Chapter 12

20 6 2
                                    

Langit mulai berwarna kejingga-jinggan, hari mulai sore Azura, Edrea dan Geysa berjalan sambil mengobrol. Mereka tidak memakai angkutan umum, entahlah lebih menyenangkan berjalan di sore hari dengan udara sejuk dan cahaya matahari yang tidak terlalu terik. Lagipula rumah mereka tidak terlalu jauh dari sekolah hanya sekitar 1 kilometer.

Bagi Edrea berjalan 1 kilometer tidak terasa, itu memang hobinya. Berjalan menelusuri kota sering ia lakukan sendiri, terkadang jika malam-malam atau saat bertengkar dengan Neter ia memutuskan berjalan kaki menghilangkan kesuntukan atau kekesalannya.

Edrea lebih suka berjalan memutari kota saat sore hari ketimbang pagi hari, menurutnya udara sore hari lebih cocok untuk bersantai, tidak terik dan tidak dingin.

"Ah nak Edrea sudah lama tidak berkunjung dari mana saja?" Tanya Len.

"Maaf bi Rea sibuk jadi belum sempat berkunjung, bagaimana kabar bibi dan paman Mad?"

"Seperti biasa dia masih suka mengomel, memarahiku ataupun bertengkar. Sesekali aku mulai jengah dengannya tapi sudahlah aku juga cerewet jadi wajar dia seperti itu" Len tertawa, dibalas senyuman oleh Edrea.
"Ini siapa? Heh Azura kau tidak cukup dengan satu gadis hah?"

"Ibu, ini Geysa teman kami di sekolah. Kami mau mengerjakan tugas sekolah di atas jadi kami masuk dulu" ucap Azura.

"Tentu, setelah aku menyiram bunga ini akan ku buatkan masakan lezat untuk kalian" Len tampak gembira, bagaimana tidak ia hanya hidup berdua dengan suaminya kedatangan Azura ke rumah mengobati sedikit kesunyian dalam hidupnya. Oleh karena itu ia paling riang jika ada yang bertamu ke rumahnya apalagi itu seorang anak-anak.

Mereka bertiga bergegas naik ke lantai atas. Di sini bisa terlihat pemandangan kota yang indah sunset dan sunrise pun nampak dari atas sini. Sungguh tempat yang cocok untuk menenangkan diri, selain indah tempat ini juga sunyi.

"Kita mulai dari mana dulu?" Tanya Geysa.

"Kita mulai memikirkan tema yang akan kita angkat untuk membuat makala" Azura meraih laptopnya dari atas meja.

"Yah aku sangat kesulitan pada bagian ini Zura" Geysa mengeluh kembali.

"Apa yang kamu suka? Itu mungkin bisa dijadikan makala bukan?" Edrea memberi saran.

"Em... benar juga, oh iya aku tahu!" Mereka mulai bekerja. Sesekali di selingi oleh gurauan. Len membawakan makanan ringan dan minuman dingin untuk mereka.

Hari mulai gelap.
"Aku pulang dulu ya, lagi pula sudah malam aku takut orang tuaku khawatir" Geysa merapihkan buku-buku, dan memasukan laptopnya ke dalam tas.

"Apa kamu sudah selesai?"

"Belum tinggal penutup saja, itu mudah akan ku kerjakan di rumah bye terimakasih sudah membantuku, oh ya Rea kamu tidak pulang?"

Edrea menggeleng, "Nanti aku akan menyelesaikan pekerjaanku baru pulang."

Geysa mengangguk, ia pulang terlebih dahulu. Edrea masih menetap di sini. Tampak serius mengerjakan tugas. Azura sudah selesai mengerjakan tugasnya, ia memutuskan menunggu Edrea sambil tidur di kursi memakan cemilan.

"Rea"

"Hm..." gumam Edrea.

"Apa yang kamu sukai dan tidak sukai?"
Edrea menoleh, lantas tersenyum kecil.

"Aku menyukai senja dan tidak menyukai siang" itu jawabnya.

"Apa? Kamu vampire sampai tidak menyukai siang?" Tanyanya.
Edrea menutup laptop miliknya. Sekarang ia duduk menghadap Azura.

"Senja dan malam adalah waktu yang paling indah menurutku, kesunyian aku suka itu. Sedang pagi dan siang itu waktu orang-orang sibuk, bising sekali dan aku tidak menyukainya." Jawab Edrea dengan senyuman kembali.

"Kamu tahu? Dulu saat umurku 9 tahun aku selalu bertanya kepada ibuku apakah di bintang ada kehidupan? Apa di atas langit ada orang-orang?" Mata Edrea berbinar.
"Ibuku selalu berkata jika kamu yakin maka itu akan ada."

Azura mencermati wajah Edrea, mata birunya begitu indah apalagi saat bahagia. Edrea terlihat begitu berbeda saat tersenyum. Apalagi ia memang jarang tersenyum.

"Lalu apa kamu percaya bahwa di atas sana ada kehidupan?"

"Tentu, siapa yang tahu? Alam semesta ini luas bukan. Mungkin saja di sana ada kehidupan yang lebih modern dari kita, lebih maju bahkan lebih elite."

"Apa yang akan kamu lakukan jika kehidupan itu memang ada?" Tanya Azura.

"Akan ku jelajahi mungkin hahaha, ini mimpi ku sejak kecil mungkin terdengar konyol tapi sungguh ini impian terbesarku" Edrea  menutup matanya. Wajah Edrea terterpa sinar rembulan. Dari atas sini mereka bisa melihat cahaya kota pada malam hari. Pemandangan yang paling Edrea sukai.

"Sudah malam aku pulang dulu" ucap Edrea sambil berkemas.

"Akan ku antar"

Edrea mengangguk. Ia memasang jaket, menenteng ransel bergegas menuruni tangga pualam tua.

_____

"Aku suka senyummu Rea" kata Azura tiba-tiba membuat Edrea terkejut.
"Sungguh, itu sangat manis" lanjutnya membuat pipi Edrea memerah.

"Terimakasih"

"Apa kamu tidak mau memuji ku juga?"

Edrea tertawa. Azura memang ahli dalam mencairakan suasana. Jalanan kota terasa pendek saat berjalan bersama Azura. Letih tak pernah terasa.

"Sampai jumpa esok"

"Bye aku tak sabar menyambut mentari"

Ia pun masuk kedalam rumah. Neter sedang menonton acara televisi di ruang tamu. Duduk dengan secangkir teh, ia menoleh ke arah suara pintu yang terbuka. Edrea masuk, ia pulang dengan seragam yang masih lengkap.

"Dari mana kamu?" Tanya Neter mendekati Edrea.

"Aku selesai mengerjakan tugas di rumah Azura" jawabnya.

"Apa kamu tidak bisa pulang terlebuh dahulu baru keluar? Rea aku ibumu aku cemas jika terjadi sesuatu padamu, jika kamu tidak menganggapku sebagai ibu maka setidaknya hargai aku sebagai pemilik rumah" Neter menatap tajam Edrea.

Edrea menghela nafas, "Baiklah lain kali akan ku buat laporan mengenai apa saja yang ku lakukan atau bahkan lebih baik aku tulis saja pengeluaran yang kau keluarkan untukku, setelah aku bekerja akan ku bayar" Edrea melengos, meninggalkan Neter. Ia menuju kamarnya.

Neter memegang dadanya yang sakit, harusnya ia tidak mengatakan itu. Sungguh itu melukai hatinya. Neter mengusap rambutnya yang memutih, lagi-lagi Edrea bersikap buruk padanya.

DimensiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang