Chapter 8

21 4 0
                                    

Hari ini berjalan seperti biasa. Kelas Edrea sedang belajar materi tentang hukum fisika.
"Semua benda jatuh pasti sama, mau itu kertas, besi, batu bahkan kapas". Bu Ardila menggambar benda-beda yang ia sebutkan tadi.
"Maka kita tidak bisa-" Suara guru di depan serasa tak terdengar. Edrea menguap memainkan pulpennya di dahi. Sesekali Edrea mengusap matanya yang berair. Menyandarkan kepalanya di bahu Geysa. Semua sudah dia lakukan tapi tetap saja dia mengantuk. Akhirnya Edrea tumbang. Dia terlelap tidur di bangku.

"Rea, bangun heh!" Geysa berusaha membangunkan Edrea. Namun Edrea sudah terlanjur terlelap.
"Rea! Ihhh! Ayo bangun!" bisik Geysa. Edrea hanya membalasnya dengan dengkuran keras yang membuat semua orang terkejut.

"Pff" Azura hampir saja tertawa. Semua siswa sudah tertawa terbahak-bahak. Bu Ardila menggeleng, menghampiri bangku Edrea. Lantas menyuruh yang lain diam.

"Heh! Rea bangun!" bentak bu Ardila menggoyangkan tubuh Edrea. Tapi di sahuti dengkuran keras kembali.
Tawa pecah Azura bahkan menggeleng dia belum pernah melihat Edrea seperti ini.
"REA BANGUN!"

Edrea akhirnya terbangun dengan wajah terkejut, rambut yang acak-acakan dia mengangkat kepalanya perlahan. Mata birunya mengejap-ngejap menatap sekitar. Agak kabur.

"Keluar" Perintah Bu Ardila.
"Hah? Saya bu?".
"Iya lah siapa lagi! Ayo keluar!".
"Tapi bu-".

"KELUAR REA!". Edrea mendengus bergegas keluar kelas dengan wajah kusut. Baru kali ini dia dikeluarkan dari kelas.
Sekarang Edrea harus menunggu sampai 2 jam ke depan sampai bel pergantian pelajaran berbunyi. Edrea duduk di salah satu bangku koridor. Dia menguap. Tiba-tiba seseorang menyodorkan botol air mineral. Edrea mengangkat kepalanya.

"Minumlah ini akan membantu" ucap Azura.
Edrea menatap sekilas botol itu lantas meraihnya.
"Bagaimana kamu bisa keluar?".
"Aku melakukan kesalahan yang sama seperti yang kamu buat, jadi aku dikeluarkan"
"Tidur?". Azura mengangguk. Tapi kelihatannya wajah Azura segar tidak sekusut Edrea.

"Hanya alasan supaya bisa menemanimu" Azura tersenyum. Edrea tertawa kecil. Lantas minum. Mereka memutuskan menunggu bel pergantian pelajaran bersama-sama.

"Aku baru melihatmu mendengkur seperti itu" Azura tertawa. Sedangkan wajah Edrea berubah bak kepiting rebus. Mendengkur? Benarkah? Jika benar itu memalukan sekali, apalagi di depan Azura? Astaga!.
"Maaf aku bukan bermaksud ingin membuatmu malu tapi, aneh saja mendengkur sekeras itu? Hahaha" Azura masih tertawa. Sedangkan Edrea memasang wajah kusamnya.

"Sudah selesai menertawakanku?".

Azura menahan agar tidak tertawa lalu mengangguk. "Baiklah maaf". Edrea tak menjawab, dia masih merajuk. Apa ini? Bisa-bisanya Azura menertawakannya! Menyebalkan.
"Rea maaf, ayolah aku minta maaf Rea". Azura memohon. Bola mata coklatnya membulat, ia meletakan jari tangannya di telinga. Membuat Edrea melukiskan sebuah senyuman di bibirnya.

"Kamu selalu bisa membujukku!"

"Aku ahli dalam bidang itu Rea, oh ya apa aku boleh tahu kamu bermimpi apa?". Azura kembali tertawa, sekarang Edrea benar-benar geram. Ia memukul Azura, membuat Azura berlari menghindari Edrea.

___

"Bagaimana kabar ibumu?" tanya Azura sambil berjalan hendak pulang sekolah.

"Baik".

"Kenapa?" Azura kembali bertanya.

"Kenapa apa?"

"Kamu sepertinya tidak suka saat aku bertanya tentang ibu".

Edrea tersenyum, "Aku bukan tidak suka, aku hanya mencoba menghindari luka yang selalu ada saat membicarakan ibuku".
"Ayah dan ibuku, mereka hanya lah pembuka luka untukku".

DimensiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang