[4 Langkah Membuat Pembaca Terhanyut]
Penulis fiksi yang baik adalah mereka yang bisa membuat pembaca terhanyut ke dalam dunia rekaan yang diciptakan si pengarang. Tujuan orang membaca fiksi adalah untuk bersenang-senang, agar bisa berpindahsejenak dari realitas kehidupannya. Artinya, pembaca ingin melupakan dirinya dan dunianya sebentar dan menikmati kehidupan lain yang ditawarkan oleh cerita fiksi. Jika penulis tidak berhasil memindahkan pembaca, berarti ada yang salah dengan cara bertutur kita.
Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana cara kita mendeskripsikan sesuatu. Hampir semua buku panduan menulis mensyaratkan show, don’t tell. Contoh telling itu seperti ini:
[Lora membuka pintu dan mendapati ruangan itu kotor.]
Kita tidak tahu sekotor apa ruangan itu. Ada apa saja di sana, bagaimana keadaannya, bagaimana baunya, bagaimana perasaan Lora saat mendapati ruangan tersebut, dll. Ruangan itu kotor, dan ya sudah. Bandingkan dengan penjelasan ini:
[Lora membuka pintu dan sontak mengerutkan hidung. Aroma sampah dan makanan basi menyeruak menyerbu penciumannya. Lalat-lalat berdengung-dengung di atas keresek hitam yang terburai isinya, memperlihatkan nasi basi yang warnanya sudah berubah oranye kehitaman.]
Lebih terbayang?
Sip.
Begitu kamu sudah menguasai cara menulis showing dengan menyisipkan semua pancaindra (penglihatan, penciuman, pendengaran, perasa, peraba), langkah berikutnya adalah melibatkan pembaca secara emosi dengan tokoh-tokoh yang kamu ciptakan dalam novelmu.
➡️ Pertama. Buat pembaca bersimpati kepada tokohmu.
Kamu tidak perlu membuat tokoh supersuci, superbaik, supermanis, supercantik, superkaya, dan sejenisnya untuk membuat pembacamu bersimpati. Kita buat contohnya dari novel Carrie karya Stephen King saja, ya.
Stephen King memperkenalkan Carrie sebagai katak di antara angsa-angsa. Adegan pertama dalam novel ini bercerita tentang gadis-gadis SMA yang sedang mandi setelah pelajaran Olahraga dan Carrie adalah satu-satunya gadis yang tidak seperti yang lainnya. Dia buruk rupa: gemuk, berjerawat, dan objek perundungan. Di salah satu meja sekolahnya, ada grafiti bertuliskan: Carrie makan kotoran.
Penggambaran tersebut membuat pembaca bersimpati; kasihan, Carrie jelek dan dirusak.
Ada beberapa situasi yang akan menimbulkan simpati di benak pembaca, yaitu kesepian, tunaasmara (ceileh tunaasmara) atau tidak dicintai, dipermalukan, direpresi atau ditekan, dalam bahaya, privasi terlanggar–pokoknya, apa pun yang membuat si tokoh menderita secara fisik, mental, maupun spiritual.
Simpati adalah pintu masuk yang akan mengundang pembaca terlibat secara emosional dalam cerita kita. Berikutnya,
➡️ Buat pembaca mengidentifikasikan diri dengan si tokoh.
Identifikasi muncul ketika pembaca bukan hanya bersimpati dengan si tokoh, tetapi juga mendukung tokoh-tokoh kita ini mencapai tujuan dan keinginannya (wants and needs). Para pembaca ini juga memiliki keinginan kuat agar si tokoh mencapai keinginannya tersebut.
Dalam Carrie, pembaca mendukung keinginan Carrie untuk datang ke pesta prom walaupun ibunya yang tiran melarangnya.
Bahkan, ketika kamu menulis tokoh jahat yang sedang dipenjara sekalipun, kita bisa membuat pembaca mengidentifikasikan diri dengan tokoh itu. Misalnya, selama di penjara dia disiksa dan diperlakukan dengan buruk. Walaupun pembaca tahu kalau dalam kehidupan sebelumnya dia sangat jahat, tetapi tetap saja, saat si penulis menggambarkan betapa buruknya dia diperlakukan, pembaca bisa mendukung keinginan si tokoh untuk melarikan diri. Caranya adalah, dengan memberi si tokoh tujuan mulia. Misalnya, dia ingin melarikan diri demi bisa bertemu anaknya dan dia sudah bertobat atas kelakuan jahatnya di masa lalu.
➡️ Ketiga, buat pembaca berempati
Meskipun merasa kasihan kepada tokoh yang mengalami kemalangan, pembaca mungkin tidak akan merasakan kesengsaraan tersebut. Namun, dengan berempati kepada si tokoh, pembaca akan merasakan apa yang dirasakan si tokoh. Empati adalah emosi yang lebih kuat daripada simpati.
Contohnya: suami yang berempati saat istrinya melahirkan. Si suami bukan hanya bersimpati, tetapi dia juga menderita rasa sakit sungguhan.
Bagaimana penulis fiksi bisa membuat pembaca berempati?
Lakukan dengan kekuatan sugesti. Gunakan detail-detail yang memicu emosi. Dengan kata lain, kamu menciptakan dunia cerita sedemikian rupa hingga pembaca bisa menempatkan diri dalam keadaan si tokoh.
➡️ Langkah terakhir, memindahkan pembaca.
Saat pembaca sudah merasakan simpati, identifikasi, dan empati, pindahkan pembaca ke dalam semacam gelembung, hingga seolah-olah dia sudah berada dalam dunia fiksi dan melupakan dunia nyata.
Saat membaca, apa kamu pernah begitu terhanyut hingga harus diguncang dan diteriaki beberapa kali hingga akhirnya merespons?
Dunia nyata di sekeliling pembaca meluruh memudar. Ini adalah tujuan utama penulis fiksi: membawa pembaca ke satu titik saat dirinya benar-benar terserap di dunia fiktif bersama para tokoh dan universe mereka.
Bagaimana membuat membaca masuk gelembung dunia fiksi itu? Jawabannya adalah: konflik batin.
Konflik batin adalah badai yang berkecamuk dalam diri: keraguan, rasa bersalah, penyesalan, keraguan, dll. Setelah bersimpati, mengidentifikasikan diri, berempati dengan si tokoh, pembaca juga akan ikut merasakan konflik batin si tokoh. Pembaca ikut memikirkan apa yang harus dilakukan agar si tokoh keluar dari konflik batin dan mendapatkan apa yang diinginkannya. Pembaca terlibat secara aktif, seolah-olah, masalah si tokoh adalah masalah dirinya yang harus diselesaikan.
Sc: jiaeffendie.files.wordpress
KAMU SEDANG MEMBACA
Sinau Bareng RASI
Non-FictionKumpulan Materi Kepenulisan yang dirangkum dari Berbagai Sumber