02. Perpustakaan

418 104 38
                                    

"Mereka bicara soal takdir, seolah-olah mengetahui nasib dan masa depan seseorang tersebut."

Sakala masih tidak ingin berbicara atau pun menceritakan tentang apa yang sudah terjadi padanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sakala masih tidak ingin berbicara atau pun menceritakan tentang apa yang sudah terjadi padanya. Bagaimana ia bisa mendapatkan lebam-lebam biru di tubuh nya, dan beberapa luka fisik lainnya.

"Kal, leher lo kena pukul?" tanya Sagala sambil menyentuh pelan leher kembarannya itu.

Sakala meringis sakit, Abinra hanya diam memandangi kakak tertuanya itu. Dalam hati, Ia terus saja menyumpah serapahi orang yang sudah menyelakai kakaknya.

"Sssh perih, Gal." Sakala merintih ketika Sagala menempelkan telapak tangannya keleher sang tertua untuk mengecek lebaman itu.

Minerva berdecak, "Lo ngomong kek bangsat! Jangan diem aja, lo gak perlu mendem ini sendirian, Kal!"

"Gua gak papa, Va. Gak usah ngoceh kaya burung beo dah lo," jawabnya sambil tertawa.

Semuanya menatap Sakala heran, tidak untuk Kelendra. Dia malah tertawa terbahak karena ucapan Sakala tadi.

"Lo, sinting." Sagala berucap penuh penekanan kepada Kelendra dan Kelendra hanya berdecih.

Melihat teman-temannya itu, Handaru langsung berpikir bahwa ada yang tidak bener dengan Sakala. Tapi, Ia masih kurang yakin dengan hal itu. Menyesap putung rokok yang baru saja di nyalakannya, menghembuskan keluar asap-asap terlarang itu di udara dan membuat Abinra terbatuk.

"Matiin rokok lo, Child." Ah ingatkan Handa, bahwa Sakala tidak menyukai asap rokok. Terlebih jika Abinra juga ikut kena.

"Tenang, Big. Kalian gak akan mati karena ngisap asap rokok," ujarnya menantang.

"Brengsek!" Sakala hampir saja meninju Handaru, untung langsung dicegat Vanilla. Jika tidak, sudah terjadi baku hantam di markasnya ini.

Vanilla menarik nafas nya panjang-panjang, "Sakala, Handaru, gue tunggu diruangan atas."

Meninggalkan mereka begitu saja, itulah sifat Vanilla. Tegas dan berwibawa, tidak seperti teman-temannya yang lain.

Sakala dan Handa langsung saja menyusul Vanilla keruangan atas, mereka berdua terdiam dalam perjalanan. Tidak ada canda tawa seperti biasanya. Walau Handaru dingin, dia friendly terhadap Sakala.

Kini, mereka berdua telah sampai keruangan Vanilla. Mengetok pintu didepan nya, kemudian membuka pintu itu dengan sedikit suara geseran kecil.

REBELLION (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang