama. Sebelumnya kami bawa ke Puskesmas Sembakung, di desa Atap.

Desa atap, desanya Si Roby, adalah ibukota kecamatan Sembakung. Terletak di tepi sungai Sembakung, desa ini dilengkapi dengan pelabuhan speed boat menuju Nunukan atau Tarakan. Desa ini tidak seramai SP. Tapi lumayan lah, ada sinyalnya. Si ricko sempat beli rambutan. Rasanya kecuuuuuut 😫😫😫 .

Setelah dari puskesmas, ternyata dokternya menyarankan untuk dirujuk ke dokter spesialis anak di RSUD. Secara hirarki seharusnya ke RSUD Nunukan. Tapi secara geografi, ya ke rsud Malinau aja. Pulangnya kami mampir dulu di desa mansalong yang merupakan ibukota kecamatan Lumbis. Lumayan ramai. Di sana aku beli topi lebar, biar enggak tersengat matahari.

Setelah beberapa kali keluar estate, aku mulai bosan. Ya gimana ya... Keluar dua jam perjalanan hanya untuk cari sinyal wkwkwkwkw. Gak sanggup dengan capeknya. Akhirnya kalo butuh apa apa, aku lebih memilih pergi ke SP.

Dan di SP lah kebaperanku pada satpam bernama Alam di mulai. 😅😅😅

TBC

Petualangan Kliman 😂Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang