Family

44 7 2
                                    

-

"Hai ayah" sapanya setelah membuka pintu mobil, kemudian menyalami ayahnya.

"Wa'alaikumussalam" ucapnya sontak membuat Kanza terkekeh.

"Assalamu'alaikum ayahnya Kanza" ulangnya dengan senyum manis.

"Wa'alaikumussalam anak ayah" ucapnya sambil mencubit hidung anaknya, membuat senyum Kanza melebar.

"Gimana hari ini? Masih suka tidur dikelas?" Kanza terkejut, bahkan mulutnya menganga lebar mendapat pertanyaan itu. Dari mana ayahnya tahu?

"Jangan kira ayah ngga tahu ya" gadis itu langsung merengut.

"Gurunya ngebosenin sih, temen-temen juga udah bel masa masih tanya mulu kan nyebelin" ujarnya setelah berdecak pelan.

"Iya kan mereka tanya karena belum sepenuhnya faham sama materinya" ucap ayah dengan pandangan lurus pada jalan didepannya.

"Gimana mau faham, gurunya belepotan ngomongnya" ucapnya sewot, sambil membayangkan wajah guru yang dimaksud.

Gurunya sudah berumur Bu Khasanah namanya, mengajar Matematika. Suaranya lembut, kalau menjelaskan pelan-pelan namun pemikiran Kanza mengartikan dia terlalu bertele-tele.

"Hushhh kalo ngomong, inget ya sayang seburuk-buruknya guru kita. Dia harus dihormati, kalau kamu malah menyepelekan guru ilmunya ngga bakal masuk ke otak kamu. Sepandai-pandainya kamu, kalau ngga punya sopan-santun itu percuma" oke, ceramah mode on.

Kanza diam menunduk sembari mendengarkan dengan seksama, dia tidak bisa membantah. Sekeras apapun dirinya, kalau tengah dihadapan ayah atau bundanya pasti langsung menurut.

"Lagian kalau kamu tidak memahaminya saat itu setidaknya kamu masih bisa catet, habis itu tanyakan sama temen kamu. Kalau tidak ya sama guru yang kamu sukai aja, asal jangan sama ayah saja udah lupa soalnya" ucapnya sambil terkekeh yang menular kepada Kanza.

"Tapi ayah, guru tuh nyebelin banget. Ngga tahu apa akutuh udah capek ya sekolah dari pagi sampe sore. Ehhh malah seenaknya aja dia ngasih PR aku kan juga butuh istirahat" ia mulai ber argumen lagi.

"Buat belajar aja, anggep aja ngulang mata pelajaran yang tadi biar lebih faham. Kalau cuma sekali belajar, habis itu ditumpuk dengan pelajaran lain. Ya tertimbun dong pengetahuannya di otak. Nahh, anggap aja itu untuk memudahkan kamu buat mengakses lagi" Inilah senangnya apabila berbincang dengan orang tuanya.

Hanya mereka yang mampu memahaminya, terkadang memberi solusi tanpa diminta, memberi pelukan yang dia rindukan.

"Yang tadi aja belum faham" gumamnya namun masih terdengar sampai telinga sang ayah. Ayah tersenyum, dia juga pernah ada dalam posisi anaknya. Sering menggerutu karena merasa tersiksa akan sekolah.

"Kamu ngga niat masuk organisasi nih? masih kelas sebelas kan. Buat pengalaman kamu aja, kamu juga bakal punya banyak kenalan nanti"

Kanza ingat, tadi siang ada pengumuman tentang OPREC-Open Recruitment OSIS. Teman-temannya berbondong-bondong mendaftarkan diri di organisasi siswa intra sekolah itu, Kanza malas dan tidak tertarik. Nanti dirinya disibukkan dengan hal-hal yang tidak menguntungkannya.

"Ngga mau yah, males" ucapnya dengan nada manja membuat ayah terkekeh lagi.

"Bagus hlo, nanti kamu bakalan hidup di dunia kerja. Kalau kamu udah punya pengalaman organisasi bakalan mudah berinteraksi dengan hal semacam itu. Tidak cuma itu dalam menjalani hidup dimasyarakat-pun akan berguna. Ya organisasi tidak akan terasa hasilnya saat itu juga, mungkin enam atau tujuh bahkan sepuluh tahun lagi bakalan kerasa" beliau tak henti-hentinya mendorong anak gadisnya untuk menjadi lebih baik lagi.

TIDAK MAU JADI GURU!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang