Hari ini Angga berada di kantor tengah menyelesaikan rutinitasnya. Beberapa kali membolak-balik selembar kertas putih yang berisikan coretan tinta.
Angga sebisa mungkin harus menuntaskan semuanya ini karena Zara memintanya pulang cepat karena Ara sedikit tak enak badan.
"Ban, gue habis ini mau pulang ya anak gue Ara lagi sakit, kasian Zara sendirian di rumah, Lo tolong handle semuanya ya". Jelas Angga pada Bani yang lagi duduk di sofa depan Angga lagi mengecek jumlah karyawan baru.
"Siap pak. Terus ini karyawan kapan Lo mau ajak rapat masalah apa saja boleh dan tidak boleh di kantor ini ngga?". Tanya Bani.
"Gampang lah itu yang terpenting karyawan yang kita ambil itu cerdas plus jujur, itu sudah cukup. Pertemuan itu bisa menyusul". Jelas Angga yang berdiri mengambil tas kantor nya.
"Udah ya Ban, gue pulang. Lo hingga beresin aja habis itu kalau mau keluar ruangan gue inget di kunci, adapaun salah satu barang hilang itu pasti elu yang ambil".
"Yaelah lu. Iya iya gue konci dah".
Angga melangkahkan kakinya keluar dari ruangan meninggalkan Bani. Dan sekarang ia sudah menaiki mobilnya dan segera meluncur pulang.
"Assalamualaikum, Zara. Aku pulang".
"Waalaikumsalam, eh nak Angga sudah pulang toh. Sebentar nya biar bibi bikinkan minum". Bibi menjawab salam Angga.
"Iya, makasi ya bi. Ohya Zara mana Bi?".
"Arana rewel nak, jadinya dari nak Angga pergi kekantor nak Zara belum turun lagi". Jelas bibi yang menaruh minum di depan Angga.
"Ya sudah Angga kekamar bi ya". Menyerupup cepat teh hangat yang di buatkan bibi tadi dan berlari ke kamarnya.
Zara yang masih menggendong Ara tangisan nya tak berhenti sedari papapnya pergi kerja. Zara bingung, dikasi ASI malah gak mau, di tidurin di ranjangnya malah semakin jadi tangisannya.
"Ara sayang, Cantiknya mamam kenapa sih em? Panas badannya juga makin tinggi kita tunggu papap pulang ya, lalu kita pergi ke rumah sakit ya sayang, sabar ya". Ucap Zara menempelkan punggung tangan nya di kening putih Ara.
Pintu terbuka menampilkan Angga yang nampak khawatir segera menghampiri Zara.
"Sayang Ara gimana?" Tanya Angga. Mengelus pipi gembul Ara.
"Suhu badannya makin tinggi ngga".
"Ayok kita bawa ke rumah sakit sekarang sayang".
"Iya aku sudah siapkan semua tinggal berangkat saja, mau ajak Reynand gak pap?". Tanya Zara soal Rey.
" Dia dimana emang mam?".
"Dia tidur di kamarnya pap".
"Kalau gitu Rey titip sama bibi saja ya, suruh bibi di kamar Rey dulu takutnya nanti dia kebangun gak ada kita".
"Iya ayok pap".
Angga dan Zara turun tergesa-gesa sambil Ara kini sudah di gendongan Angga.
"Bi nitip Rey ya, Zara mau bawa Ara ke rumah sakit dulu". Ucap Zara.
"Iya nak, hati-hati ya".
Tak butuh waktu lama Angga sekarang memarkir mobil nya dengan tepat dan cepat. Karena sedari tadi Zara sudah meneriaki namanya berulang ulang.
"Ayok".
Setelah mendaftarkan diri ternyata ara menndapat nomor antrian 4 lumayan lama.
"Sus boleh anak saya terlebih dahulu? Deman anak saya sudah parah sus". Pinta Angga kepada suster yang akan memasuki ruangan dokter.
"Maaf bapak tidak bisa, tolong ikuti saja prosedurnya. Pasien lain juga sudah menunggu lama. Maaf ya bapak". Ucap suster itu dan pergi.
Angga kembali ke tempat duduknya dan melihat anaknya yang diam tak bergeming hanya deru panas yang terhembus dari lobang hidungnya.
"Sebentar lagi ya anak papap yang cantik". Mencium tangan kecil Ara.
"Pap maafin mamam ya gak bisa jaga Ara".
"Bukan salah kamu sayang, aku gak nyalahin kamu kok. Memang kan bayi itu tahan tubuhnya belum begitu kuat anak kita gak akan kenapa-napa kok". Ucap Angga tersenyum merangkul dan menyenderkan kepala Zara di dadanya.
"Kamu laper gak? Mau makan?". Tanya Zara, ia tahu suaminya sepulang dari kantor belum menyentuh makanan apapun.
"Tidak nanti saja aku makan ya".
Angga berdiri-duduk berdiri-duduk lagi itu saja terus yang di lakukan kannya. Sudah hampir 15 menit ia menunggu dan ia harus menunggu satu pasien lagi yang belum terpanggil.
"Ibu Mariska". Suara suster memanggil pasien berikutnya.
"Pergilah nak, kasian anakmu". Ucapnya kepada Zara yang menatap Ara lekat.
"Ehh ibu tidak apa-apa, ibu saja yang masuk. Makasih ibu". Ucap lembut Zara terseyum.
"Ayolah jangan menolak ya".
Zara menatap Angga dan Angga memberi anggukan.
"Terimakasih ibu..."
"Mariska".
"Iya, terimakasih Bu Mariska". Berdiri dan masuk ruangan.
"Sekali lagi terimakasih Bu". Ucap Angga tersenyum dan berlari menyusul Zara masuk.
"Jadi gimana dok?". Tanya Zara cemas.
"Panas anak ibu 38.7 C Bu, hampir 89 ini. Nanti sampai dirumah ibu kompres ya, takutnya tipes kalau panasnya naik terus Bu".jelas dokter yang lagi menuliskan resep obat.
"Tapi anak saya gak perlu di rawat inap kan dok?".
"Tidak perlu pak, nanti sampai di rumah cukup kompres saja kalau belum turun juga panasnya segera bawa kesini lagi".
"Dan ini resep obatnya pak, Bu".
"Baik dok, saya permisi terimakasih".
Angga dan Zara bergegas pulang yang akan mengompres anaknya.
"Pap kamu mau kekantor lagi?". Tanya Zara menoleh melihat Angga.
"Gak sayang, semua sudah selesai. Sudah ku tugaskan ke Bani saja, gak mungkin juga aku ninggalin kamu Ara lagi sakit juga". Mengelus kepala Zara tanpa menoleh karena lagi nyetir juga.
"Makasi ya pap".
Angga mengangguk sembari tersenyum mengelus kepala Zara dan berjalan menuju parkiran dan bergegas pulang
Yang mau lanjut lagi
Komen yuk 😊😊
KAMU SEDANG MEMBACA
PERFECT LOVE[SELESAI]
Genç KurguDia lelakiku, belahan jiwaku, lelaki yang sangat aku cintai. Aku tak tahu bagaimana diriku tanpanya ~ Adhisty Zara Sundari Kusumawardhani. Dia wanitaku, separuh napasku, wanita yang sangat aku cintai. wanita yang selalu menjadi bahagiaku ~ Angga Ald...