(25) Puzzled

15.3K 2.4K 691
                                    


"AAAAAARGH!"

Itu adalah reaksi pertama Yuni ketika masuk ke dalam unit apartemenku. Yang sebenarnya sudah bisa diprediksi. Kalau bisa berteriak karena gembira, dia akan teriak. (Bahkan dalam kondisi nggak bisa teriak pun, dia tetap akan teriak. Misalnya di dalam KRL yang ramai penumpang.)

"Udah dapat izin dari Bu Siska, kan?" sapaku gelisah.

"Udah dong, Mon! Gile aja gue lewatin event orang-orang kaya cem begini. Eh, kita perlu bawa amplop nggak sih ke acaranya? Gue tadi ke warung beli dulu amplop. Kali aja butuh."

Aku menggeleng. "Nggak usah. Lagian aku udah nyiapin kado."

"Apa yang lo beli buat Raven?"

"Oh, aku nggak beli apa-apa. Aku bikin selusin voucher pijat punggung beautiful spa. Entar aku yang mijatnya." Kuacungkan belasan voucher buatan yang siap dimasukkan ke dalam amplop cokelat mewah.

Yuni berhenti sambil menyipitkan mata dan memandangku tak percaya. "Serius lo ngasih kado ke Raven, maksud gue, SEORANG Raven berupa voucher pijat yang lo bikin sendiri, dan lo yang mijitnya?"

"Serius, lah." Aku memutar bola mata. "Justru karena dia SEORANG Raven, aku mana sanggup beli sesuatu yang bisa diterima sama tangan dia. Minimal kadonya harus 1 milyar ya nggak, sih? Masa iya aku beliin baju yang harganya 500 ribuan?"

Yuni diam sejenak untuk mencerna kata-kataku. "Iya juga, ya."

"Lagian juga, voucher-nya aku kasih cap. Lihat, nih. Aku bikin pake filter Instagram, terus aku print."

Kuputuskan untuk mengajak Yuni ke ulang tahun Raven sore ini. Revalina sempat menyebutkan nama Yuni tiga kali dalam kunjunganku ke rumah Keluarga Hadiputra kemarin sore. Jadi aku sudah menyiapkan tiga alternatif gaun Nino Alexis (yang semuanya sudah Nadia coba tapi dia nggak suka) untuk dikenakan Yuni ke pesta.

Pukul sebelas siang, Martin akan menjemput kami untuk melakukan hairdo dan makeup bersama Revalina. Setelahnya, kami semua akan berangkat bareng ke Stasiun Kota untuk mulai menaiki kereta. Jadi, Yuni sudah tiba pukul setengah sebelas untuk melihat gaun mana yang akan dicobanya, sebelum Martin benar-benar datang.

Aku sudah cerita tentang apartemenku ke Yuni. Kubilang saja aku di-hire khusus oleh Raven untuk sebuah misi rahasia. Dan karena misinya rahasia, Yuni nggak boleh mendesakku menyebutkan misinya apa. Mungkin sekali dua kali dia akan menginap di sini. Anwar juga. Angel juga. Cindy. Lita. Nanti akan kubuat jadwal nginep di apartemen, kalau aku sudah punya waktu luang.

"Kenapa banyak kentang di sini?" tanya Yuni sambil merogoh beberapa kentang basah dalam baskom. Dia baui kentangnya, lalu dia masukkan lagi.

"Aku kan tetap bikin perkedel, Yun. Sekarang aku bikinnya sebelum tidur. Aku goreng sampai jadi, terus aku tidur, jam 4 aku bangun dan aku angetin di microwave, udah gitu aku kirim deh pake GoJek ke rumah." Secara sengaja aku membelai microwave yang ada di atas konter. "Aku punya microwave, lho. Dua!"

"Microwave! AAARRRGGGHHH!"

Nah, harusnya orang-orang se-excited Yuni ketika aku bilang aku punya microwave. Bukannya meledekku dengan bilang, "Emang listriknya kuat? Entar turun listrik kamu!" seperti yang teman-teman SMA-ku sampaikan di Instagram ketika aku mengunggah microwave baruku. Di rumah sih memang nggak kuat. Tapi di apartemen, aku bisa menyalakan dua microwave sekaligus!

Mungkin aku akan mempertimbangkan membeli microwave ketiga. Supaya aku bisa menghangatkan perkedel lebih banyak sekali jalan.

"Mana baju buat gue?" tanya Yuni setelah aku mendemonstrasikan beberapa fitur microwave baruku.

Crazy Rich Man Who Controls EverythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang