2

163 18 0
                                    

Wanita itu berjalan ke arah Bastian dengan kepala menunduk dalam. Pandangan Bastian tak pernah lepas menatap wanita tersebut. Bahkan sampai wanita itu sudah berada di depannya untuk meletakkan dua cangkir dan sepiring kue potong di meja tamu, mata Bastian masih setia menatapnya. Hanya saja pandangan Bastian sedikit berbeda, kali ini dengan kerutan di dahi. Seolah berpikir.

"Silakan diminum." Tawar wanita itu lalu kepalanya sedikit terangkat membuat pandangan Bastian kini terbalaskan. Tapi hanya beberapa detik saja, karena wanita itu langsung menunduk kembali dan bergegas pergi.

Sebelum wanita itu benar-benar pergi, Bastian buru-buru mencegah. "Tunggu."

Wanita itu berbalik badan dengan kepala menunduk.

"Ada luka memar di dahi kamu." Kepala wanita itu terangkat, kembali membalas tatapan Bastian. Tangannya bergerak untuk meraba luka di dahi sendiri.

"Luka memar seperti itu jangan dibiarkan saja. Apalagi posisinya ada di dahi. Bahaya." Terdengar seperti kalimat perhatian. Tentu. Dan entah kenapa mulutnya ini berkata demikian pada wanita yang tidak dirinya kenal.

Ya, Bastian tak mengenal wanita yang kini menyentuh dahinya sendiri. Setahu Bastian, jika ia tak salah dengar, wanita itu bernama Asha. Tiga bulan mengenal Kinan dan sering bolak-balik ke rumah Kinan, berkenalan dengan semua keluarga besar Kinan dan makan malam bersama setiap ada kesempatan. Tapi untuk wanita yang satu ini, keluarga Kinan tak pernah memperkenalkannya pada keluarga Bastian. Padahal setiap Bastian berkunjung, maka wanita bernama Asha inilah yang akan menyajikan minuman.

"Lukanya nggak terlalu sakit kok." Balas Asha.

Tidak terlalu sakit, wanita itu bilang? Memar ungu seperti itu tentu sangat sakit dan nyeri sampai kepala pusing. Baru saja Bastian hendak berucap, namun terhalang oleh suara Kinan.

"Udah sana cepetan beresin kamar gue, jangan lupa beresin kamar Kania."

Satu fakta yang Bastian lupakan. Kinan juga seringkali memerintah Asha. Sebenarnya siapa Asha ini? Kenapa wanita itu selalu mau untuk disuruh-suruh di rumah ini? Jika memang pembantu, kenapa selalu memanggil Kinan dengan sebutan 'Dek?

"Baik, Dek."

Nah, kan. Kenapa tidak Non, atau Nona? Atau Mbak?

"Mas Bas, gimana kalau kita berangkat sekarang?"

Entah apa yang Kinan bicarakan, yang jelas kini Bastian tengah fokus memandangi Asha yang berlari terpogoh-pogoh. Setelah tubuh Asha sudah menghilang dibalik dinding, barulah Bastian mengalihkan fokusnya pada Kinan. "Ya? Tadi kamu bilang apa?"

"Berangkat sekarang."

Kepala Bastian mengangguk. "Tentu. Ayo berangkat." Ajaknya. Sebelum benar-benar pergi, tak lupa ia menyeruput beberapa kali minuman buatan Asha. Rasanya sangat nagih. Membuatnya menjadi betah jika berkunjung ke rumah ini.

"Kayaknya Mas Bas suka banget ya sama minumannya?" Tanya Kinan.

"Iyaa, rasanya beda dengan teh yang dirumah."

Kinan terkekeh. "Nanti aku tanya ke Mama deh, dia pake teh apa."

"Okay. You are very good."

"Of course, Honey."

Giliran Bastian yang terkekeh. Keduanya lantas meninggalkan ruang tamu dan melesat pergi menuju tempat Kinan merawat rambutnya.

Perjalanan menuju salon langganan Kinan terasa sunyi. Kinan sibuk bermain ponsel. Sedang Bastian tengah fokus mengendarai mobil. Ya, kelihatannya saja fokus. Tapi dalam benak pria itu kini tengah memikirkan banyak hal, terutama tentang Asha. Sejak melihat luka lebam di dahi wanita itu, ia jadi penasaran pada posisinya di keluarga calon tunangannya ini.

Bukan Menantu SpesialTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang