19. Naima Rosdiana

1.6K 121 8
                                    


 ⁠۝  ͒⁠⁠۝  ⁠۝ ͒

"Bagaimana pekerjaanmu hari ini?"

Aku masuk ke dalam kamar dengan tangan yang memegang nampan yang diatasnya terdapat hidangan makanan.

Ezard yang sebelumnya selonjoran di atas kasur siap memasang posisi duduk. Ia tersenyum sebelum akhirnya merentangkan tangannya menyambutku.

Aku yang tidak mengerti kenapa ia tiba-tiba bersikap begini hanya bisa ikut mengulum senyum dan berjalan ke arahnya. Kemudian, ia menarik pinggangku, membuatku terduduk di pangkuannya.

Aku sempat mengeluh karena berat nampan di tanganku, hingga akhirnya ia mengambil alih dan menaruhnya di atas nakas.

Lalu yang terjadi berikutnya diluar dugaanku. Ia mendorong tubuhku hingga berbaring di atas ranjang dengan posisi ia di atasku. Entah setan mana yang membuatnya hingga kesurupan begini.

"Kau tidak lapar?" Aku bertanya di tengah kegelian yang melanda karena ia menggelitik pinggangku.

"Sangat lapar sampai tidak tahan ingin memakanmu!" Ia berseru menggoda. Sebelum akhirnya mengigit telingaku dan menciptakan sensasi berbeda di sana.

Aku menggelinjang hebat dan menahan wajahnya agar tidak mendekati area sensitif itu lagi.

"Kau kenapa?" Aku keheranan. Tapi juga sangat senang. Karena setelah beberapa minggu terkahir, ia tidak pernah lagi seagresif ini.

"Aku mau kau, Nai."

"Oke, aku mengerti. Tetapi kuharap sebelum itu kau makan dulu."

"Nai...."

"Tidak!"

"Aku tidak tahan." Ia memelas. Hampir membuka kemeja putihnya.

"Aku tidak peduli."

"Kumohon."

"Iya. Tapi nanti setelah makan."

"Baiklah, tuan putri. Sekarang tolong kunci pintunya."

Jangan tanya betapa aku sangat bahagia malam ini. Ia membuatku selalu tidak mengerti dengan tingkahnya. Ia selalu punya kejutan setiap harinya. Aku tidak bisa mendefinisikan bagaimana pastinya hal hebat yang menimpa hidupku malam ini. Tetapi yang jelas aku ingin memberikan yang terbaik untuknya, semampuku.

Aku segera bangkit, melangkah menuju pintu kamar dan benar-benar menguncinya.

Diam. Ruangan itu bahkan tdak bisa menyerap helaan napasku dan Ezard. Sepanjang kebersamaan aku dan ia sepuluh menit terakhir, aku hanya sibuk memandangi wajah sempurna laki-laki itu.

Aku tidak tahu pasti berapa kali aku memuji wajahnya dalam sebulan ini. Rahangnya yang tegas dan senyumnya yang menawan. Bibirnya yang indah dimana ketika tersenyum menciptakan kepolosan yang murni di sana. Tapi hidungnya yang mancung dan besar memberikan ketegasan yang nyata, menjelaskan bahwa ia adalah lelaki dewasa seutuhnya.

Aku memangku dagu dengan kedua tangan sembari terus memperhatikan caranya mengunyah makanan. Meneguk minuman hingga membuat jakunnya bergerak naik turun, belum lagi rambut hitamnya juga ikut jatuh.

Ah! Ia terlalu menggoda untuk tidak dibicarakan.

"Aku ingin anak laki-laki!"

"Apa?!" Suaranya yang tiba-tiba dan tak terduga membuat mataku terbuka lebar dan menatapnya tidak percaya. Sedikit malu tentunya. Bagaimana pria dewasa di sampingku ini bisa mengeluarkan kalimat sialan itu di tengah pikiran baikku tentangnya sedang bergerilya!

Season With You || Lee Jeno [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang