Bismillah
***
Musim gugur di Paris, waktu subuh datang sekira pukul 06.00. Seperti biasa, Mariam terbangun dua jam sebelum subuh, kebiasaan yang sudah bertahun-tahun melekat dalam hidupnya tetap terbawa meski sedang berada di belahan bumi yang perbedaan waktunya cukup mencolok dengan di tanah air.
Usai meneguk sebotol air, diketuknya layar gawai, memastikan waktu yang dia miliki untuk melaksanakan qiyamul lail. 04.12, dan matanya menangkap notifikasi bertuliskan nama Tante Yeni, mami Anna. Mariam bertanya-tanya, ini tak biasanya, karena meski ia dekat dengan Anna, Tante Yeni jarang sekali menghubunginya kecuali untuk hal yang benar-benar penting. Dengan penasaran, dibukanya pesan dari Tante Yeni.
[Mariam, apa kamu tau di mana Anna? Atau mungkin kamu ada bersamanya?]
"Ada apa sebenarnya? Masa iya Anna pergi sejauh ini nggak pamit sama keluarganya? Tapi kenapa Tante Yeni sampai menanyakan keberadaan Anna padaku? Apa yang disembunyikan Anna dariku?" Sederet tanya muncul di benak Mariam.
"Ah entahlah," gumamnya pada diri sendiri. Jemarinya kembali bergerak, membuat pola kunci di layar gawai. Ya, dia sengaja menguncinya agar Anna tak bisa sembarangan mengecek pesan yang ada di sana. Sahabatnya itu memang suka asal membuka telepon genggamnya.
Mariam sedang melaksanakan qiyamul lail, ketika Anna tergeragap, terbangun dari tidur pulasnya. Sepertinya dia bermimpi tentang sesuatu yang cukup mengganggu hingga dia terjaga. Anna duduk di sisi tempat tidur, menghela napas panjang satu dua kali, lalu merebahkan kembali tubuhnya di atas pembaringan.
"Kenapa aku mimpi kayak gini? Kenapa tiba-tiba ada perasaan seperti ini? Kenapa? Kenapa aku?"
Hati Anna bergejolak, ia terdiam cukup lama, hingga telinganya menangkap suara isak yang tertahan. Anna mengubah posisi, baru sadar bahwa Mariam tak ada di peraduannya. Ia sedang tergugu dalam balutan mukena. Dipandanginya Mariam tanpa kata, hanya netranya tak beranjak dari sana, dan pertanyaan memenuhi benaknya.
"Kenapa kau selalu bangun di jam-jam segini, lalu salat dan menangis? Memangnya salat apa yang harus dilakukan pagi buta begini?" tanya Anna usai Mariam mengakhiri ibadahnya. Mariam tersenyum, menaruh mukena di atas nakas.
"Salat tahajjud dan witir. Ini memang bukan sesuatu yang wajib dilakukan oleh setiap muslim. Namanya sunnah, kalo dilakukan dapat pahala, tapi kalo enggak ya nggak pa-pa, enggak dosa."
"Kalau nggak dilakukan nggak dosa, kenapa kamu mau repot-repot bangun jam segini? Waktunya orang justru lagi pules-pulesnya tidur."
"Ya karena aku pengen dapet pahala," jawab Mariam.
"Emang kenapa harus ngotot dapet pahala?" Anna mengganti posisinya. Duduk, lalu meneguk air yang tersisa separuh hingga tandas.
"Jadi gini, dalam Islam ada yang namanya akhirat, yaitu kehidupan setelah berakhirnya alam semesta. Kiamat. Nah, di akhirat nanti, pahala itu kayak voucher. Semakin banyak yang kita kumpulkan, semakin bagus hadiah yang kita dapatkan. Karena di akhirat nanti, uang dan harta benda dunia enggak laku lagi, yang laku ya pahala itu tadi, dituker buat memperberat timbangan amal kebaikan. Makin banyak pahala, makin bagus juga tingkatan surga yang kita dapatkan. Makanya selama hidup di dunia mesti dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk selalu berusaha melakukan hal-hal baik, hal-hal yang disukai Allah, biar voucher alias pahala yang kita dapetin banyak," ujar Mariam. Dipilihnya perumpamaan yang sekiranya mudah diterima oleh Anna tentang ajaran di luar keyakinannya.
"Tapi kayanya berat banget deh yang dilakukan buat ngumpulin pahala. Repot gitu. Kayak kamu, mesti bangun jam segini lah, makan harus pilih-pilih lah, bahkan mau salaman sama cowok ganteng aja susah, apalagi ngobrol berdua, enggak boleh. Ribet!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Selepas Hidayah (SELESAI)
Fiction généraleSebuah cerita yang akan membawamu jalan-jalan ke Eropa, mengajakmu menemukan satu dua keping kisah dalam sejarah Islam, mengerti artinya persahabatan, memahami liku-liku perasaan, dan juga melihat kebahagiaan tak hanya dari satu sudut pandang. Bukan...