22.

25.8K 1.4K 35
                                    

          Luigene sudah mengetuk pintu kamar Arlington selama sepuluh menit, ia juga sudah membunyikan bel tetapi tak kunjung ada jawaban. Bukan maksud Luigene untuk menggangu bulan madu Arlington tetapi Arlington sendiri yang meminta Luigene untuk datang ke kamarnya pagi-pagi sekali.

Tak mendapati respon membuat Luigene sedikit cemas mengingat tidak ada penjagaan khusus di sekitar kamar Arlington. Ia juga berusaha memanggil nama Arlington beberapa kali tetapi tak ada jawaban. Akhirnya Luigene tergerak untuk membuka pintu kamar Arlington, berusaha memastikan pria itu baik-baik saja.

"Arlington..." panggilan Luigene terpotong. Pintu nya tak dikunci, pandangannya langsung terarah pada kolam renang. Dengan sangat jelas ia bisa melihat punggung Arlington yang sedang membelakanginya dengan tangan Abbey yang melingkar di lehernya sebagai hiasan.

"Lujin!" Tepat saat itu Abbey menyadari kehadiran Luigene dan menghentikkan kegiatannya. Abbey langsung menangkupkan wajahnya pada leher Arlington karena malu.

Arlington dengan cepat menoleh ke arah pintu dan mendapati Luigene yang berdiri di sana. Arlington langsung memeluk tubuh Abbey dengan posesif untuk menutupi tubuh istrinya.

Luigene membalikkan badannya tak enak hati. "Maaf, aku sudah mengetuk pintu dan membunyikan bel tetapi tidak ada jawaban."

"Jangan melihat kesini, kau boleh keluar, aku akan menemuimu," kata Arlington menggeram rendah. Setelah kepergian Luigene, Arlington menggendong Abbey keluar dari kolam renang. Ia membaringkan Abbey di atas ranjang. Tak lupa menutupi tubuh perempuan itu dengan selimut.

"Aku akan menemui Luigene dulu." Arlington mencium dahi Abbey lembut kemudian memakai bathrobe dan segera keluar dari kamar.

"Luigene ikut aku," ajak Arlington kepada Luigene yang menunggu di depan kamarnya. "Jadi bagaimana?"

"Edward menaruh curiga kepadamu," kata Luigene dengan raut yang serius.

"Bukannya dia memang tidak pernah percaya jika tunangannya sudah meninggal?"

"Bagaimana jika Edward menemukan Shaleeya masih hidup?"

"Tidak akan. Aku menyembunyikannya dengan baik," jawab Arlington begitu percaya diri.

"Bagaimana jika iya?" Arlington hanya diam mematung mencerna perkataan Luigene, Edward memiliki kekuasaan— ia akan melakukan apa pun untuk mendapatkan apa yang ia mau. "Arlington, kita tidak bisa terus-terusan seperti ini."

"Seperti apa?"

"Edward membuka identitasku di depan Abbey," kata Luigene sontak membuat Arlington mengadah menatap Luigene dengan sangat tajam. "Kapan? Dia berani melakukan itu?"

"Saat acara makan malam di kerajaan." Hari itu, Abbey hanya berlalu santai meninggalkan Luigene meski sudah mendengarnya sendiri. Ia seolah tidak mempermasalahkan itu, tetapi Abbey tidak pernah menegur atau mau berbicara lagi dengannya sejak malam itu.

"Maaf harus mengatakan ini, tapi keputusanmu bisa membahayakan Abbey."

"Apa maksudnya?"

"Edward benar, tidak mungkin kau menyuruh seorang spymaster hanya untuk menjaga istrimu," kata Luigene kepada Arlington. "Kau menyuruh aku menjaga Abbey dengan berpura-pura menjadi supirnya. Aku rasa Edward tidak bodoh untuk menyadari itu."

"Kau sedang berusaha mengalihkan perhatian Edward agar dia yakin jika Shaleeya benar-benar meninggal dengan membuat Abbey mencolok, dengan menaruhku disamping Abbey. Apa itu benar Arlington?"

"Jika maksudmu, secara tidak langsung memintaku agar mengirimmu untuk menjaga Shaleeya? Maka itu hanya akan membuang waktumu dengan berbicara panjang lebar denganku," tolak Arlington. "Kau tau dengan jelas jika Shaleeya pernah menyukaimu, aku tidak akan memberikan kesempatan untuk perasaan itu kembali. Perasaan yang membahayakan nyawanya sendiri."

ReasonsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang