O3. Rooftop

216 59 52
                                    

yang indah bukan berarti harus sempurna

🌸  Tanya Fajar  🌸



Ada beberapa peraturan yang harus diingat ketika menginjakkan kaki di SMA Karsa. Tidak boleh masuk lewat gedung belakang sekolah, tidak boleh kedapatan berada di area roof top, sebisa mungkin hindari BK karena akan mengurangi poin kesiswaan, dan yang paling penting,hindari masalah dengan oknum-oknum menyebalkan karena akan merusak masa sekolahmu.

Itu saran yang setidaknya harus diterima setiap siswa baru setelah diterima di SMA Karsa. Terhapal mati di luar kepala oleh seluruh siswa siswi di sana. Termasuk oleh Tanya.

"Tanya, udah belajar?" Jihan teman sebangku sekaligus sahabat Tanya menyapa saat ia baru meletakkan tas di kursi.

"Udah ko."

"Nanti, kasih tau gue ya?"

"Gue juga Tan." celutuk Fadly yang duduk di belakang Jihan ternyata mendengar ucapan Jihan padahal sedari tadi ia sibuk dengan ponselnya.

"Yee lo mah mauan," cibir Jihan.

"Lo juga minta. Diem deh mending ratu nyinyir." Jihan auto berbalik, melemparkan bungkusan tisu yang ada di mejanya ke Fadly.

"Dih apaan lo!" gertak Fadly saat tisu itu mengenai kepalanya.

"Masih mending pake tisu, belum pake botol minum gue." Ancaman Jihan membuat Fadly memasang wajah pasrah, tidak ingin berdebat lebih banyak. Seisi kelas tahu Jihan adalah siswi tergalak yang siap mendamprat siapa saja tanpa pandang bulu. Jihan menyeringai puas lalu berbalik kembali menghadap Diana.

"Tau ga lo, tadi waktu gue jalan ke kelas gue ngeliat Susan ngejar-ngejar Fajar." Tanya menggeleng pelan mendengar samar gosip Diana dan Jihan.

Mulai lagi, pikirnya. Fajar, siswa yang paling sering dibicarakan di SMA Karsa sejak awal dia pindah ke sini. Sehebat apa Fajar sampai ia harus dibicarakan setiap hari?

Ralat, bukan hebat. Tapi bermasalah. Ya mungkin yang sering adu jotos, ngebut-ngebutan, kemudian berakhir ketahuan. Tipikal anak orang kaya berwajah tampan yang memiliki sedikit kuasa di sekolah. Semua hal itu membuat si Fajar memenuhi kriteria "fuckboy" idaman teman-temannya.

Tapi Tanya sendiri tidak pernah berminat mengetahui ataupun mengenal pemuda itu lebih jauh. Berurusan dengan orang seperti itu hanya akan menyusahkan, pikirnya.

"Anjir, lagi?"

"Iyaaaa, ga tau malu banget kan? Lo pikir aja ya dua hari yang lalu kotak makan dia tuh baru aja dibuang sama isi-isinya. Terus ini ngasih lagi."

"Gue denger juga dia ngasih undangan ultah gitu kan ke Fajar,"

"Terus?"

Fadly melakukan gerakan memotong lehernya sendiri, "Abis lah. disobek gitu aja."

"Emang sesadis itu ya dia? Maksud gue, inget ga sih di awal masuk sekolah tuh dia diincer banget kan tapi yang ngedeketin ditolak abis abisan?"

"Nah iya, tinggal si Susan aja yang masih kekeh."

Haus. Tanya melirik ke arah jam, masih ada 15 menit sebelum kelas dimulai. Ia beranjak dari tempat duduknya setelah memperhatikan kelas yang masih belum sepenuhnya terisi.

Ia tidak habis pikir apa gunanya menghabiskan waktu untuk menaruh perhatian lebih seseorang yang dipatahkan hatinya dengan sengaja kemudian menjadikan orang itu sebagai bahan pembicaraan.

Saat menuruni anak tangga menuju ke kantin sekolahnya, ia melirik sekotak kue yang teronggok di lantai dengan cream yang berserakkan dimana-mana.

Apa sulitnya bersikap sedikit menghargai usaha seseorang? Tanya yakin, siapapun yang diperlakukan seperti itu pasti sedang menangis.

Tanya FajarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang