***
Mengindahkan segalanya yang terlewatkan bukan satu-satunya jalan yang mesti ditempa. Ketika kita benar-benar kehilangan arah. Lupa kemana hendak berpulang. Sebab yang menjadi rumah pun sudah tak lagi ramah.
Luka di lehernya membuat ia kesulitan bernafas hingga menggunakan alat pengganjal yang Fisya pun tak mengerti. Tapi syukurlah, setelah 6 jam akhirnya Jessica bisa benar-benar sadar."Ta-" nafasnya tersengal, "Ta-ngan tua," ucap Jessica dengan air mata berlinangan.
"Jangan dipaksain. Kalau udah sembuh baru cerita yaa?" kilah Fisya sambil mengusap rambut di pelipisnya.
Jessica menggeleng, ia terus ngotot berbicara.
"Ka-mar man-di, mang u-ujang!" deru nafasnya tak beraturan. Ayolah, Jessica ngeyel sekali."Mang ujang udah selesein tugasnya, tenang aja. Yang pasti lu sembuh. Fisya gak mau ninggalin lu sendirian lagi," ucap Fisya mantap.
Jessica membatin, seandainya Fisya dapat mendengarkan. Bahwa sesuatu yang ingin ia ucapkan adalah hal yang sangat penting.
Jessica terus menggeleng. Matanya sudah terbuka sempurna. Namun, ia masih sulit bernafas lega dan berbicara.
"Fisya selesain ini nanti," ia kembali mengusap rambutnya, matanya terpejam sebentar. Mengisyaratkan sesuatu.
________Dengan seseorang yang tinggi di belakangnya, gadis itu berdiri mematung di hadapan rumah tempat ia dan Jessica tinggal.
Seperti dikawal, ia sudah berani memasuki rumah itu. Rumah yang penuh debu karena jarang di bersihkan. Terlalu banyak urusan di luar, sampai membuat rumah itu terasa tidak memiliki penghuni.
Pria itu menemani Fisya untuk menanyakan segalanya pada seseorang yang ada di sana pada saat kejadian. Rencana pembunuhan namanya.
Gadis berperawakan kecil dengan ciri khas rambut di ikat itu yakin kalau pelakunya adalah manusia. Terlalu percaya tahayul memang tidak logis.
Strateginya masih belum dipikirkan dengan matang. Tetapi ia sudah membawa kasus ini ke jalur hukum. Fisya dan pria itu akan ikut menyelidiki selagi polisi sedang mengintai.
"Sudah seharusnya rumah ini tidak memiliki penghuni," ucap pria itu di tengah keheningan.
"Memangnya kenapa?" tanya Fisya sambil mendongak ke arahnya.
"Oleh mata telanjang saja sudah tidak enak dilihat."
"Kamu benar," jawab Fisya. "Fisya sudah bilang ke Jessica buat ninggalin rumah ini seutuhnya tapi dia gak bisa."
"Dia pasti punya alasan. Kamu tidak bisa terus mendesaknya."
"Fisya gak terlalu ngedesak dia sih."
Fisya berjalan membuka pintu rumah itu. Rumah yang tidak terlalu besar dengan balutan nuansa kayu.
"Fisya tunggu di sini, kamu cek kamar mandinya," ucap Fisya sembari merapikan beberapa barang yang berceceran.
Pria itu menarik tangan Fisya, kemudian ditunjukkannya di mana letak kamar mandi.
Pria yang bernama Farel itu berjalan-jalan kecil di kamar mandi yang terbilang tidak terlalu besar. Kamar mandi utama, begitu kata pemilik rumah.
Hanya kamar mandi ini yang tidak terlalu menunjukkan keseramannya. Setelah kamar mandi yang ada di kamar tidur begitu menakutkan.
Farel menyentuh lemari kaca kecil yang menempel di dinding. Tiba-tiba rasa sejuk menyelimuti dirinya, ia merasakan sesuatu yang mungkin selalu dirasakan oleh pemilik rumah.
Farel tidak memiliki kelebihan apapun, selain bisa merasakan keadaan mereka, mahluk lain di bumi. Tetapi ia tak pernah tahu bagaimana semuanya bisa terjadi dan ia pun tak tahu bagaimana mengatasi mereka.
Kedatangannya ke sini tak lain adalah karena Farel adalah teman lama Jessica yang sudah sejak lulus SMP pindah ke Singapur dan kebetulan sedang berada di Indonesia.
Ia memang merasakan hawa yang berbeda di rumah ini. Apalagi kamar mandinya. Tetapi ia belum bisa mengambil langkah apapun. Yang penting ia sudah mengenal ruangan-ruangannya.
Farel keluar dari toilet utama. Ia menemui Fisya di luar. Ia juga merasa heran kenapa Fisya tidak menunggu di dalam.
"Kenapa tidak menunggu di dalam?" tanya Farel.
"Lagi pengen di sini aja," jawabnya, "Btw ngomongnya gak usah formal. Fisya gak biasa."
"Oh, okayy."
"Terus?"
"Terus apa?" jawab Farel, "Lo pikir gue indigo gitu? Haha, salah lo."
What?!
Dalam hati Fisya menggerutu.
Terus pengin ngecek kamar mandi di rumah ini itu biar apa? Dan aneh, ucapannya bisa langsung berubah total.
"Bercanda." Farel menuruni tangga kecil di teras, lalu menuju mobil. "Gue emang bisa ngerasain keberadaan mereka, tapi gue gak tahu cara ngatasin mereka."
Fisya masih mematung di sana. Sedangkan Farel sudah di depan pintu mobil.
Mereka berdua kemudian pergi menuju rumah mang Ujang, untuk bertanya atau menyelidikinya.
Seperti biasa. Jalanan penuh dengan daun-daun kering yang bertebaran di mana-mana. Karena pinggirannya merupakan kebun warga yang subur.
Fisya sempat menelpon suster agar terus mengawasi kamar Jessica, terlebih dia sedang sendirian di sana.
Kemudian dia melihat-lihat kontak di whatsapp-nya. Rupanya kontak ayah Jessica juga aktif menggunakan WA. Iseng-iseng dia nge-chatting sesuatu. Semoga saja hatinya tergerak untuk pulang menemui anaknya yang malang.
Mobil sudah belok menuju halaman rumah mang Ujang.
"Tante Ineu!" teriak Fisya, untuk kedua kalinya dia melihat tante Ineu di sekitaran rumah mang Ujang.Fisya segera keluar dari mobil. Mengejarnya, namun bayangan itu seakan lenyap. Angin menyejukkan hatinya yang memanas sebab hal itu.
Apa dia ada kaitannya dengan semua ini? Fisya yakin.
"Siapa Ineu?" tanya Farel yang sudah berdiri di sampingnya.
"Lo lihat tadi?!" tanya Fisya. Dia mengangguk.
"Bagus! Kita bisa kasih tahu Jessica soal ini!" Fisya menarik tangannya ke depan pintu. Mengetuknya perlahan-lahan sebab terkadang masih takut dengan kakek tua waktu itu.
"Permisi!"
Pintu terbuka, "Iya. Eh neng Fisya, kenapa neng? Silakan masuk."
"Siapa yang datang tanpa sepengetahuan saya?!" suara khas orang tua mengangetkan keduanya.
"Ada tamu, majikan saya kek. Kakek istirahat aja ya," kata mang Ujang sembari mengarahkan kakek itu ke kamar dekat ruang tamu.
Fisya sempat bergidik melihat kakek itu. Seram, masih sama seperti waktu itu.
_______________
Kalau suka boleh di vote.
Terima kasih!Instagram penulis nsfauziah17
KAMU SEDANG MEMBACA
ABSTRAK
УжасыSejak 40 hari kematian ibu tirinya. Rumahnya terasa mencekam dan penuh kejanggalan. Jesicca sering merasa ada ular di toiletnya. Seperti mangsa yang ingin mengambil kerhomatannya. Ketika masa lalu mengungkap Jesicca bukan sepenuhnya korban, sebab da...