2.

2.1K 65 4
                                    

Sebelas tahun kemudian

"Terima kasih sudah datang." Bisik Airin lembut saat mencium pipiku. Aroma tubuhnya membuat beberapa bagian tubuhku menggigil. Ya, aku masih mencintainya sampai sekarang. Airin memiliki tempat tersendiri di hatiku yang terdalam dan tidak ada seorangpun yang bisa menggantikannya.

"Tentu dan aku harap Julia tidak melemparku dengan High heels nya." Godaku. Hubunganku dengan Julia tidak sedikitpun membaik dari terakhir kami bertemu, sebelas tahun lalu.

Julia akan selalu menghindariku saat ada momen-momen penting yang mengharuskan kita bertemu.

"Aku harus memberikan putriku botol wine untuk melemparmu.. rasa kepuasan berlipat ganda." Suara ejekan dari belakang Airin, Baskara.

"Sayang." Airin memeluk pinggang suaminya dengan erat. "Aku lebih suka tidak ada keributan."

"Kita tidak membuat keributan tapi Julia yang membuat itu," Kekeh Baskara. Setiap kali aku melihat mereka berdua saling mencintai dengan begitu besarnya, perasaan dendam ku lenyap seketika.

"Julia tidak akan berani padaku." Ucapku terlalu pede. Sebenarnya, aku merasa yakin sekali kalau Julia berani memukulku dengan apa saja. Jadi aku harus menjauhkan Julia dari barang-barang yang bisa melukaiku.

"Kita lihat saja." Baskara menatap mataku sekilas sebelum kembali fokus pada Airin. Aku tahu itu sebuah harapan besar Baskara pada putrinya agar bisa melukaiku.

Kami berdua bersikap baik satu sama lain di depan Airin, untuk membuatnya senang jika suami dan sahabat baiknya bisa rukun. Meski dalam kenyataannya, aku dan Baskara tidak pernah akur.

"Sayang, aku harus menemui beberapa teman." Airin mencium Baskara sebelum pergi meninggalkan kami berdua.

"Aku tahu kau masih menyimpan perasaan untuk, Airin." Tebakan Baskara yang kemungkinan benar.

"Kau harus panjang umur agar Airin tidak jadi janda." Balasku tersenyum dan meninggalkan Baskara yang mencoba menahan rasa kesalnya.

Aku harus mencari udara segar dan keputusanku keluar dari ruangan ini untuk bersantai di kebun bunga milik Airin dibelakang rumah ini. Airin suka berkebun dan beberapa bibit bunga yang kuberikan padanya tumbuh dengan subur di kebunnya.

"Lama tidak bertemu." Suara itu berasal dari belakangku.

Aku berbalik dengan cepat karena merasa itu sedikit familiar denganku.

Julia.

Dia berdiri tidak jauh dariku. Gaun merah yang menampilkan kedua bahunya yang indah sangat cocok. Rambut hitam panjang nya dibiarkan membingkai wajah kecilnya.

Julia ku berubah banyak setelah sebelas tahun.

"Sebelas tahun menghindar dariku." Aku menatap langsung matanya yang indah.

Julia menyeringai. "Blak-blakan sekali." Langkah kakinya yang kecil mendekat padaku.

Aku bersyukur tidak ada orang yang datang ke tempat ini untuk mengganggu momen pertemuan ini.

"Banyak yang berubah." Aku memandang nya dari atas sampai bawah. Julia jadi gadis sangat cantik.

"Tentu, kau juga sekarang beruban." Tangannya tiba-tiba menyentuh rambut dekat telingaku yang membuatku merasakan semburan energi listrik melesat ke seluruh kulit kepalaku. Bahkan tanpa sadar aku mencondongkan kepalaku kearahnya untuk lebih dekat.

"Dengan uban di rambutmu.. kau terlihat semakin terlihat matang dan bagus dilihat." Jari-jari Julia masih mengusap rambutku dengan pelan.

"Apa ini mengganggumu?" Tanyaku yang masih menutup mata sambil menikmati sentuhan jari Julia.

"Tidak sama sekali." Jawab Julia. Sekarang jarinya berpindah dari pipiku ke leher ku.

Aku membuka mata dan dia tersentak mundur. Aku segera menarik jarinya dan menggenggam dengan erat. Aku sedikit lupa kalau gadis ini putri sahabatku dan fakta bahwa ini adalah gadis kecil yang berusaha menggagalkan pernikahanku dulu.

"Julia.. " Bisikku. Mataku terarah pada mulutnya yang sedikit terbuka.

"Julia," Airin datang dari belakang. Julia mundur beberapa langkah dan berbalik pada ibunya.

My JuliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang