"Gaga, sakit" desis Mark pelan. Mark yakin Jackson menekan lukanya lebih keras dengan sengaja. Dia menoleh kebelakang dan memandangi wajah Jackson. Alis Jackson bertaut, tapi bibirnya mengerucut. Ada perasaan kesal menyelimuti wajah lelaki yang setahun lebih muda darinya itu.
Jackson tahu apa yang terjadi pada Mark dan apa pekerjaannya. Mark memberi tahunya saat Mark berusia 12 tahun. Dia tidak bisa menyembunyikan luka-luka yang menghiasi tubuhnya dari Jackson lebih lama lagi. Mark sedang ganti baju saat Jackson masuk ke kamar dan melihat lebam di punggungnya. Tentu saja Jackson marah besar dan menuntut jawaban dari Mark.
Menjelaskan semuanya ke Jackson tidak terlalu sulit. Menahan Jackson untuk tidak mengamuk dan mendatangi Sunmi noona lah yang menguras tenaga Mark habis-habisan. Dia memang lebih tua, tapi Jackson merupakan seorang atlet. Tubuhnya dipenuhi dengan otot yang terlatih. Mark masih ingat saat dia memohon pada Jackson dengan memeluk kakinya dan menangis.
"Dengar Mark, jangan pernah menyembunyikan apapun dariku. Apapun. Kau mendengarku?" Mark menangis saat mendengarnya. Untuk pertama kalinya, Mark memiliki tempat bersandar. Dan untuk pertama kalinya Mark tahu jika Jackson ada bersamanya.
"Ada apa, Gaga? Kamu sudah biasa melihat ini. Kenapa masih kesal?" goda Mark sambil terkikik. Dia gemas sekali melihat wajah Jackson yang terlihat kesal.
"Aku tidak paham kenapa mereka memukulimu, Mark. Apa masalah mereka sih?" kata Jackson kesal. Nafasnya memburu karena berusaha menahan emosinya yang terus naik. Mark tersenyum kecil. Kali ini, Jackson tidak boleh tahu alasan Mark terluka. Paling tidak, dia harus melindungi ke enam adik-adiknya.
"Udah semua? Cepet bawa ke ruang biru" Samar-samar Mark bemdengar suara Sunmi di dalam ruangan. Dia baru saja tiba dari kegiatannya mengantar 'permen' ke langgana mereka. Matanya terbelalak kaget saat dia melihat Jaebeom diangkat oleh dua orang berpakaian serba hitam.
Penasaran dengan apa yang terjadi, Mark diam-diam mengikuti mereka dari jauh. Dia melihat Sunmi yang berbeda. Bukan perempuan yang ramah dan murah senyum seperti ia temui di rumah, perempuan di hadapannya terlihat dingin dan tak berperikemanusiaan. Mark menelan ludah pelan, takut dengan apa yang akan dia lihat.
Tahu pintu ruang biru tertutup, Mark memutar dan berusaha mengintip dari jendela yang ada di ujung ruangan. Dengan segera, Mark memutar dan naik ke kursi lapuk yang ada di belakang bangunan. Hari itu, Mark menyadari sesuatu. Dia bukanlah satu-satunya anak panti yang memiliki tugas.
Di dalam ruangan itu, Mark melihat Jaebeom disuntik sesuatu. Bukan, bukan sesuatu. Orang-orang itu membuat Jaebeom teler. Mereka menyuntikkan ganja ke dalam tubuhnya. Mark hampir berteriak saat mengenali satu lagi wajah yang tak asing baginya. Jinyoung.
Jinyoung, meringkuk di pojok ruangan. Dengan wajah yang menahan air mata, dia melihat Jaebeom dari keadaan tidur hingga terbangun perlahan. Jinyoung memanggil nama Jaebeom pelan sampai Jaebeom menoleh ke arah Jinyoung.
Mark tidak bisa mendengar apa yang dikatakan Jinyoung pada Jaebeom, tapi dia melihat Jaebeom mengangguk dan berjalan ke arah kanvas dan mulai melukis. Jinyoung menangis, dan Mark berbalik pergi.
"Kamu pikir kami sebodoh itu sampai tidak melihat kau dengan terang-terangan mengintip?" Mark membatu saat berbalik dan menemukan dua orang yang membawa Jaebeom ada di depannya. Belum sempat Mark menjawab, keduanya telah menyeret Mark masuk ke dalam kantor.
Mark tersungkur dihadapan Sunmi. Wanita itu memandang wajahnya dengan mata yang Mark kenal. Wajah yang memancarkan kehangatan dan khawatiran.
"Apa yang kalian lakukan pada Mark?" kata Sunmi pelan. Dia berjongkok di hadapan Mark. Mark bersyukur, paling tidak Sunmi masih peduli dengannya dan membelanya. Dia akan berusaha untuk membantu apa yang Sunmi rencanakan untuk menyelamatkan Mark dan adik-adiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Poison, Bullets and Broken Promises [MARKSON]
Fanfiction"Lihatlah Jaebeom hyung, langitnya cantik sekali. Warnanya sangat merah" "Sama seperti warna kesukaanmu. Sseun-ah, apakah kau keberatan jika ku tembak kepalamu sekarang? I hate you, you know? You were my brother too And you took away my brother from...