3.

2K 67 6
                                    

"Mom" Airin memeluk putrinya "Senang akhirnya kalian bisa bertemu lagi."

Aku tersenyum kikuk. Jantungku berdetak sangat cepat. Rasanya aku seperti orang jahat saat hampir mencium putri Airin.

"Aku belum bertemu, Dad. Dia akan sangat kesal." Julia melenggang meninggalkan kami berdua. Bertemu Baskara hanya alasannya saja, aku tahu dia kabur dari masalah ini.

"Bibit bunga terakhir yang kau berikan masih belum ku tanam." Airin berjalan beberapa langkah di depan.

Aku mengekor dari belakang. "Sepertinya tidak ada lahan yang kosong lagi."

"Aku bisa membuang salah satu yang tidak tumbuh baik dan menanam bibit darimu." Airini jongkok lalu mencium salah satu bunga. Aku merasa ada yang ingin dikatakannya namun Airin mencoba menahan diri.

"Apa?" Tanyaku akhirnya.

"Aku takut Baskara menembakmu dengan dengan senjatanya." Aku terkejut dan mundur satu langkah. Airin tampak tenang dan itu membuatku takut.

"Aku tidak tahu apa maksudmu? Tapi soal Baskara itu sedikit kejam dan menakutkan."

"Kalau aku datang sedikit telat, aku rasa kalian akan berciuman." Aku maju selangkah dan tepat didepan Airin.

"Kami hanya bicara, itu saja." Jawabku. Aku tidak sepenuhnya berbohong namun awalnya aku hanya ingin bicara dengan Julia yang sudah lama tidak bertemu. Tapi aku tidak tahu darimana asalnya niat itu berubah jadi sesuatu yang lain.

"Aku mencintaimu dari dulu, kau tahu kan?" Kata Airin tulus. Aku mengernyit setiap kali Airin bilang mencintaiku sejak dulu. Aku berharap itu jenis yang sama kurasakan untuknya.

Aku menelan ludah dan berusaha tersenyum. "Aku tahu."

"Aku selalu meminta Julia untuk bersikap baik padamu sejak hari pernikahan dan hari ini untuk pertama kalinya dia menurut. Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi antara kalian sejak hari pernikahan itu."

"Airin, tidak ada yang terjadi" Aku kembali menegaskan. Permintaan Julia untuk membatalkan pernikahanku dengan Stella tidak ada orang lain yang harus tahu.

"Baik, aku percaya." Airin tersenyum.

"Julia bersikap tidak peduli padamu tapi dia terkadang mendengarkan pembicaraan tentangmu."

"Apa maksudmu?" Tanyaku penasaran.

"Putriku masih sedikit terobsesi padamu."

Aku menggeleng tidak percaya.

"Airin, dengarkan aku. Julia masih sangat muda, dia kuliah di salah satu universitas terbaik, kehidupan sosialnya sangat baik dan tentu pacar yang seumuran dengannya." Aku merasakan rasa marahku yang mulai naik.

"Dan lagipula Julia sangat menyayangimu dia tidak akan berpikir untuk menyakit-"

Airin mengangkat tangan dan "Aku minta  jangan menyakitinya."

"Bagaimana mungkin aku menyakitinya?" Bentakku kasar. "Airin, Julia hanya menganggapku pria tua, tidak lebih."

Airin tertawa.

"Jangan lupa dia punya pacar." Kataku sinis.

"Jadi, kau tidak akan mencoba merayu putriku?"

"Airin!" Aku mengusap pelipisku dengan kasar. "Aku tidak tertarik dengan Julia, dia hanya anak kecil bagiku."

Itu bohong. Kebohongan total. Aku tidak bisa mengakui pada Airin dan merusak hubungan persahabatan kami. Saat Airin akan merespon, pintu terbuka dan Julia muncul dengan wajah pucat.

"Mom, acara sebentar lagi selesai dan Dad mencarimu."

"Baik, sayangku." Airin menatap Julia dan aku secara bergantian. Julia tidak melihatku bahkan ketika dia berbalik dan kembali kedalam ruangan.

"Aku harus pergi" Airin menggelengkan kepalanya, sedikit penyesalan. "Aku akan menelpon."

"Tentu." Jawabku, mataku masih menatap pintu berharap Julia muncul kembali.

Airin mencium pipiku dan untuk pertama kalinya aku tidak merasakan apapun. Sentuhan Airin tidak sebanding dengan apa yang sedang aku pikirkan sekarang, hanya memikirkan ekspresi Julia yang aneh saat dia masuk kembali kedalam rumah membuat tidak tenang.

My JuliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang