[6] Satu Hari Tanpa Bertemu

405 29 5
                                    

Sejak pagi Baylor tampan kurang semangat. Teman-teman anak laki-laki itu yang menyadari pun sudah tahu apa penyebabnya, tidak lain adalah ketidakhadiran Kirana di sekolah. Katanya, gadis itu sedang sakit.

"Lo udah coba telpon, Bay?" tanya Jefri.

"Udah sepuluh kali, Jef. Tapi gak diangkat-angkat," sahut Baylor terang-terangan sambil menunjukkan halaman log panggilannya. Memang, tak satu pun yang diangkat oleh kontak bernama Kirana itu.

Mereka dibuat tercengang, sepuluh?  Sebegitu khawatirnya kah seorang Baylor ketika Kirana tak masuk sehari saja? Benar, Baylor sudah kelewat batas.

Nata berujar sarkas, "Bucin lo, Bay. Sewajarnya ajalah, mungkin Kirana gak pegang hp karena lagi sakit."

Ungkapan tersebut diangguki tanda setuju oleh Jefri, Restu, dan Gery. Tidak dengan Baylor, lelaki itu menipiskan bibir. Netranya menyorot Nata tanpa arti hingga Nata membuang muka.

"Kenapa lo buang muka? Takut gue marah? Gini deh, Nat. Lo belum pernah yang namanya suka sama cewek modelnya kayak dia." Baylor menjelaskan dengan tenang, tidak terselip nada marah atau apa pun. Untuk hal sekecil ini, tidak baik dibesar-besarkan.

Namun, sudah dasarnya bersifat memprovokasi, mulut Gery menceletuk, "Lo bucinin aja tuh si Jihan."

Kini, atensi keempatnya mengarah pada Gery. Yang ditatap justru tak tahu kesalahannya, "Bener kan?" Malah kembali mengangkat suara yang membuat Nata tersenyum sinis.

"Jihan sama Kirana itu beda!" sungut Nata dengan menekankan kata beda.

Tunggu, daritadi siapa yang bilang sama? Toh, asumsi Nata sendiri yang salah mengartikan celetukkan Gery.

Baylor mulai terpancing dengan menoleh pada Nata yang sudah selesai bicara, "Jauh, bahkan masih 'bagusan' Kirana ke mana-mana." Penuturan Baylor malah semakin memperburuk suasana.

Perlahan, ruangan kelas mendadak menjadi pengap. Restu yang sedari tadi diam, sebenarnya sedang memanjatkan doa agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Pertengkaran, misalnya.

Besar kemungkinan terjadi jika salah seorang dari mereka ada yang berujar kembali.

"Bisa ya lo ngomong begitu, Bay?" Nata memajukan posisinya berdiri, bersungut tepat di wajah Baylor sambil menunjuk lelaki itu dengan telunjuknya. Perbuatan yang tidak sopan.

Sekarang, tidak ada yang bisa mencegah perkelahian Baylor dan Nata. Restu menghela napas pasrah, sedangkan Jefri hanya diam menyaksikan mereka. Sesekali meniup permen karet yang sedang dikunyah dan membentuk menjadi balon.

Up guys.

Gery? Si provokator itu sibuk mendesak Jefri dan Restu untuk menjadi penengah. Tidak ada yang bersedia, sampai Baylor akhirnya membalas perkataan Nata dengan satu tepukan di atas bahu.

"Sans, bre. Gue yang lagi kesel kenapa lo yang marah-marah sih? PMS?" Masih bersikap santai.

Akan tetapi, Nata sudah terlanjur marah Jihan dibanding-bandingkan dengan Kirana. Malah dibilang jauh lebih 'bagus' Kirana daripada Jihannya. Siapa yang akan tinggal diam?

Bugh!

Satu pukulan mendarat sempurna di rahang Baylor, sudut bibir lelaki itu langsung mengeluarkan cairan kental berwarna merah. Nata sudah menjadikan Jihan di atas segalanya, bahkan persahabatan sekali pun.

Jadi, di sini siapa yang kelewat batas mencintai seseorang? Baylorkah atau Nata?

Sementara itu, Jefri dengan sigap menarik Nata untuk tidak membabi buta. Karena Baylor sepertinya tak ada tanda-tanda membalas.

Baylor [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang