Bag 31 (Sad Pandu)

369 31 3
                                    

"To, kabur To!" Pandu menarik tangan Dito untuk kabur mencari tempat sembunyi. Keduanya berlari terbirit-birit menuju tempat lain.

Ketika pintu gudang telah dibuka, tidak ada apapun yang dilihat Dara. Pandangannya mengitari segala arah, namun tak ada sesuatu yang janggal.

"Di sana tadi apa?" tanya Andhin yang masih berdiri di tempat sambil menutup kancing seragam yang sudah terbuka dengan kaos jersey.

"Gak ada apa-apa. Paling tadi cuma kucing berantem. Aku jagain aja dari sini ya." Si pemilik ruangan lalu menutup pintu sambil memantau keadaan dari dekat pintu.

Pandu dan Dito mengelus dada meski bernafas terengah-engah ketika berhasil bersembunyi di tembok bangunan lain. Merasa lega mengingat jika tidak ada yang sampai memergoki mereka berdua mengintip di balik pintu itu. "Hah, hah, untung dia gak sempat lihat kita." Pandu menenangkan diri menyandar pada tembok.

Sementara di dalam ruangan gudang itu, Dara bersiap meninggalkan gadis berkaos merah untuk berlatih sendirian. "Aku tinggalin sendiri gak apa-apa ya? Masih ada kerjaan di bengkel. Jangan lupa nanti kunci pintunya!"

"Oke siapp," sahut Andhin seraya menghampiri pintu gudang untuk menguncinya.

Dua remaja lelaki yang masih bersembunyi mengintip lagi ke arah pintu gudang. Melihat Dara yang baru saja keluar seorang diri. Setelah melihatnya sudah pergi cukup jauh, Pandu mengajak Dito kembali menghampiri pintu gudang untuk kembali mengintip keadaan di dalamnya. Tak ada yang mencurigakan, hanya terlihat Andhin yang sedang berlatih basket sendirian.

"Du, udah yuk kita pulang aja. Kalau kelamaan di sini nanti ada yang mergokin kita." Dito membujuk

Yang diajak hanya terdiam dengan wajah murung, lalu berbalik badan menuruti ajakan untuk segera pergi. Melihat sahabatnya melangkah lemas menuju sepeda motornya yang sedang terparkir di sembarang tempat, Dito berinisiatif mengambil alih kemudi untuk membawa Pandu di belakangnya. "Udah, urang aja boncengin."

"Hmm.... hmm.... "

Sepanjang perjalanan, Dito mendengar suara rengekan tangis. Juga terasa jika Pandu tengah menyandarkan kepala di punggungnya.

"Du, kenapa woi?"

Pandu terus menangis bak seorang anak kecil yang tidak mendapatkan apa yang diminta. Hatinya terasa patah ketika mengetahui gadis pujaannya sudah berpindah haluan.

"Udah Du, cari yang lain aja. Masih banyak cewek lain. Jangan ngarep terus sama si Andhin. Kelamaan ngejar itu gak enak kalau pada akhirnya gak bisa memiliki." Dito mencoba menguatkan. Namun suara rengekan Pandu tak kunjung berhenti hingga ia berinisiatif mengantarkannya pulang.

"Ya udah, ku urang anterin pulang ya. Tapi jangan nangis terus."

Tempat yang dituju pun telah sampai. Tangisan Pandu sudah berhenti meski matanya masih sembab.

"Naah udah sampai, sana turun!" Dito masih duduk di jok kemudi meski si pemilik motor beralih berdiri di hadapannya seperti sedang menunggu sesuatu.

"Kenapa? Kok gak langsung masuk ke rumah?" tanyanya keheranan melihat raut datar Pandu.

Yang ditanya menjawab dengan menunjuk ke arah sepeda motornya yang masih dinaiki Dito.

"Ooh, motornya? Nih bawa masuk sana!"

Si pemilik mengambil dan mendorong sepeda motornya untuk segera diparkirkan di halaman rumah. Namun Dito yang baru saja pergi beberapa langkah, tiba-tiba menghentikan langkah seraya menggaruk kepalanya seolah mendapat sesuatu yang baru saja ia ingat. Lalu berbalik menghampiri Pandu lagi untuk mengatakan sesuatu.

About D ( Her Secret ) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang